Menghindari Hoaks dengan Terbiasa Berpikir Kritis

Rabu, 20 Januari 2021 - 22:25 WIB
loading...
Menghindari Hoaks dengan Terbiasa Berpikir Kritis
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid atau Alissa Wahid. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Ancaman pandemi Corona (Covid-19) belum selesai, tetapi ada harapan bahwa pandemi akan segera mereda dengan kabar hadirnya vaksin.

Kendati demikian, sayangnya hoaks seputar vaksin Covid-19 juga sekencang ancaman virusnya. Karena itu, di samping butuhnya vaksinasi untuk menjaga imunitas fisik, penting juga untuk melakukan "vaksinasi nalar" kepada masyarakat agar tidak mudah terpengaruh kabar bohong atau hoaks.

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid atau Alissa Wahid mengatakan saat ini sulit untuk menghindari banjirnya informasi, khususnya dari internet.

Menurut dia, yang harus dilakukan adalah mengelola informasi itu dari dalam diri sendiri, tidak bisa dari luar.

”Istilahnya bagus sekali, vaksinasi terhadap banjir informasi, karena dari banjir informasi itu ada informasi yang baik dan ada yang tidak. Nah hoaks masuk dalam informasi yang tidak baik, ‘penyakit’, virus informasi. Karena itu harus dilakukan dengan vaksin di dalam tubuh,” ujar Alissa Wahid di Sleman, Selasa 19 Januari 2021.



Menurut dia, masyarakat harus dibiasakan untuk berpikir kritis. Jika tebiasa untuk kritis maka siapa pun tidak asal menerima ketika ada informasi yang masuk.

Dia mencontohkan informasi tentang Covid-19. Menurut dia, sumber yang kredibel adalah dari pemerintah dan juga dari ahli medis. Kalau dari yang lain harus dicek terlebih dahulu.

”Contoh lainnya misalnya tentang terorisme ektremisme yang lalu ada ajakan untuk melakukan hal-hal yang muatannya adalah kebencian, maka kita perlu melihat lagi ‘dalam agama kita mengajarkan kebencian apa tidak ya ? kan tidak.’ Berarti itu informasi yang tidak benar. Itu vaksin yang pertama,” tuturnya.

Lalu "vaksin" kedua, menurut Alissa mencari guru agama, terutama terkait dengan agama dan ideologi harus guru yang mumpuni, jangan asal ambil dari internet.

Menurut dia, harus dipastikan guru agama memiliki ilmu cukup tinggi dan diakui. Kemudian jika terkait dengan ideologi negara, maka perlu mencari informasi yang memadai.

”Kita cek apakah ideologi tersebut sesuai Pancasila atau tidak? Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 atau tidak ? Kalau tidak sesuai berarti kita tolak. Itu vaksi yang kedua. Lalu vaksin yang ketiga itu adalah apakah informasi ini selaras dengan apa yang digariskan oleh pemerintah,” katanya.

Putri sulung dari Presiden ke-4 Indonesia Almarhum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu menyampaikan, hoaks dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama, berasal karena orang iseng. Kedua, ada orang yang memang secara ideologi sedang memperjuangkan agenda tertentu.

Kalau hoaks yang disebar orang iseng biasanya untuk seru-seruan.”Mereka ini belum punya rasa tanggung jawab terhadap hidup bermasyarakat. Hal yang seperti ini yang mengesalkan dan bisa membahayakan. Karena itu anak muda harus kita ingatkan untuk tidak sembarangan membuat bercadaan atau konten yang itu jutru menimbulkan keresahan,” tutur Alissa.

Misalnya, menyebar informasi tentang akan ada ancaman bom. Hoaks seperti itu sangat berbahaya. Sedangkan yang kedua, kata dia, hoaks karena agenda politik dan agama.”Kadang di antara mereka sendiri kemudian muncul kelompok-kelompok yang lebih militan. Kemudian kelompok tersebut menghalalkan segala cara termasuk dengan cara melemparkan disinformasi, misinformasi termasuk hoaks itu sendiri,” ujar wanita yang juga Dewan Pengawas Wahid Foundation ini.

Sekretaris Jenderal Gerakan Suluh Kebangsaan ini menghimbau agar kelompok yang menyebarkan kebencian dan hasutan segera ditindak. Pemerintah harus berperan untuk menghentikan kelompok-kelompok ini.

”Pemerintah perlu bekerja sama dengan kelompok-kelompok strategis dalam masyarakat supaya kelompok strategis ini bisa menjalankan perannya dan bersinergi dengan pemerintah. Misalnya media massa, bagaimana agar mereka ini juga ikut menjaga agar hoaks tidak semakin menyebar,” ungkapnya.



Dia juga mengingatkan perlunya peran pemerintah memfasilitasi kelompok-kelompok agama agar mereka bisa melakukan penyuluhan pendidikan kepada umatnya masing-masing.

Tujuannya agar praktik beragamanya bersifat moderat. Tugas pemerintah mengonsolidasikan, kemudian juga memfasilitasi

Tokoh agama dan tokoh masyarakat juga diharapkannya lebih aktif di media sosial. Menurut dia, saat ini hoaks banyak berkembang dengan sangat cepat karena adanya media sosoal dan internet. Jadi jika pemuka agama dan tokoh masyarakat tidak hadir di dalam media sosial maka akan sulit.

”Jadi pesan damai, pesan persatuan, pesan yang kritikal itu semuanya akan kalah dengan banjir informasi yang ada di media sosoal dan internet jika para tokoh ini tidak aktif di sana," katanya.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2243 seconds (0.1#10.140)