China Siap Tembak Kapal Asing di LCS, DPR Pertanyakan Langkah Konkret Kemlu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi I DPR mempertanyakan langkah konkret Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI dalam menyikapi China yang telah membuat regulasi baru yang membolehkan coast guard-nya menembak kapal asing yang masuk kawasan Laut China Selatan (LCS) .
Meskipun kebijakan ini terkait ketegangan China dan Amerika Serikat (AS), namun China juga mengklaim wilayah Indonesia di LCS. Hal ini disampaikan sejumlah anggota Komisi I DPR dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Menlu dan jajaran Kemlu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/1/2021).
“Kita tahu terjadi ketegangan antara China dan Amerika, mengenai Laut China Selatan ini, dan tentu ini berhubungan dengan kepentingan Indonesia terkait stabilitas pertahanan. Tetapi di sisi lain, kita masih berhadapan dengan masalah perbatasan dengan negara China,” kata anggota Komisi I DPR Muhammad Iqbal dalam Raker. Yaitu tentang Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) di lepas pantai Pulau Natuna, sambung politikus PPP itu, sudah diketahui China sudah membuat aturan untuk memberikan izin bagi kapal penjaga kawasannya (Coast Guard China) untuk menembak kapal lain yang memasuki LCS. Padahal, kawasan LCS ini masih banyak perdebatan.
“Kalau saya melihat ini, perjanjian yang sudah kita lakukan, melalui pengadilan internasional itu dari 2016 dan sampai saat ini belum ada hasilnya, masih terkatung-katung, dan saya menilai kita ini terlalu lembek sama negara China,” tukasnya.
Kemudian, sambung dia, China pun sudah membangun infrastruktur militernya di dekat kepulauan Natuna. Bagaimana langkah yang akan dilakukan di Kemlu untuk menghadapi persoalan perbatasan ZEE tadi, terutama di 2021. Apakah Indonesia tetap menunggu walupun Indonesia bukan penggugat di konflik LCS ini, apakah ada langkah-langkah yang bisa mengklaim bahwa LCS itu bagian kawasan Indonesia.
“Karena kalau ini kita biarkan maka negara China perlahan-lahan akan mengklaim dan tidak mau melepaskan ZEE itu, sampai kita menyerah pada peraturannya sendiri. Semoga ada langkah konkret, untuk mengklaim itu adalah hak kita, enggak boleh China mengklaim itu hak dia,” desak Iqbal.
Senada, anggota Komisi I DPR lainnya Lodewijk F Paulus mengatakan, regulasi yang disahkan parlemen China itu juga mengatur senjata apa yang digunakan. Apabila mengacu pada isinya, China nyaris tidak memberikan batasan senjata yang ditembakkan dari kapal atau udara, baik protable atau tidak, semuanya itu boleh digunakan.
Menurutnya, dari aspek senjata ini tentunya sudah menjadi masalah, dari beberapa analisa, para pakar menyebut regulasi tersebut sengaja dibuat untuk menyasar AS serta kebijakan navigasi bebas di LCS. Namun, ada klaim sepihak 9 dash line China yang juga masuk wilayah yuridiksi Indonesia di laut Natuna Utara. “Walaupun kita tahu Mahkamah Internasional Den Haag tidak mengakui, tentunya ini menjadi perhatian kita bersama,” kata Lodewijk di kesempatan sama.
Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar ini, sampai sejauh ini belum ada respons dari negara-megara yang terkait baik AS maupun negara di Pasifik. Untuk itu, dia mempertanyakan bagaimana respons pemerintah terkait UU yang baru disahkan China ini dan bagaimana mengeliminir dampak yang akan keluar dari UU ini. “Bagaimana diplomasi yang dilakukan pemerintah Indomesia, dalam hal ini Kemlu untuk yang saya sampaikan tadi, supaya masalah ini tidak berkembamg terlalu dalam,” tanyanya.
Terkait persenjataan China, kata purnawirawan TNI itu, sudah menjadi rahasia bersama bahwa Badan Keamanan Laut (Bakamla) memiliki kapal yang tidak terlalu besar dan baru saja mereka dilengkapi senjata. Tapi, senjata itu yang diberikan oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) itu hanya untuk membela diri, hanya ada kaliber 12,7mm kemudian kaliber 5,56 mm yang milik perorangan, sementara China tidak membatasi.
“Nah salah satu gesekan yang akan terjadi di wilayah 9 dash line yaitu Bakamla tentunya, mereka boleh menembak Bakamla, masalahnya Bakamla tidak punya apa-apa, hanya senjata perorangan dan senjata katakanlah hanya mencapai 1,5 km, tentunya tentang kesiapan Bakamla rekomendasi Kemlu dalam hal ini seperti apa?” ujarnya.
