Tanpa Tunjukan Bukti, Tudingan Demokrat ke Moeldoko Bisa Jadi Bumerang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dinilai memiliki kewajiban untuk melakukan menyelamatkan partai dari berbagai upaya yang mengancam eksistensi dan kedaulatan Partai Demokrat (PD). Termasuk, isu kudeta yang menimpa partai berlambang bintang mercy tersebut.
"Hal ini lazim dilakukan oleh ketua umum partai mana pun. Tapi pernyataan AHY yang menyasar Istana terkait adanya sinyalemen pengambil alihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa tentu bukan persoalan sepele," kata Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wiboso kepada SINDOnews, Rabu (3/2/2021).
Baca Juga: Digoyang Isu Kudeta, Kader Demokrat Dipastikan Makin Solid Dukung AHY
Menurut Karyono, masalah ini sangat sensitif apalagi pernyataan AHY membawa-bawa Istana. Jika tidak hati-hati mengelola isu ini justru membawa risiko buruk dan bisa berpotensi menjadi bumerang.
Baca Juga: Ini Penyebab Harga Minyak Mentah RI Melambung Tinggi
"Maka dari itu dalam menyikapi sinyalemen sebagaimana dilontarkan, semestinya melalui pelbagai pertimbangan matang dan prudent, yaitu prinsip kehati-hatian untuk meminimalisasi risiko," tuturnya.
Karyono mengatakan, jika ada sinyalemen sebagaimana diungkapkan AHY, semestinya disikapi secara bijak dan tabayyun sebelum menyampaikan ke publik secara terbuka.
Baca Juga: Isu Pulau RI Dijual ke Asing, KKP Gencar Sertifikasi Hak Atas Tanah Pulau Terluar
Dia belum mengetahui secara jelas apakah AHY sudah melakukan tabayyun untuk mengklarifikasi sinyalemen tersebut atau belum.
Selain itu, dia juga mempertanyakan apakah pernyataan AHY yang disampaikan secara terbuka sudah melalui proses verifikasi sehingga informasi yang diterima bisa dipercaya atau tidak.
Dia menegaskan, bagaimanapun seorang pemimpin sebaiknya tidak "tipis telinga" dan tidak "grusa grusu" dalam berpikir dan bertindak. "Sifat 'baper' juga harus dibuang jauh-jauh karena ketiga sifat tersebut bisa menimbulkan dampak buruk terhadap organisasi," papar dia.
Baca Juga: Agama Islam Dihina, Shamil Musaev Banting dan Hajar Petarung MMA
Karyono mengatakan, seandainya sinyalemen yang dituduhkan mengarah pada sosok Moeldoko yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) dan sejumlah nama menteri yang diduga oleh AHY ikut mendukung upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa perlu dipastikan kebenarannya.
Baca Juga: Isu Kudeta Demokrat Bisa Buat AHY Benar-benar Terjungkal
Menurut dia, jika memang ada data atau bukti yang valid dan bisa dipertanggung jawabkan maka pernyataan AHY perlu dilengkapi dengan data dan bukti-bukti otentik. Pun masalah ini tidak bisa digeneralisasi bahwa itu merupakan kepentingan pusat kekuasaan di istana yang melibatkan Presiden Joko Widodo. Dalam konteks inilah AHY perlu hati-hati dalam melontarkan pernyataan.
Sebaliknya, kata Karyono, jika AHY tidak mengungkap bukti-bukti yang bisa dipertanggung jawabkan, maka akan muncul asumsi ada kecenderungan sinyalemen tersebut sengaja diolah untuk konsumsi politik yang dikapitalisasi untuk kepentingan citra AHY dan Demokrat yang cenderung meredup.
"Di satu sisi untuk mendowngrade citra pemerintahan saat ini," imbuh mantan Peneliti LSI Denny JA ini.
Dalam peristiwa ini, menurutnya, sangat penting bagi Demokrat menunjukkan bukti-bukti dan data yang bisa dipertanggungjawabkan untuk melepaskan stigma negatif karena dalam persepsi publik, Demokrat dinilai kerap memainkan irama politik dramatis, "playing victim" dan 'baper'.
Dilanjutkan dia, disadari atau tidak, stigma ini cukup melekat dalam benak sebagian masyarakat. Selain itu, dalam persepsi publik, gestur dan pemikiran AHY juga dinilai mirip ayahnya.
Efeknya, kata dia, publik menilai AHY belum bisa lepas dari pengaruh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang notabene adalah ayahnya sendiri.
Tidak menutup kemungkinan, sambung dia, pernyataan AHY yang menuding pihak istana terlibat dalam upaya pengambilalihan kepemimpinan partai Demokrat bisa jadi tidak berdiri sendiri. Ada kemungkinan bersumber dari pemikiran SBY.
"Duplikasi SBY ke AHY ini mungkin di satu sisi bisa menjadi salah satu kelemahan AHY karena dipersepsikan sebagai pemimpin yang tidak mandiri," ucapnya.
Terlepas dari itu, pernyataan AHY yang menimbulkan polemik ini justru menunjukkan ada benih-benih konflik di dalam Demokrat sendiri. Sulit ditepis, ada beberapa kelompok di internal yang juga menginginkan kekuasaan berpindah.
"Jika disimak, dinamika politik di internal Demokrat sejak Kongres Bandung, hingga kongres terpilihnya AHY memberikan telah memberi isyarat ada kelompok yang ingin melepaskan Demokrat lepas dari bayang-bayang dinasti Cikeas," katanya.
