Tangani Bencana, MPR Minta Pemerintah-Masyarakat Perkuat Kolaborasi

Rabu, 10 Februari 2021 - 21:16 WIB
loading...
Tangani Bencana, MPR...
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Manajemen bencana (disaster management) dan identifikasi potensi bahaya (risk assessment) yang baik dinilai penting sebagai bagian strategi penanganan bencana , seperti yang terjadi di berbagai daerah belakangan ini.

Menurut Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat, Indonesia memiliki banyak pakar kebencanaan yang bisa diberdayakan.

”Kita tidak kekurangan pakar untuk melakukan mitigasi bencana. Sekarang tinggal bagaimana kita membuat cetak biru dalam menghadapi bencana agar masyarakat luas memiliki pemahaman yang baik dalam upaya mencegah dan menyikapi ketika bencana terjadi,” tutur Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Mitigasi Bencana di Tengah Pandemi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (10/2/2021).

Lestari menjelaskan, amanat alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 menyebutkan salah satu tujuan bernegara kita adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Menurut perempuan yang biasa disapa Rerie ini, amanat konstitusi itu juga harus diwujudkan saat bencana melanda di berbagai wilayah di Indonesia. Karena itu, anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu berharap, terjadinya kolaborasi yang baik antara para pemangku kepentingan dan masyarakat untuk membangun kesadaran bersama bahwa letak geografis Indonesia berada di jalur gempa teraktif di dunia karena dikelilingi “ring of fire” Pasifik.



Dengan memiliki pemahaman sama soal bencana antara masyarakat dan pemerintah, menurut Rerie, berbagai upaya pencegahan dan strategi dalam menghadapi bencana di tanah air dapat diterapkan dengan baik sehingga bisa menekan potensi timbulnya korban saat bencana.

Diskusi yang dimoderatori Staf Khusus Wakil Ketua MPR Bidang Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah Luthfy A. Mutty itu menghadirkan Plt Direktur Pemetaan dan Evaluasi Bancana Badan Nasional Penanganan Bencana (BNPB) Abdul Muhari, Kepala Pusat BMKG Dwikorita Karnawati, Ketua Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin (Unhas) Adi Maulana dan Tsunami & Disaster Mitigation Research Center Universitas Syah Kuala Ichsan sebagai narasumber. Selain itu, hadir juga Anggota Komisi VIII DPR Rudi Hartono Bangun dan Jurnalis Bidang Bencana Ika Ningtyas.



Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Pemetaan dan Evaluasi Bancana BNPB Abdul Muhari mengatakan, saat ini pihaknya membagi kondisi kebencanaan menjadi empat klaster yaitu bencana geologi dan vulkanologi, banjir dan longsor, gagal teknologi seperti pencemaran lingkungan dan pandemi.

Menurut Abdul Muhari, BNPB sudah memiliki kajian risiko dan risk assessment terhadap potensi bencana sampai tingkat kabupaten. Sehingga, jelas dia, Indonesia sebenarnya sudah memiliki acuan data yang bisa dipakai dalam menghadapi ancaman bencana.

Kenyataannya, lanjut dia, tingkat kerusakan bangunan akibat bencana pada Januari 2021 mencapai 47.000 bangunan, melampaui angka kerusakan bangunan akibat bencana sepanjang 2020 sebanyak 42.758.

Muhari berharap para pemangku kepentingan dapat benar-benar memanfaatkan data potensi kebencanaan yang ada untuk direalisasikan agar bisa meminimalkan potensi kerugian akibat bencana.

Kepala Pusat BMKG, Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa wilayah Indonesia memang rawan menghadapi fenomena alam yang kompleks karena dipengaruhi kondisi iklim dari dua benua dan dua samudera. Akibatnya pada Januari-Februari 2021 curah hujannya akan 40%-80% lebih tinggi dari normal atau 200 mm-500 mm per bulan.

Menurut Dwikorita, dengan perkiraan akan terjadinya cuaca yang ekstrim diharapkan para pemangku kepentingan juga melakukan persiapan yang ekstrim juga. "Kita harus bisa beradaptasi dengan perubahan iklim yang terjadi," ujar Dwikorita.

Ketua Pusat Studi Kebencanaan Unhas, Adi Maulana menilai Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang tinggi, sehingga sangat diperlukan kepatuhan para pemangku kepentingan dalam menjalani ketentuan yang ada dalam hal penerapan tata ruang, konsistensi edukasi untuk meningkatkan literasi kebencanaan.

Menurut Ichsan dari Tsunami & Disaster Mitigation Research Center Universitas Syah Kuala, bencana alam yang datang bersamaan dengan pandemi di Indonesia menuntut sejumlah perbaikan.

Perbaikan itu antara lain dalam bentuk perbaikan kebijakan disaster management, review analisis risiko bencana, integrasi sistem peringatan dini dengan sistem emergency bidang kesehatan, kesiapan sistem logistik dan pengembangan relawan berbasis komunitas.
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1243 seconds (0.1#10.140)