Hanya Kurangi Vonis Penjara, Putusan Banding Jerinx Bisa Bikin Malapetaka

Rabu, 20 Januari 2021 - 19:20 WIB
loading...
Hanya Kurangi Vonis Penjara, Putusan Banding Jerinx Bisa Bikin Malapetaka
ICJR menyayangkan putusan banding kasus Jerinx SID yang hanya mengurangi hukuman penjara tetapi pasal yang dikenakan tetap. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai hakim banding Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar Bali gagal melakukan koreksi pertimbangan dalam perkara I Gede Ari Astina alias Jerinx SID . Hal ni dapat berujung pada malapetaka di Indonesia.

Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Abraham Todo Napitupulu menyatakan, pada dasar ICJR tetap mengapresiasi hakim banding Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar atas putusan banding yang mengurangi masa pidana Jerinx. Tetapi bagi Erasmus hal itu belum cukup karena hakim tingkat banding melewatkan kesempatan mengoreksi pertimbangan putusan hakim tingkat pertama.

"Malapetaka itu adalah organisasi disamakan dengan golongan suku, agama dan ras, artinya setiap organisasi, khususya profesi bisa melaporkan adanya penghinaan atau ujaran kebencian pada mereka," tegas Erasmus melalui siaran pers yang diterima SINDOnews di Jakarta, Rabu (20/1/2021).

(Baca: Terjerat Kasus 'IDI Kacung WHO' Vonis Jerinx SID Dipangkas Jadi 10 Bulan)

Sebagaimana diketahui, pada 19 Januari 2021 PT Denpasar memotong pidana penjara terhadap Jerinx dari 14 bulan pada pengadilan tingkat pertama menjadi 10 bulan. Majelis hakim banding beralasan bahwa pemidanaan bukanlah bersifat pembalasan.
Baca Juga: Kasus Istri Nurhadi, KPK Selidiki Penyewaan Rumah Persembunyian di Simprug

Penjatuhan pidana/hukuman tidaklah dimaksudkan untuk melakukan balas dendam melainkan lebih bersifat edukatif agar selepas menjalani hukuman seorang terdakwa menjadi orang yang lebih baik.

"ICJR mengamini argumen yang disampaikan bahwa hukum pidana memang tidak ditujukan untuk membalas dendam. Namun yang harus diperhatikan dalam kasus Jerinx, berdasarkan argumen hukum, keadilan serta hak asasi manusia, Jerinx tidak dapat dipidana dengan pasal yang digunakan dalam tuntutan penuntut umum," ujarnya.
Baca Juga: KPK Selisik Aliran Uang Suap Eksportir Benur ke Staf Istri Edhy Prabowo

Erasmus mengungkapkan, sebelumnya majelis hakim Pengadilan Negeri Denpsar menyatakan Jerinx terbukti bersalah berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, yaitu menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Ini berarti majelis hakim menyepakati menilai Jerinx tidak terbuukti menghina Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagaimna dakwaan pertama JPU, Pasal 27 ayat (3). Sayangnya majelis hakim justru memutus Jerinx bersalah menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian terhadap golongan dokter.

"Hal ini jelas merupakan kontradiksi, di satu sisi majelis hakim menyatakan tidak ada penghinaan terhadap IDI sebagai organisasi, namun Majelis Hakim sepakat adanya penyebaran kebencian antar golongan termasuk profesi dokter yang diwakili oleh IDI," kata Erasmus.

(Baca: Putusan Banding, Hukuman Wawan Ditambah Jadi 7 Tahun Penjara)

Dia menjelaskan, perlu diingatkan kembali bahwa pernyataan Jerinx ditujukan kepada IDI sebagai organisasi, yang memiliki dimensi kepentingan publik. Dengan demikian, maka jelas harus dipisahkan dengan perasaan personal dokter.

Erasmus memaparkan, majelis hakim banding harusnya bisa melihat bahwa tidak tepat untuk menyatakan Organisasi Profesi sebagai “antargolongan” yang dilindungi oleh Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Menyamakan profesi dengan suku, agama dan Ras jelas merendahkan standar yang ingin dituju oleh pasal 28 ayat (2) UU ITE dan Pasal 156 KUHP.

Terlebih lagi, tutur Erasmus, yang dikritik oleh Jerinx adalah IDI yang merupakan sebuah lembaga berbadan hukum dan tidak secara serta merta sama dengan golongan dokter pada umumnya. Karenanya kata dia, putusan hakim tingkat pertama jelas berbahaya bagi iklim demokrasi di Indonesia.

"Dengan kondisi ini, maka setiap lembaga profesi bisa melaporkan adanya penyebaran kebencian untuk mewakili profesi tertentu, lebih berbahaya, Hakim dalam kasus ini menyamakan profesi dengan suku, agama dan ras," bebernya.

Dia menambahkan, bagi ICJR harusnya jika argumen hakim pengadilan banding adalah mengenai keadilan, tidak ada alasan bagi majelis hakim banding untuk menguatkan putusan bersalah Jerinx di tingkat PN. Lebih mengecewakan, hakim banding telah melewatkan kesempatan untuk mengoreksi pertimbangan hakim tingkat pertama yang dapat berujung pada malapetaka di Indonesia.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.9312 seconds (0.1#10.140)