Kejagung Belum Tetapkan Tersangka Kasus BPJS Ketenagakerjaan, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung ( Kejagung ) mengungkapkan bahwa hingga saat ini penyidik masih mendalami perbuatan melawan hukum pada setiap transaksi-transaksi yang diduga menyimpang dalam pengelolaan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan .
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus ) Ali Mukartono menerangkan bahwa hal tersebut menjadi salah satu alasan pihaknya belum menjerat satupun tersangka di kasus ini. Pihaknya masih menelusuri perbuatan melawan hukum dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan.
"Bahwa dalam penyidikan BPJS Ketenagakerjaan ini, kerugian (negara) itu ada. Tetapi, apakah ada perbuatan melawan hukum, atau bukan, itu yang tidak gampang," kata Ali kepada wartawan, Kamis (18/2/2021).
(Baca: KSPI Minta Kejagung Usut Tuntas Dugaan Korupsi di BPJS Ketenagakerjaan)
Menurut dia, penyidik pun masih menunggu hasil verifikasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengawasi segala transaksi di bursa.
Ali menjelaskan bahwa kerugian dalam bisnis itu memungkinkan untuk dapat terjadi. Hanya saja, tak selalu hal tersebut mengindikasikan terjadinya korupsi.
Penyidik tidak akan buru-buru dapat menetapkan tersangka di kasus ini. Dia tak ingin kesimpulan penyidik malah berujung bebas dari putusan hakim lantaran berbeda pandangan dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Nah itu kita dalami dan belum ada kesimpulan, masih didalami. Kalau sudah ditemukan pasti diminta ekspose (penetapan tersangka)," tukas dia.
(Baca: Kasus Rp20 Triliun di BPJS Ketenagakerjaan Diduga Melibatkan Mafia Pasar Modal)
Kejagung memprediksi bahwa kerugian di tubuh perusahaan pelat merah tersebut mencapai Rp20 triliun dalam tiga tahun terakhir. Jumlah kerugian tersebut yang membuat curiga penyidik mengenai risiko bisnis yang terbilang besar. Dia pun mempertanyakan pengelolaan perputaran uang nasabah di BPJS Ketenagakerjaan.
"Kalau itu kerugian atas risiko bisnis, apakah analisanya sebodoh itu sampai menyebabkan kerugian Rp20 triliun?" Kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (11/2/2021).
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus ) Ali Mukartono menerangkan bahwa hal tersebut menjadi salah satu alasan pihaknya belum menjerat satupun tersangka di kasus ini. Pihaknya masih menelusuri perbuatan melawan hukum dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan.
"Bahwa dalam penyidikan BPJS Ketenagakerjaan ini, kerugian (negara) itu ada. Tetapi, apakah ada perbuatan melawan hukum, atau bukan, itu yang tidak gampang," kata Ali kepada wartawan, Kamis (18/2/2021).
(Baca: KSPI Minta Kejagung Usut Tuntas Dugaan Korupsi di BPJS Ketenagakerjaan)
Menurut dia, penyidik pun masih menunggu hasil verifikasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengawasi segala transaksi di bursa.
Ali menjelaskan bahwa kerugian dalam bisnis itu memungkinkan untuk dapat terjadi. Hanya saja, tak selalu hal tersebut mengindikasikan terjadinya korupsi.
Penyidik tidak akan buru-buru dapat menetapkan tersangka di kasus ini. Dia tak ingin kesimpulan penyidik malah berujung bebas dari putusan hakim lantaran berbeda pandangan dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Nah itu kita dalami dan belum ada kesimpulan, masih didalami. Kalau sudah ditemukan pasti diminta ekspose (penetapan tersangka)," tukas dia.
(Baca: Kasus Rp20 Triliun di BPJS Ketenagakerjaan Diduga Melibatkan Mafia Pasar Modal)
Kejagung memprediksi bahwa kerugian di tubuh perusahaan pelat merah tersebut mencapai Rp20 triliun dalam tiga tahun terakhir. Jumlah kerugian tersebut yang membuat curiga penyidik mengenai risiko bisnis yang terbilang besar. Dia pun mempertanyakan pengelolaan perputaran uang nasabah di BPJS Ketenagakerjaan.
"Kalau itu kerugian atas risiko bisnis, apakah analisanya sebodoh itu sampai menyebabkan kerugian Rp20 triliun?" Kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (11/2/2021).
(muh)