Lihat Juga: Usai Nyoblos di TPS 028 Cipete Utara, AHY Harap Calon Dipilih Bisa Wujudkan Harapan Rakyat
"Hal ini lazim dilakukan oleh ketua umum partai mana pun. Tapi pernyataan AHY yang menyasar Istana terkait adanya sinyalemen pengambil alihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa tentu bukan persoalan sepele," kata Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wiboso kepada SINDOnews, Rabu (3/2/2021).
Baca Juga: Digoyang Isu Kudeta, Kader Demokrat Dipastikan Makin Solid Dukung AHY
Menurut Karyono, masalah ini sangat sensitif apalagi pernyataan AHY membawa-bawa Istana. Jika tidak hati-hati mengelola isu ini justru membawa risiko buruk dan bisa berpotensi menjadi bumerang.
Baca Juga: Ini Penyebab Harga Minyak Mentah RI Melambung Tinggi
"Maka dari itu dalam menyikapi sinyalemen sebagaimana dilontarkan, semestinya melalui pelbagai pertimbangan matang dan prudent, yaitu prinsip kehati-hatian untuk meminimalisasi risiko," tuturnya.
Karyono mengatakan, jika ada sinyalemen sebagaimana diungkapkan AHY, semestinya disikapi secara bijak dan tabayyun sebelum menyampaikan ke publik secara terbuka.
Baca Juga: Isu Pulau RI Dijual ke Asing, KKP Gencar Sertifikasi Hak Atas Tanah Pulau Terluar
Dia belum mengetahui secara jelas apakah AHY sudah melakukan tabayyun untuk mengklarifikasi sinyalemen tersebut atau belum.
Selain itu, dia juga mempertanyakan apakah pernyataan AHY yang disampaikan secara terbuka sudah melalui proses verifikasi sehingga informasi yang diterima bisa dipercaya atau tidak.
Dia menegaskan, bagaimanapun seorang pemimpin sebaiknya tidak "tipis telinga" dan tidak "grusa grusu" dalam berpikir dan bertindak. "Sifat 'baper' juga harus dibuang jauh-jauh karena ketiga sifat tersebut bisa menimbulkan dampak buruk terhadap organisasi," papar dia.
Baca Juga: Agama Islam Dihina, Shamil Musaev Banting dan Hajar Petarung MMA
Karyono mengatakan, seandainya sinyalemen yang dituduhkan mengarah pada sosok Moeldoko yang saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) dan sejumlah nama menteri yang diduga oleh AHY ikut mendukung upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa perlu dipastikan kebenarannya.
Baca Juga: Isu Kudeta Demokrat Bisa Buat AHY Benar-benar Terjungkal
Menurut dia, jika memang ada data atau bukti yang valid dan bisa dipertanggung jawabkan maka pernyataan AHY perlu dilengkapi dengan data dan bukti-bukti otentik. Pun masalah ini tidak bisa digeneralisasi bahwa itu merupakan kepentingan pusat kekuasaan di istana yang melibatkan Presiden Joko Widodo. Dalam konteks inilah AHY perlu hati-hati dalam melontarkan pernyataan.
Sebaliknya, kata Karyono, jika AHY tidak mengungkap bukti-bukti yang bisa dipertanggung jawabkan, maka akan muncul asumsi ada kecenderungan sinyalemen tersebut sengaja diolah untuk konsumsi politik yang dikapitalisasi untuk kepentingan citra AHY dan Demokrat yang cenderung meredup.
"Di satu sisi untuk mendowngrade citra pemerintahan saat ini," imbuh mantan Peneliti LSI Denny JA ini.
Dalam peristiwa ini, menurutnya, sangat penting bagi Demokrat menunjukkan bukti-bukti dan data yang bisa dipertanggungjawabkan untuk melepaskan stigma negatif karena dalam persepsi publik, Demokrat dinilai kerap memainkan irama politik dramatis, "playing victim" dan 'baper'.
Dilanjutkan dia, disadari atau tidak, stigma ini cukup melekat dalam benak sebagian masyarakat. Selain itu, dalam persepsi publik, gestur dan pemikiran AHY juga dinilai mirip ayahnya.
Efeknya, kata dia, publik menilai AHY belum bisa lepas dari pengaruh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang notabene adalah ayahnya sendiri.
Tidak menutup kemungkinan, sambung dia, pernyataan AHY yang menuding pihak istana terlibat dalam upaya pengambilalihan kepemimpinan partai Demokrat bisa jadi tidak berdiri sendiri. Ada kemungkinan bersumber dari pemikiran SBY.
"Duplikasi SBY ke AHY ini mungkin di satu sisi bisa menjadi salah satu kelemahan AHY karena dipersepsikan sebagai pemimpin yang tidak mandiri," ucapnya.
Terlepas dari itu, pernyataan AHY yang menimbulkan polemik ini justru menunjukkan ada benih-benih konflik di dalam Demokrat sendiri. Sulit ditepis, ada beberapa kelompok di internal yang juga menginginkan kekuasaan berpindah.
"Jika disimak, dinamika politik di internal Demokrat sejak Kongres Bandung, hingga kongres terpilihnya AHY memberikan telah memberi isyarat ada kelompok yang ingin melepaskan Demokrat lepas dari bayang-bayang dinasti Cikeas," katanya.
Lihat Juga: Usai Nyoblos di TPS 028 Cipete Utara, AHY Harap Calon Dipilih Bisa Wujudkan Harapan Rakyat
(dam)