Tokoh Agama Diingatkan Terus Bangun Nasionalisme dan Keagamaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tahun 2020 telah dilalui bangsa ini dengan berbagai rintangan dan problematika kebangsaan yang kompleks. Salah satunya terkait politik identitas di ruang publik.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan peran serta para tokoh agama dan ulama untuk membantu mempertahankan serta membangun nasionalisme kegamaan di tengah-tengah masyarakat.
Terkait hal tersebut, Ketua Umum Pengurus Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) , Anggia Ermarini mengatakan, Fatayat NU sudah melakukan langkah itu mulai dari ceramah atau dakwah dan hal yang kecil dengan mengenalkan tentang kebangsaan, bendera Merah Putih termasuk mengenalkan para pahlawan bangsa. Yang itu semua diperkenalkan di forum-forum keagamaan NU.
”Saya selalu mengatakan, ketika kita mengadakan rutinan di seluruh daerah di Indonesia, para daiyah-daiyah ini tidak hanya berbicara tentang menyempurnakan salat saja. Tetapi juga bagaimana menyempurnakan ibadah-ibadah ritual. Namun kita juga harus selalu mencintai negara,” ujar Anggia Ermarini di Jakarta, Rabu (13/01/2021).
Karena itu, kata dia, mempertahankan, membangun karakter serta membangun nasionalisme adalah hal penting untuk diajarkan di samping mengajarkan tentang akidah keagamaan.
Dia menyebutkan ada hal yang perlu menjadi catatan karena tantangannya juga berbeda. Tantangan lima atau 10 tahun lalu dengan hari ini berbeda. Termasuk juga untuk isu-isu persatuan dan kesatuan. Isu pluralisme Bhineka Tunggal Ika dan isu tentang radikalisasi itu tantangannya berbeda.
”Artinya, kita yang 'produk lama' ini perlu di-update dan di-upgrade lagi tentang kapasitas dan keterampilan untuk menyikapi isu-isu yang terus berkembang ini.” ucap wanita yang juga menjabat sebagai Sekretaris PP Lembaga Kesehatan NU (LKNU) ini.
Dia menyampaikan hingga saat ini lumayan berfikir keras untuk mengikuti perubahan-perubahan yang dinamis termasuk mewaspadai radikalisme.
Menurut dia, negara perlu mengintervensi, meningkatkan kapasitas atau peran-peran dari para komunitas-komunitas seperti yang dimiliki NU atau Muhammadiyah ini.
”Karena mereka ini sudah punya potensi, sudah punya gerakan-gerakan yang mampu dijadikan sebagai alat untuk merespons isu-isu atau perkembangan hari ini dan tinggal dimanfaatkan saja sebetulnya,” katanya.
Dia menuturkan, paham seperti terorisme dan radikalisme ini pergerakannya sangat halus sekali. Untuk itu, intervensi yang dilakukan juga harus lebih halus lagi di masyarakat, terutama kepada para ustaz dan kiai-kiai atau para sepuh di masyarakat untuk mampu merespon hal itu.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan peran serta para tokoh agama dan ulama untuk membantu mempertahankan serta membangun nasionalisme kegamaan di tengah-tengah masyarakat.
Terkait hal tersebut, Ketua Umum Pengurus Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) , Anggia Ermarini mengatakan, Fatayat NU sudah melakukan langkah itu mulai dari ceramah atau dakwah dan hal yang kecil dengan mengenalkan tentang kebangsaan, bendera Merah Putih termasuk mengenalkan para pahlawan bangsa. Yang itu semua diperkenalkan di forum-forum keagamaan NU.
”Saya selalu mengatakan, ketika kita mengadakan rutinan di seluruh daerah di Indonesia, para daiyah-daiyah ini tidak hanya berbicara tentang menyempurnakan salat saja. Tetapi juga bagaimana menyempurnakan ibadah-ibadah ritual. Namun kita juga harus selalu mencintai negara,” ujar Anggia Ermarini di Jakarta, Rabu (13/01/2021).
Karena itu, kata dia, mempertahankan, membangun karakter serta membangun nasionalisme adalah hal penting untuk diajarkan di samping mengajarkan tentang akidah keagamaan.
Dia menyebutkan ada hal yang perlu menjadi catatan karena tantangannya juga berbeda. Tantangan lima atau 10 tahun lalu dengan hari ini berbeda. Termasuk juga untuk isu-isu persatuan dan kesatuan. Isu pluralisme Bhineka Tunggal Ika dan isu tentang radikalisasi itu tantangannya berbeda.
”Artinya, kita yang 'produk lama' ini perlu di-update dan di-upgrade lagi tentang kapasitas dan keterampilan untuk menyikapi isu-isu yang terus berkembang ini.” ucap wanita yang juga menjabat sebagai Sekretaris PP Lembaga Kesehatan NU (LKNU) ini.
Dia menyampaikan hingga saat ini lumayan berfikir keras untuk mengikuti perubahan-perubahan yang dinamis termasuk mewaspadai radikalisme.
Menurut dia, negara perlu mengintervensi, meningkatkan kapasitas atau peran-peran dari para komunitas-komunitas seperti yang dimiliki NU atau Muhammadiyah ini.
”Karena mereka ini sudah punya potensi, sudah punya gerakan-gerakan yang mampu dijadikan sebagai alat untuk merespons isu-isu atau perkembangan hari ini dan tinggal dimanfaatkan saja sebetulnya,” katanya.
Dia menuturkan, paham seperti terorisme dan radikalisme ini pergerakannya sangat halus sekali. Untuk itu, intervensi yang dilakukan juga harus lebih halus lagi di masyarakat, terutama kepada para ustaz dan kiai-kiai atau para sepuh di masyarakat untuk mampu merespon hal itu.
(dam)