Gaok Mencari Pewaris
loading...
A
A
A
Malik deui, Geulis malik deui
Ngareureuyeuh deui, ngareureuyeuh
Mawa ngidul kapopojok, mawa ngidul kapopojok
Ari gaok Desa Kulur
Ngahaja rek ngahibur
Lumayan ti batan nganggur
Ngalamunkeun lembur
Gaok nu kapungkur
Kacatur nu kamasyhur
Aya na di Desa Kulur
SEPENGGALbait disenandungkan. Suaranya khas, kadang rendah sesekali tinggi, mendayu dangding layaknya kawih atau tembang Sunda asli. Ia mengenakan baju kebesarannya tiap kali pentas, baju toro atau baju kampret berwarna hitam-hitam, lengkap dengan ikat kepala bermotif batik. Di dada sebelah kiri dan kanannya, tersemat 2 pin medali.
"Ini medali apresiasi karena aktif menjadi pegiat seni Sunda karuhun. Kalau satunya, bentuk edelweiss (Anaphalis javanica, bunga abadi favorit pendaki, lazim ditemukan di pegunungan), saya dapatkan ketika tampil malam-malam di Gunung Ciremai," kata Rukmin (79), pelaku seni Gaok di Desa Kulur, Kabupaten Majalengka , Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Wawancara dengan Rukmin adalan bagian dari liputan tentang Gaok yang didukung penuh oleh PANDI yang giat mempromosikan kesenian daerah, dalam program Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara.
Baca juga: Tonjolkan Seni Tradisional Autentik, Gerabah Pejaten Banyak Diminati
Sebuah minishow dari kesenian Gaok pimpinan Aki Rukmin, panggilan akrabnya, ditampilkan saat perjumpaan kami pertama di Balai Desa Kulur, Kabupaten Majalengka. Aki Rukmin dan dua personel pemain Gaok lainnya, yakni Andi dan Syamsudin, adalah sebagian pelaku tersisa yang hingga kini masih mempertahankan seni Gaok di Kabupaten Majalengka. Lainnya nyaris tidak ada. Tak heran, generasi milenial atau kelahiran 90-an, mengangkat bahu alias tidak tahu apa itu Gaok.
Kondisi ini kontras dengan saat masa keemasannya. Gaok begitu kondang untuk hilir-mudik kampung melayani undangan hajat dari masyarakat dalam dan luar Majalengka. Gaok juga tampil dalam pagelaran-pagelaran seni Sunda. Kekhasan dan orisinalitas Gaok, termasuk suara dalang Aki Rukmin membuat para juri pagelaran kala itu, menahbiskannya menjadi yang terbaik.
Sejarah panjang Gaok Desa Kulur saat ini ada di titik terendah. Show Gaok sudah jarang dipentaskan, terkecuali sesekali bagi mahasiswa. Itu pun karena keperluan penelitian jurusan seni dan sastra. Minimnya order hajatan, membuat seni khas kota angin Majalengka ini, terancam punah. Sementara di lain sisi, Gaok kesulitan mencari penerus. Bahkan, tanpa preservasi yang layak, Gaok tidak mungkin bertahan untuk 1-2 tahun ke depan. Hasil perjuangan Gaok masuk menjadi daftar Warisan Budaya Tidak Benda atau WBTB Provinsi Jawa Barat bisa-bisa menjadi sia-sia.
Baca juga: Sri Mulyani Keliling Dunia Berkat Kemampuan Tari Tradisional
Representasi Karuhun Majalengka
Posisi geografis yang berada di antara wilayah pesisir dan pegunungan, serta unsur budaya Cirebon (Jawa) dan Priangan (Sunda) memberi Majalengka kekuatan ragam seni budaya. Cerminan ini bisa dilihat dari banyaknya jumlah kesenian daerah, salah satunya Gaok dari Desa Kulur.
Ngareureuyeuh deui, ngareureuyeuh
Mawa ngidul kapopojok, mawa ngidul kapopojok
Ari gaok Desa Kulur
Ngahaja rek ngahibur
Lumayan ti batan nganggur
Ngalamunkeun lembur
Gaok nu kapungkur
Kacatur nu kamasyhur
Aya na di Desa Kulur
SEPENGGALbait disenandungkan. Suaranya khas, kadang rendah sesekali tinggi, mendayu dangding layaknya kawih atau tembang Sunda asli. Ia mengenakan baju kebesarannya tiap kali pentas, baju toro atau baju kampret berwarna hitam-hitam, lengkap dengan ikat kepala bermotif batik. Di dada sebelah kiri dan kanannya, tersemat 2 pin medali.
"Ini medali apresiasi karena aktif menjadi pegiat seni Sunda karuhun. Kalau satunya, bentuk edelweiss (Anaphalis javanica, bunga abadi favorit pendaki, lazim ditemukan di pegunungan), saya dapatkan ketika tampil malam-malam di Gunung Ciremai," kata Rukmin (79), pelaku seni Gaok di Desa Kulur, Kabupaten Majalengka , Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Wawancara dengan Rukmin adalan bagian dari liputan tentang Gaok yang didukung penuh oleh PANDI yang giat mempromosikan kesenian daerah, dalam program Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara.
Baca juga: Tonjolkan Seni Tradisional Autentik, Gerabah Pejaten Banyak Diminati
Sebuah minishow dari kesenian Gaok pimpinan Aki Rukmin, panggilan akrabnya, ditampilkan saat perjumpaan kami pertama di Balai Desa Kulur, Kabupaten Majalengka. Aki Rukmin dan dua personel pemain Gaok lainnya, yakni Andi dan Syamsudin, adalah sebagian pelaku tersisa yang hingga kini masih mempertahankan seni Gaok di Kabupaten Majalengka. Lainnya nyaris tidak ada. Tak heran, generasi milenial atau kelahiran 90-an, mengangkat bahu alias tidak tahu apa itu Gaok.
Kondisi ini kontras dengan saat masa keemasannya. Gaok begitu kondang untuk hilir-mudik kampung melayani undangan hajat dari masyarakat dalam dan luar Majalengka. Gaok juga tampil dalam pagelaran-pagelaran seni Sunda. Kekhasan dan orisinalitas Gaok, termasuk suara dalang Aki Rukmin membuat para juri pagelaran kala itu, menahbiskannya menjadi yang terbaik.
Sejarah panjang Gaok Desa Kulur saat ini ada di titik terendah. Show Gaok sudah jarang dipentaskan, terkecuali sesekali bagi mahasiswa. Itu pun karena keperluan penelitian jurusan seni dan sastra. Minimnya order hajatan, membuat seni khas kota angin Majalengka ini, terancam punah. Sementara di lain sisi, Gaok kesulitan mencari penerus. Bahkan, tanpa preservasi yang layak, Gaok tidak mungkin bertahan untuk 1-2 tahun ke depan. Hasil perjuangan Gaok masuk menjadi daftar Warisan Budaya Tidak Benda atau WBTB Provinsi Jawa Barat bisa-bisa menjadi sia-sia.
Baca juga: Sri Mulyani Keliling Dunia Berkat Kemampuan Tari Tradisional
Representasi Karuhun Majalengka
Posisi geografis yang berada di antara wilayah pesisir dan pegunungan, serta unsur budaya Cirebon (Jawa) dan Priangan (Sunda) memberi Majalengka kekuatan ragam seni budaya. Cerminan ini bisa dilihat dari banyaknya jumlah kesenian daerah, salah satunya Gaok dari Desa Kulur.