Perkuat Solidaritas dan Gotong Royong Hadapi Dampak Pandemi Corona

Minggu, 17 Mei 2020 - 09:08 WIB
loading...
Perkuat Solidaritas dan Gotong Royong Hadapi Dampak Pandemi Corona
Pengemudi ojek mengambil bantuan di Tiang Berbagi Sedekah di Masjid Mujahidin, Kebayoran baru. Tiang ini didirikan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Rawa Barat ini mengajak warga berpartisipasi membantu warga terdampak Corona. Foto/SINDO/Isra Triansyah
A A A
JAKARTA - Pandemi virus Corona (Covid-19) bukan hanya musibah bagi Indonesia, melainkan bencana bagi dunia. Terlebih sampai kini belum ditemukan vaksi virus tersebut.

Tidak ada pilihan lain, kondisi ini mengharuskan seluruh rakyat Indonesia dan penduduk dunia untuk saling bergotong-royong, bahu-membahu membantu satu sama lain.

Oleh karena itu, Wakil Sekretaris Komisi Kerukunan Antarumat Beragama MUI Dr KH Abdul Moqsith Ghazali menilai dampak Covid bukan hanya berdampak dari sudut kesehatan, tetapi juga dampak dari sudut ekonomi bagi semuanya.

“Saatnya yang mampu bisa membantu yang tidak mampu dengan berbagai cara. Karena kita diikat oleh satu ikatan kebangsaan sebagai bangsa Indonesia. orang-orang yang mampu secara ekonomi mengucurkan bantuan kepada kelompok-kelompok yang rentan mengalami dampak ekonomi akibat dari Covid-19 ini. Oleh karena itu, sebaiknya kita bekerja sama satu dengan yang lain,” tutur Abdul Moqsith Ghazali di Jakarta, Sabtu 16 Mei 2020.

Moqsith menuturkan puasa juga menjadi momentum bagi umat manusia untuk melakukan refleksi diri terhadap apa yang sudah dilakukan, baik itu untuk lingkungan, masyarakat dan bangsa ini

“Terlebih misalnya berpuasa di saat pandemi ini, zakat kita ini akan disalurkan kepada orang-orang yang betul-betul membutuhkan. Covid-19 tidak cukup hanya ditangani pemerintah. Masyarakat sipil harus menjadi bagian dari solusi, misalnya dengan tidak keluar rumah, dengan membantu menyebarkan masker, alat pelindung diri (APD) dan lain sebagainya yang itu sangat dibutuhkan,” tuturnya.( )

Dia mencontohkan, di dalam hadis dikatakan bahwa kesatuan umat, kesatuan bangsa itu adalah pondasi dari tercapainya sebuah cita-cita. Pada Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 juga dikatakan tentang semangat memajukan kesejahteraan dan bebas dari penindasan.

Oleh karena itu, sambung dia, kepedulian kepada satu sama lain memang harus diberikan, tidak cukup hanya sekedar di khotbahkan.

“Tentu tugas dari tokoh-tokoh agama untuk menyadarkan masyarakat dari sudut agama. Demikian pula petugas kesehatan menyadarkan masyarakat dari sudut kesehatan. Begitu juga para ekonom misalnya menjelaskan hal-hal yang positif,” terang Dosen Tetap program studi Tafsir Hadits di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Moqsith juga meminta organisasi seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI termasuk ormas-ormas lain harus proaktif memberikan himbauan kepada masyarakat untuk melakukan aktivitas ibadah dari rumah. Ini demi mencegah virus Corona ini tidak terus menyebar ke tempat-tempat lain.

“Harus dipahami yang dilarang itu bukan Jumatan atau salat Jumat dan juga salat Ied-nya. Tapi perkumpulannya itu yang dilarang dan saya kira itu berguna. Jadi beribadah dari rumah itu tidak mengurangi kekhusyuan kita, malah menjadikan rumah sebagai ruang ibadah privat kita kepada Allah,” ucap peraih Doktoral di bidang Tafsir Alquran dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.

Moqsith menyebutkan, Nabi Muhammad SAW di dalam Alquran mengatakan, jangan jadikan rumahmu itu seperti kuburan, yang tidak dipakai untuk salat, tidak dipakai untuk baca Alquran, tidak dipakai untuk mendidik anak-anak, tidak dijadikan sebagai keluarga sakinah mawadah warohmah.

“Covid-19 ini memberikan efek positif untuk menghidupkan keluarga kita. Kalau keluarga kita menjadi keluarga baik maka lingkungan kita juga dapat menjadi lingkungan yang baik. mulai di tingkat Kelurahan, Kecamatan,Kabupaten/Kota, Provinsi lalu seluruh rakyat Indonesia. Jadi dimulai dari yang paling kecil hingga besar ini,” ucap peraih pascasarjananya di bidang tasawuf Islam dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu

Di bulan Ramadhan ini, kata dia, ada kewajiban untuk membayar zakat fitrah, di samping juga bagi orang yang memenuhi syarat untuk mengeluarkan zakat mal.

“Zakat fitrah, kita tahu itu diperuntukkan buat mereka yang tidak punya, yang dikeluarkan menurut Mazhab Syafii adalah berupa makanan pokok. Dimana makanan pokok kita di Indonesia adalah beras, yang di Timur Tengah pada zaman Nabi mengeluarkan gandum. Zakat fitrah itu kita salurkan kepada yang tidak mampu, Dengan cara begitu maka kemudian kepedulian itu bisa dibangun,” ujar peneliti di Wahid Institut Jakarta itu.

Menurut dia, Nabi Muhammad di dalam hadistnya pernah bersabda, "Ambil sebagian dari hartanya orang-orang kaya itu untuk dikembalikan kepada orang-orang yang tidak punya,” kata Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) tersebut.

Selain itu sebagai upaya menjaga perdamaian di tengah pandemi, Moqsith juga menuturkan bahwa masyakat harus bisa mengendalikan diri untuk tidak menyebarkan hoaks.

Jangan sampai nanti orang bisa meninggal bukan karena virus Corona, tapi karena ketakutan terhadap hoaks yang disebarkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

”Jangan saling menyalahkan, jangan memprovokasi dan juga terprovokasi. Karena hal itu bisa menimbulkan ketidaktentraman yang bisa berujung pada kekerasan dan anarki sehingga tidak ada perdamaian,” tuturnya.

Menurut dia, setiap orang justru harus saling bantu membantu untuk menghentikan persebaran Covid-19. Karena provokasi dan hoaks ataupun hal-hal yang tidak produktif hanya akan memperburuk keadaan bangsa ini.

“Yang punya uang bisa membantu dengan uang. Yang punya ilmu seperti tenaga medis bisa membantu dengan ilmunya. Yang punya kemampuan di bidang agama harus bisa mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan perkumpulan-perkumpulan yang menyebabkan tersebarnya virus itu,” ujarnya mengakhiri.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0968 seconds (0.1#10.140)