KPK Panggil 5 Saksi Dalami Kasus Suap Edhy Prabowo
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) memanggil lima orang saksi untuk terus mendalami kasus suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya pada 2020 alias suap ekspor benur . Kasus ini telah menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menjadi tersangka.
Lima orang saksi itu adalah Ken Widharyuda Rinaldo, Heryanto, Noer Syamsi Zakaria, dan Miliardso Ing Morah dari pihak swasta. Satu saksi lainnya seorang ibu rumah tangga, Siti Rogayah. Kelimanya akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Edhy Prabowo.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (11/2/2021).
Baca juga: Kasus Benih Lobster, Penyuap Edhy Prabowo Jalani Sidang Perdana Hari Ini
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur. Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lain dalam kasus ini.
Mereka adalah stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); staf istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni Direktur PT DPP Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD100.000 dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama sebagai eksportir benur.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.
Baca juga: Edhy Prabowo Akui Dirinya Suka Minum Wine dan Beli dari Kocek Sendiri
Diduga upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Lima orang saksi itu adalah Ken Widharyuda Rinaldo, Heryanto, Noer Syamsi Zakaria, dan Miliardso Ing Morah dari pihak swasta. Satu saksi lainnya seorang ibu rumah tangga, Siti Rogayah. Kelimanya akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Edhy Prabowo.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (11/2/2021).
Baca juga: Kasus Benih Lobster, Penyuap Edhy Prabowo Jalani Sidang Perdana Hari Ini
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur. Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lain dalam kasus ini.
Mereka adalah stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); staf istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni Direktur PT DPP Suharjito (SJT).
Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp10,2 miliar dan USD100.000 dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama sebagai eksportir benur.
Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK). Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.
Baca juga: Edhy Prabowo Akui Dirinya Suka Minum Wine dan Beli dari Kocek Sendiri
Diduga upaya suap itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy.
Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(abd)