Desak RUU Pemilu Dibatalkan, PAN Ingin Jadwal Pilkada Tetap 2024

Jum'at, 05 Februari 2021 - 13:03 WIB
loading...
Desak RUU Pemilu Dibatalkan,...
Fraksi PAN menyatakan pasal-pasal yang ada dalam draf RUU atas perubahan UU Nomor 7/2017 dengan UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada masih bisa berubah. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus menyatakan pasal-pasal yang ada dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) atas perubahan UU Nomor 7/2017 dengan UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada (RUU Pemilu) masih bisa berubah, karena sifanya masih draf dan belum tentu akan dilanjutkan pembahasannya.

(Baca juga: Temui Wakil Ketua MPR, Partai Non Parlemen Tolak Revisi UU Pemilu)

Termasuk pasal yang memuat ketentuan penghapusan hak untuk mencalonkan diri di eksekutif dan legislatif pada eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

(Baca juga: Dukung Sikap Jokowi, Gerindra Sebut Tidak Perlu Revisi UU Pemilu)

"Isu itu baru masuk (pelarangan HTI). Sebetulnya draf revisi Undang-Undang ini masih prematur, jadi masih bisa berubah. Masih mungkin ada poin yang ditambahkan atau dibuang setelah dibahas secara mendalam oleh pemerintah bersama fraksi - fraksi di DPR," kata Guspardi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/2/2021).

(Baca juga: PDIP Tegaskan Revisi UU Pemilu Tidak Perlu Dilanjutkan)

Guspardi mengungkapkan, isu krusial lainnya yaitu tentang ambang batas parlemen dan juga presiden. Dalam draf RUU Pemilu ini, ambang batas parlemen dipatok sebesar 5% dan ambang batas presiden masih pada 20%.

Pandangan Fraksi PAN terhadap masalah ini adalah parliamentary treshold sama dengan periode lalu yaitu 4% dan presidential treshold adalah partai yang mempuyai wakil di DPR RI.
Baca Juga: Tanggapi Moeldoko, Andi Mallarangeng: Ngopi-ngopi Itu Sama Teman Akrab

"Jadi artinya setiap partai politik yang ada wakilnya di DPR berhak mengusung calon presiden pada pilpres mendatang," terangnya.

Namun lanjut anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini, jika RUU ini nantinya tidak dilanjutkan pembahasannya, dengan sendirinya apa yang ada dalam draf ini tidak bisa dijadikan dasar untuk melaksanakan proses pemilu atau pilkada yang akan datang.
Baca Juga: Jokowi Enggan Jawab Surat AHY, Demokrat: Mudah-mudahan Nggak Benar Ada Restu

"Jadi yang akan menjadi dasar pelaksanaan kepemiluan mendatang, tentunya kembali kepada Undang-Undang yang sudah ada yaitu UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” sambung Guspardi.

Legislator asal Sumatera Barat (Sumbar) ini menyarankan agar sebaiknya semua fraksi fokus pada penanganan pandemi Covid-19. UU Pemilu juga seyogyanya digunakan dalam 3 atau 4 kali pemilu, setelah itu baru dilakukan evaluasi guna menutupi kekurangan dan melakukan penyempurnaan.

"Di sisi lain, alasan berikutnya PAN meminta dibatalkan pembahasan revisi UU Pemilu karena ada kebijakan pembatasan ruang di setiap tempat, termasuk di ruang rapatnya juga dibatasi kapasitasnya. Sehingga rapat dan pembahasan RUU lebih banyak dilaksanakan anggota DPR secara virtual. Dalam kondisi ini tentunya hasil pembahasan terhadap revisi undang-undang "Kepemiluan" dalam masa pandemi Covid-19 ini tidak efektif,” pungkasnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1831 seconds (0.1#10.140)