Jawa-Bali Diperketat, Pemerintah Disarankan Perkuat Hal Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana menerapkan pembatasan kegiatan secara ketat mulai berlaku 11-25 Januari di wilayah Jawa-Bali. Meski kebijakan baru kerap diberlakukan, upaya itu dinilai wajar karena harus menyesuaikan dinamika pandemi yang terjadi.
Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai kebijakan tersebut memang harus dilakukan meski pembatasan kegiatan tersebut bukan seperti PSBB di awal yang sangat ketat. Asalkan, pemerintah terus mengevaluasi secara berkala sehingga diketahui seberapa efektifnya implementasi kebijakan tersebut.
"Masih pembatasan biasa saja. Tapi apapun itu, daripada enggak ada. Memang kebijakan itu harus sering dievaluasi minimal setiap 2 minggu karena pandemi ini bukan sifatnya statis atau stagnan," kata Dicky kepada SINDOnews, Kamis (7/1/2021)
(Baca:Ini Kenapa Ada Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Jawa-Bali Mulai 11-25 Januari 2021)
Lebih lanjut, Dicky menegaskan wilayah Jawa dan Bali memang wajib dibatasi secara ketat. Meskipun tidak menutup kemungkinan wilayah lain di luar kedua pulau tersebut juga menerapkan hal serupa.
Bagi dia, segala kebijakan yang dikeluarkan harus berdasarkan kajian berbasis data sains yang valid. Di sisi lain, pemerintah juga harus mempunyai sistem monitoring atau kriteria dalam menentukan wilayah mana saja yang harus diperketat.
Hanya, Dicky mengingatkan agar strategi itu harus diperkuat dengan penerapan tracing, testing, dan treatment (3T). Sebab, dirinya menilai pelaksanaan di Indonesia masih belum kuat.
"Padahal itu jauh lebih penting dari pengetatan pembatasan. Dalam hirarki penanganan pandemi, 3T ini sangat penting. Tapi ini luput dalam perhatian pemerintah. Tidak akan efektif kalau 3T bukan menjadi strategi fundamental," ujarnya.
(Baca:PSBB Jawa-Bali, Doni Monardo Sebut Peningkatan Kasus Covid-19 Sangat Tinggi)
Selain itu, ia mendorong pemerintah untuk mulai menerapkan dan menyosialisasikan pentingnya 5M. Kebijakan itu berkembang dibanding sebelumnya yaitu protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak).
"Dua M lagi itu membatasi mobilitas interaksi orang dan menghindari kerumunan. Ini wajib dilakukan selain 3T tadi. Semua orang harus tahu karena ini juga melalui kajian epidemiologi," tandasnya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa-Bali guna menekan penyebaran virus Corona (Covid-19), 11-25 Januari 2020. Kebijakan itu hasil rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/1).
Beberapa poinnya ketentuan itu antara lain, membatasi kapasitas tempat kerja dengan work from home (WFH) 75 persen, kegiatan belajar secara daring, jam buka pusat perbelanjaan sampai pukul 19.00, kapasitas makan-minum di tempat maksimal 25 persen, dan lainnya.
Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai kebijakan tersebut memang harus dilakukan meski pembatasan kegiatan tersebut bukan seperti PSBB di awal yang sangat ketat. Asalkan, pemerintah terus mengevaluasi secara berkala sehingga diketahui seberapa efektifnya implementasi kebijakan tersebut.
"Masih pembatasan biasa saja. Tapi apapun itu, daripada enggak ada. Memang kebijakan itu harus sering dievaluasi minimal setiap 2 minggu karena pandemi ini bukan sifatnya statis atau stagnan," kata Dicky kepada SINDOnews, Kamis (7/1/2021)
(Baca:Ini Kenapa Ada Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Jawa-Bali Mulai 11-25 Januari 2021)
Lebih lanjut, Dicky menegaskan wilayah Jawa dan Bali memang wajib dibatasi secara ketat. Meskipun tidak menutup kemungkinan wilayah lain di luar kedua pulau tersebut juga menerapkan hal serupa.
Bagi dia, segala kebijakan yang dikeluarkan harus berdasarkan kajian berbasis data sains yang valid. Di sisi lain, pemerintah juga harus mempunyai sistem monitoring atau kriteria dalam menentukan wilayah mana saja yang harus diperketat.
Hanya, Dicky mengingatkan agar strategi itu harus diperkuat dengan penerapan tracing, testing, dan treatment (3T). Sebab, dirinya menilai pelaksanaan di Indonesia masih belum kuat.
"Padahal itu jauh lebih penting dari pengetatan pembatasan. Dalam hirarki penanganan pandemi, 3T ini sangat penting. Tapi ini luput dalam perhatian pemerintah. Tidak akan efektif kalau 3T bukan menjadi strategi fundamental," ujarnya.
(Baca:PSBB Jawa-Bali, Doni Monardo Sebut Peningkatan Kasus Covid-19 Sangat Tinggi)
Selain itu, ia mendorong pemerintah untuk mulai menerapkan dan menyosialisasikan pentingnya 5M. Kebijakan itu berkembang dibanding sebelumnya yaitu protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak).
"Dua M lagi itu membatasi mobilitas interaksi orang dan menghindari kerumunan. Ini wajib dilakukan selain 3T tadi. Semua orang harus tahu karena ini juga melalui kajian epidemiologi," tandasnya.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk menerapkan pembatasan kegiatan masyarakat di Jawa-Bali guna menekan penyebaran virus Corona (Covid-19), 11-25 Januari 2020. Kebijakan itu hasil rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/1).
Beberapa poinnya ketentuan itu antara lain, membatasi kapasitas tempat kerja dengan work from home (WFH) 75 persen, kegiatan belajar secara daring, jam buka pusat perbelanjaan sampai pukul 19.00, kapasitas makan-minum di tempat maksimal 25 persen, dan lainnya.
(muh)