Indonesia Kekurangan Inspektur Penerbangan

Selasa, 12 Januari 2021 - 07:51 WIB
loading...
Indonesia Kekurangan Inspektur Penerbangan
Pengamat penerbangan Ziva Narendra Arifin menyebut Indonesia kekurangan liaison officer (LO) atau semacam inspektur di maskapai. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Jatuhnya pesawat Boeing 737-500 milik Sriwijaya Air membuat masyarakat mempertanyakan aspek keselamatan dan keamanan bisnis penerbangan . Indonesia disebut kekurangan inspektur untuk mengawasi operasional dan perawatan pesawat di maskapai.

Saat terjadi insiden kecelakaan pesawat, perhatian akan tertuju pada faktor cuaca, human error, dan kondisi pesawat itu sendiri. Bahkan, usia pesawat juga dipertanyakan. Pesawat Boeing 737-500 milik Sriwijaya Air yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu sudah 26 tahun.

Pengamat penerbangan Ziva Narendra Arifin mengatakan setiap pesawat akan melakukan program perawatan sesuai dengan petunjuk dari pabrikan. Perawatan ini, menurutnya, dilakukan secara berkelanjutan tanpa mempertimbangkan berapa tahun pesawat ini beroperasi. "Programnya tetap sama, hanya seiring bertambahnya usia dalam periode waktu ada perawatan besar. Untuk pesawat yang sudah berusia, ada extra perhatian pada aspek korosi, misalnya, assembly di bodi atau struktural," katanya saat dihubungi SINDONews, Senin (11/1/2020). ( )

Ziva menerangkan para teknisi menggunakan X-ray untuk melihat apakah ada keretakan atau faktor lain yang menyebabkan pada bagian pesawat. Jika ditemukan kerusakan, akan langsung diganti. Setiap pesawat akan menjalani perawatan rutin, mulai dari harian, mingguan, bulanan, hingga tahunan. "Selama program ini dijalankan, suku cadangnya tersedia, dan operator mematuhi guideline-nya semestinya isu reliabilitas pesawat itu tidak dipertanyakan," ujarnya.

Pada Boeing sempat mengeluarkan petunjuk baru bagi pesawat yang tidak beroperasi selama seminggu. Ziva menerangkan petunjuk itu khusus untuk tipe pesawat 737 Next Generation. Boeing menemukan kerentanan pada salah satu bagian turbin karena lama diparkir di area terbuka. Salah satu maskapai yang mengalami adalah Alaska Airlines. Salah satu pesawatnya harus melakukan prosedur darurat karena mengalami engine shutdown.

Ziva menyebutkan semua maskapai Indonesia yang memiliki Boeing jenis 800 NG dan 900, seperti Garuda Indonesia, Lion Air, dan Sriwijaya, telah melakukan perbaikan. Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi pesawat, seperti kelembaban udara dan cuaca. ( )

"Ini faktor alam yang bisa secara langsung berkontribusi. Namun, Jika ini secara langsung berdampak pada pesawat itu tidak aman, saya mengatakan tidak. Karena faktor-faktor seperti ini, kerusakannya itu muncul bertahap," katanya.

Setelah semua faktor itu ramai dibahas, sekarang muncul mengenai pengawasan terhadap maskapai. Presiden Direktur Aviatory Indonesia itu mengungkapkan Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Ditjen Hubud Kemenhub) akan menempatkan liaison officer (LO) atau semacam inspektur di maskapai. Ditjen Hubud biasanya menempatkan inspektur untuk urusan operasional (FOI) dan perawatan (FMI).

"Cuma kita kekurangan inspektur. Kadang satu inspektur bisa megang beberapa maskapai. (dalam) Pengawasan ada keterbatasan jumlah inspektur atau pengawas dari pemerintah. Kalau kita lihat operator udara dari Sabang sampai Merauke, ada berapa ratus pesawat, kita kekurangan inspektur FOI dan FMI, yang ekspertis di tipe-tipe pesawat, mulai dari helikopter, jet, dan baling-bali," katanya.

Aturan dalam bisnis transportasi sangat rigid karena sekali kecelakaan, korbannya kemungkinan akan banyak. Maka, peraturan mengenai perawatan, pergantian suku cadang, dan pelatihan kru kabin, harus dilakukan berkala. Semua itu tidak bisa ditawar lagi.



Ziva menjelaskan sejak pandemi COVID-19, regulator penerbangan internasional dan Indonesia, telah beberapa kali melakukan amandemen aturan. Bisnis penerbangan merupakan yang paling terpukul oleh pandemi ini. Dia menyebut ada beberapa program perawatan yang dikecualikan.

"Dengan harapan tidak terlalu membebani maskapai dan tidak melanggar batas-batas keselamatan. Begitu juga masalah training atau sertifikasi kru penerbangan, seperti pilot, pramugari, dan teknis. Semua masih dalam batasan wajar," katanya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1551 seconds (0.1#10.140)