PKS: Pemerintah Harus Beri Tenggat Waktu China Tuntaskan Kasus ABK Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendesak Pemerintah Indonesia untuk memberikan tenggat waktu pengusutan kasus perbudakan anak buah kapal (ABK) Indonesia ke Pemerintah China.
(Baca juga: Pemerintah China Pastikan Selidiki Kasus Perbudakan ABK Indonesia)
Hal tersebut dikatakan oleh Ketua DPP PKS bidang Pekerja Petani dan Nelayan, Riyono, dalam diskusi bertajuk Mengungkap Tabir Masalah Pekerja Migran Sektor Kelautan dan Perikanan di Luar Negeri secara daring, Jumat (15/5/2020).
"Terkait pemanggilan Dubes Tiongkok yang sudah dilakukan, pemerintah harus mendapatkan kepastian bahwa pemerintah Tiongkok serius mengusut ini. Bukti keseriusannya dilihat dengan memberikan tenggat waktu untuk mengusut problem ini. Ini sangat penting," kata Riyono.
(Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Pemerintah Dinilai Tak Paham Esensi Putusan MA)
Dia juga mengapresiasi Pemerintah Indonesia, karena telah melakukan pelaporan kasus tersebut ke Dewan HAM PBB sebagai bentuk protes keras. Akan tetapi, upaya mengawal pelaporan itu harus dilakukan karena China jelas memiliki pengaruh besar di PBB.
"Laporan ini harus dikawal, karena apa? China ini adalah kekuatan ekonomi dunia. Di tengah pandemi Covid-19 juga mereka masih memiliki kekuatan jalur internasional yang luar biasa. Sehingga jangan sampai laporan tersebut hanya sekadar administratif oleh Pemerintah Indonesia, kemudian tidak berujung pada penyelesaian yang berkeadilan," ungkapnya.
Kemudian yang ketiga kata Riyono, segera lakukan ratifikasi ILO 188 agar Indonesia memiliki hukum internasional dalam melindungi ABK-nya terlebih melihat kondisi seperti ini terus terjadi secara berulang.
"Jika semua langkah di atas dalam jangka pendek tidak membuahkan hasil, kami berharap ada moratorium. Pengentian pengiriman tenaga kerja di sektor perikanan kelautan untuk sementara agar para ABK terhindar dari perbudakan dan kejahatan kapal-kapal asing," tegas Riyono.
Adapun lemahnya perlindungan terhadap ABK Indonesia dikonfirmasi oleh Program Manager Union Migrant Indonesia (Unimig) Indonesia, Yeherina Gusman. Banyak pekerja migran khususnya ABK yang tidak dikaver asuransi sedangkan pekerjaan mereka sangat berisiko tinggi.
"Kami pernah menangani sebuah kasus seorang ABK yang tangannya, tulang jari-jarinya terkena besi di kapal yang beratnya berton-ton. Dia tidak dikaver oleh asuransi," kata Yeherina.
Ketika ABK itu dirawat di rumah sakit, sambung dia, sama agensinya malah disuruh kabur. "Dibilang 'udah kamu kabur aja'. Bukannya dibantu atau dicarikan jalan atau fasilitas kesehatan malah disuruh kabur," ujarnya.
Dia melanjutkan, masalahnya para ABK itu kerja di tempat yang jauh. Labour law dari Pemerintah Taiwan tidak berlaku di wilayah itu. "Nah ini menjadi kendala Pemerintah Taiwan bagaimana bisa melindungi teman-teman ABK untuk mendapatkan perlindungan," ujar kandidat Doktor National Chengchi University, Taiwan ini.
Maka itu dirinya mendesak pemerintah Indonesia, membuat regulasi yang dapat melindungi ABK. "Harus ada aturan atau undang-undang khusus dari Pemerintah kita agar teman-teman ABK terlindungi," pungkasnya.
(Baca juga: Pemerintah China Pastikan Selidiki Kasus Perbudakan ABK Indonesia)
Hal tersebut dikatakan oleh Ketua DPP PKS bidang Pekerja Petani dan Nelayan, Riyono, dalam diskusi bertajuk Mengungkap Tabir Masalah Pekerja Migran Sektor Kelautan dan Perikanan di Luar Negeri secara daring, Jumat (15/5/2020).
"Terkait pemanggilan Dubes Tiongkok yang sudah dilakukan, pemerintah harus mendapatkan kepastian bahwa pemerintah Tiongkok serius mengusut ini. Bukti keseriusannya dilihat dengan memberikan tenggat waktu untuk mengusut problem ini. Ini sangat penting," kata Riyono.
(Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Pemerintah Dinilai Tak Paham Esensi Putusan MA)
Dia juga mengapresiasi Pemerintah Indonesia, karena telah melakukan pelaporan kasus tersebut ke Dewan HAM PBB sebagai bentuk protes keras. Akan tetapi, upaya mengawal pelaporan itu harus dilakukan karena China jelas memiliki pengaruh besar di PBB.
"Laporan ini harus dikawal, karena apa? China ini adalah kekuatan ekonomi dunia. Di tengah pandemi Covid-19 juga mereka masih memiliki kekuatan jalur internasional yang luar biasa. Sehingga jangan sampai laporan tersebut hanya sekadar administratif oleh Pemerintah Indonesia, kemudian tidak berujung pada penyelesaian yang berkeadilan," ungkapnya.
Kemudian yang ketiga kata Riyono, segera lakukan ratifikasi ILO 188 agar Indonesia memiliki hukum internasional dalam melindungi ABK-nya terlebih melihat kondisi seperti ini terus terjadi secara berulang.
"Jika semua langkah di atas dalam jangka pendek tidak membuahkan hasil, kami berharap ada moratorium. Pengentian pengiriman tenaga kerja di sektor perikanan kelautan untuk sementara agar para ABK terhindar dari perbudakan dan kejahatan kapal-kapal asing," tegas Riyono.
Adapun lemahnya perlindungan terhadap ABK Indonesia dikonfirmasi oleh Program Manager Union Migrant Indonesia (Unimig) Indonesia, Yeherina Gusman. Banyak pekerja migran khususnya ABK yang tidak dikaver asuransi sedangkan pekerjaan mereka sangat berisiko tinggi.
"Kami pernah menangani sebuah kasus seorang ABK yang tangannya, tulang jari-jarinya terkena besi di kapal yang beratnya berton-ton. Dia tidak dikaver oleh asuransi," kata Yeherina.
Ketika ABK itu dirawat di rumah sakit, sambung dia, sama agensinya malah disuruh kabur. "Dibilang 'udah kamu kabur aja'. Bukannya dibantu atau dicarikan jalan atau fasilitas kesehatan malah disuruh kabur," ujarnya.
Dia melanjutkan, masalahnya para ABK itu kerja di tempat yang jauh. Labour law dari Pemerintah Taiwan tidak berlaku di wilayah itu. "Nah ini menjadi kendala Pemerintah Taiwan bagaimana bisa melindungi teman-teman ABK untuk mendapatkan perlindungan," ujar kandidat Doktor National Chengchi University, Taiwan ini.
Maka itu dirinya mendesak pemerintah Indonesia, membuat regulasi yang dapat melindungi ABK. "Harus ada aturan atau undang-undang khusus dari Pemerintah kita agar teman-teman ABK terlindungi," pungkasnya.
(maf)