Dituduh Hambat Anies dan Sorongkan Gibran, Istana Beri Tanggapan

Selasa, 16 Februari 2021 - 17:44 WIB
loading...
Dituduh Hambat Anies...
Sikap pemerintah yang enggan merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada dinilai untuk menghambat Anies Baswedan dan memberi jalan Gibran. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Keengganan pemerintah merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada memantik spekulasi soal target politik 2024 di beakangnya. Pemerintah dianggap menghambat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk melanjutkan kiprah pemimpin di ibu kota lewat Pilgub 2022 maupun ke panggung politik nasional Pilpres 2024.

Kans besar Anies sebagai petahana untuk menang pada Pilgub DKI Jakarta 2022 langsung mengecil. Pun begitu juga dia kehilangan panggung politik selama dua tahun untuk bisa “memamerkan” kemampuannya menyongsong Pilpres 2024.

Sebaliknya, sikap pemerintah dianggap memberi angin Gibran Rakabuming Raka , anak Presiden Jokowi, untuk naik kelas dalam panggung politik. Seperti bapaknya, Gibran konon disiapkan untuk melompat dari Wali Kota Solo menjadi Gubernur DKI Jakarta untuk kemudian bisa bertengger di istana negara sebgai presiden.

(Baca: PKS Akui Anies Baswedan Potensial Jadi Capres 2024)

Tetapi tudingan ini dibantah Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno. Dia menegaskan penolakan pemerintah terhadap revisi kedua beleid itu tidak bertujuan untuk menghambat Anies.

“Nggak lah. Ya ingat lah undang-undang ditetapkan tahun 2016. Pak Gub DKI (Anies) waktu itu masih Mendikbud, jadi nggak ada hubungannya lah itu. Sama sekali nggak ada hubungannya,” kata Pratikno dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (16/2/2021).

Pratikno juga mengatakan pemerintah tidak bermaksud memberi jalan bagi Gibran. “Mas Gibran masih jualan martabak tahun 2016 jadi pengusaha, gak ada kebayang. Mungkin gak kebayang juga kan maju wali kota pada waktu itu. Jadi sekali lagi itu anu lah jangan dihubung-hubungkan dengan itu semua sama sekali,” katanya.

Pratikno tidak ingin narasi penolakan revisi UU Pemilu dan UU Pilkada ini diputar balik seolah-olah pemerintah memiliki agenda politik tertentu. Menurutnya, keengganan pemerintah merevisi dua UU itu disebabkan karena keputusan yang sudah ditetapkan seharusnya dijalankan terlebih dahulu.

“Justru jangan dibalik-balik juga. Jangan UU mau diubah untuk tujuan tertentu. Justru kita ingin kembali bahwa UU sudah ditetapkan tahun 2016 belum kita laksanaknan, mari kita laksanakan jangan sampai kemudian menimbulkan malah ketidakpastian kan UU sudah ditetapkan kok nggak jadi dijalankan,” jelasnya.

(Baca: Politikus PDIP: Risma Akan Jadi Penantang Serius Anies Baswedan di Pilkada DKI)

Pratikno memberi contoh UU Pemilu sudah dijalankan dan sukses. Kalaupun ada kekurangan hal-hal kecil di dalam penerapannya, hal tersebut bisa diperbaiki oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui penerbitan Peraturan KPU (PKPU).

Terkait dengan UU Pilkada, Pratikno menegaskan bahwa dalam beleid tersebut diatur jadwal pelaksanaaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada bulan November 2024. Menurutnya, ketentuan tersebut sudah ditetapkan pada 2016 lalu dan belum dilaksanakan sehingga tidak perlu direvisi.

"Jadi Pilkada serentak bulan November tahun 2024 itu sudah ditetapkan di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Jadi sudah ditetapkan di tahun 2016 dan itu belum kita laksanakan Pilkada serentak itu. Masak sih undang-undang belum dilaksanakan terus kemudian kita sudah mau mengubahnya? Apalagi kan undang-undang ini sudah disepakati bersama oleh DPR dan Presiden, makanya sudah ditetapkan," jelasnya.

"Oleh karena itu, pemerintah tidak mau mengubah undang-undang yang sudah diputuskan tapi belum dijalankan," tutupnya.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1737 seconds (0.1#10.140)