“Diharapkan mereka bisa menyiapkan diri tapi kalau kapal AL (Angkatan Laut) mereka engak bakalan berani, tapi bagaimana Bakamla mampu dipersenjatai dan mampu mempertahankan diri dari katakan coast guard-nya China,” tambahnya.
Meskipun kebijakan ini terkait ketegangan China dan Amerika Serikat (AS), namun China juga mengklaim wilayah Indonesia di LCS. Hal ini disampaikan sejumlah anggota Komisi I DPR dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Menlu dan jajaran Kemlu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/1/2021).
“Kita tahu terjadi ketegangan antara China dan Amerika, mengenai Laut China Selatan ini, dan tentu ini berhubungan dengan kepentingan Indonesia terkait stabilitas pertahanan. Tetapi di sisi lain, kita masih berhadapan dengan masalah perbatasan dengan negara China,” kata anggota Komisi I DPR Muhammad Iqbal dalam Raker. Yaitu tentang Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) di lepas pantai Pulau Natuna, sambung politikus PPP itu, sudah diketahui China sudah membuat aturan untuk memberikan izin bagi kapal penjaga kawasannya (Coast Guard China) untuk menembak kapal lain yang memasuki LCS. Padahal, kawasan LCS ini masih banyak perdebatan.
“Kalau saya melihat ini, perjanjian yang sudah kita lakukan, melalui pengadilan internasional itu dari 2016 dan sampai saat ini belum ada hasilnya, masih terkatung-katung, dan saya menilai kita ini terlalu lembek sama negara China,” tukasnya.
Kemudian, sambung dia, China pun sudah membangun infrastruktur militernya di dekat kepulauan Natuna. Bagaimana langkah yang akan dilakukan di Kemlu untuk menghadapi persoalan perbatasan ZEE tadi, terutama di 2021. Apakah Indonesia tetap menunggu walupun Indonesia bukan penggugat di konflik LCS ini, apakah ada langkah-langkah yang bisa mengklaim bahwa LCS itu bagian kawasan Indonesia.
“Karena kalau ini kita biarkan maka negara China perlahan-lahan akan mengklaim dan tidak mau melepaskan ZEE itu, sampai kita menyerah pada peraturannya sendiri. Semoga ada langkah konkret, untuk mengklaim itu adalah hak kita, enggak boleh China mengklaim itu hak dia,” desak Iqbal.
Senada, anggota Komisi I DPR lainnya Lodewijk F Paulus mengatakan, regulasi yang disahkan parlemen China itu juga mengatur senjata apa yang digunakan. Apabila mengacu pada isinya, China nyaris tidak memberikan batasan senjata yang ditembakkan dari kapal atau udara, baik protable atau tidak, semuanya itu boleh digunakan.
Menurutnya, dari aspek senjata ini tentunya sudah menjadi masalah, dari beberapa analisa, para pakar menyebut regulasi tersebut sengaja dibuat untuk menyasar AS serta kebijakan navigasi bebas di LCS. Namun, ada klaim sepihak 9 dash line China yang juga masuk wilayah yuridiksi Indonesia di laut Natuna Utara. “Walaupun kita tahu Mahkamah Internasional Den Haag tidak mengakui, tentunya ini menjadi perhatian kita bersama,” kata Lodewijk di kesempatan sama.
Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar ini, sampai sejauh ini belum ada respons dari negara-megara yang terkait baik AS maupun negara di Pasifik. Untuk itu, dia mempertanyakan bagaimana respons pemerintah terkait UU yang baru disahkan China ini dan bagaimana mengeliminir dampak yang akan keluar dari UU ini. “Bagaimana diplomasi yang dilakukan pemerintah Indomesia, dalam hal ini Kemlu untuk yang saya sampaikan tadi, supaya masalah ini tidak berkembamg terlalu dalam,” tanyanya.
Terkait persenjataan China, kata purnawirawan TNI itu, sudah menjadi rahasia bersama bahwa Badan Keamanan Laut (Bakamla) memiliki kapal yang tidak terlalu besar dan baru saja mereka dilengkapi senjata. Tapi, senjata itu yang diberikan oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) itu hanya untuk membela diri, hanya ada kaliber 12,7mm kemudian kaliber 5,56 mm yang milik perorangan, sementara China tidak membatasi.
“Nah salah satu gesekan yang akan terjadi di wilayah 9 dash line yaitu Bakamla tentunya, mereka boleh menembak Bakamla, masalahnya Bakamla tidak punya apa-apa, hanya senjata perorangan dan senjata katakanlah hanya mencapai 1,5 km, tentunya tentang kesiapan Bakamla rekomendasi Kemlu dalam hal ini seperti apa?” ujarnya.
“Diharapkan mereka bisa menyiapkan diri tapi kalau kapal AL (Angkatan Laut) mereka engak bakalan berani, tapi bagaimana Bakamla mampu dipersenjatai dan mampu mempertahankan diri dari katakan coast guard-nya China,” tambahnya.
(cip)