Dinilai Tepat, Langkah Pemerintah Bantu BUMN di Tengah Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Langkah pemerintah yang akan segera membantu memberikan dana kepada sejumlah BUMN dinilai sebagai upaya sangat tepat di tengah usaha perbaikan ekonomi pasca-p andemi Covid-19.
Dana dari pemerintah bagi BUMN itu merupakan bagian dari akumulasi kompensasi kepada BUMN selama tiga tahun terakhir yang kini dicairkan.
Ekonom Universitas Indonesia, Toto Pranoto menilai langkah pemerintah mencairkan dana kompensasi yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2020 adalah terobosan untuk menggerakkan sektor perekonomian nasional.
"PP Nomor 23 Tahun 2020, saya kira merupakan langkah terobosan supaya BUMN strategis, seperti PLN dan HK, maupun BUMN enabler sebagai penggerak ekonomi masyarakat bawah dapat terus bergerak menumbuhkan perekonomian sekaligus melayani kebutuhan hajat hidup publik," kata Toto dalam keterangannya, Jumat (15/5/2020).
BUMN sebagai sektor yang ikut menjadi penopang roda perkonomian nasional dinilai perlu untuk terus bisa bertumbuh. Langkah pemerintah untuk mencairkan utangnya kepada BUMN dinilai akan menjadi salah satu alternatif di tengah kondisi yang kini serba krisis. ( )
Dengan adanya dukungan tersebut, BUMN akan tetap bisa maksimal beroperasi untuk kepentingan perusahaan maupun masyarakat secara umum.
Namun, lanjut dia, kini BUMN mesti memanfaatkan semaksimal mungkin dana kompensasi yang telah cair tersebut. Ini agar selaras dengan aksi korporasi yang juga efektif dan tepat sasaran. "Perlu monitoring saja spy eksekusi corporate actions-nya tepat sasaran," tuturnya.
Menurut dia, akibat pandemi Covid-19 sejumlah sektor industri, terutama sektor transportasi sangat terpukul. Pun halnya BUMN yang bergerak di bidang transportasi dan perhubungan.
Pembayaran kompensasi dari pemerintah itu adalah hal yang sudah dinantikan BUMN yang selama ini mensubsidi kebutuhan publik seperti PLN dan Pertamina.
"Buat PLN dan Pertamina tentu sebagaian dana sebagai alokasi penggantian subsidi yang mereka sudah kerjakan, plus perkuatan arus kas sebagai akibat pelambatan bisnis akibat Covid (penurunan daya beli ) dan aspek eksternal lain yg di luar kontrol perusahaan, seperti jatuhnya harga minyak," sambung Toto.
Dana dari pemerintah bagi BUMN itu merupakan bagian dari akumulasi kompensasi kepada BUMN selama tiga tahun terakhir yang kini dicairkan.
Ekonom Universitas Indonesia, Toto Pranoto menilai langkah pemerintah mencairkan dana kompensasi yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2020 adalah terobosan untuk menggerakkan sektor perekonomian nasional.
"PP Nomor 23 Tahun 2020, saya kira merupakan langkah terobosan supaya BUMN strategis, seperti PLN dan HK, maupun BUMN enabler sebagai penggerak ekonomi masyarakat bawah dapat terus bergerak menumbuhkan perekonomian sekaligus melayani kebutuhan hajat hidup publik," kata Toto dalam keterangannya, Jumat (15/5/2020).
BUMN sebagai sektor yang ikut menjadi penopang roda perkonomian nasional dinilai perlu untuk terus bisa bertumbuh. Langkah pemerintah untuk mencairkan utangnya kepada BUMN dinilai akan menjadi salah satu alternatif di tengah kondisi yang kini serba krisis. ( )
Dengan adanya dukungan tersebut, BUMN akan tetap bisa maksimal beroperasi untuk kepentingan perusahaan maupun masyarakat secara umum.
Namun, lanjut dia, kini BUMN mesti memanfaatkan semaksimal mungkin dana kompensasi yang telah cair tersebut. Ini agar selaras dengan aksi korporasi yang juga efektif dan tepat sasaran. "Perlu monitoring saja spy eksekusi corporate actions-nya tepat sasaran," tuturnya.
Menurut dia, akibat pandemi Covid-19 sejumlah sektor industri, terutama sektor transportasi sangat terpukul. Pun halnya BUMN yang bergerak di bidang transportasi dan perhubungan.
Pembayaran kompensasi dari pemerintah itu adalah hal yang sudah dinantikan BUMN yang selama ini mensubsidi kebutuhan publik seperti PLN dan Pertamina.
"Buat PLN dan Pertamina tentu sebagaian dana sebagai alokasi penggantian subsidi yang mereka sudah kerjakan, plus perkuatan arus kas sebagai akibat pelambatan bisnis akibat Covid (penurunan daya beli ) dan aspek eksternal lain yg di luar kontrol perusahaan, seperti jatuhnya harga minyak," sambung Toto.