Ormas Dinilai Harus Menjadi Pengayom Persatuan

Kamis, 07 Januari 2021 - 09:25 WIB
loading...
Ormas Dinilai Harus Menjadi Pengayom Persatuan
Sejak dahulu oganisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan telah memainkan peran penting dalam membangun bangsa. Perlu peran ulama dan umara untuk mengawal ormas sebagai alat pemersatu, bukan pemecah belah bangsa. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sejak dahulu organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan telah memainkan peran penting dalam membangun bangsa. Perlu peran ulama dan umara untuk mengawal ormas sebagai alat pemersatu, bukan pemecah belah bangsa.

Dai milenial Habib Husein Ja’far Al Hadar mengatakan, dalam konteks kebangsaan, pemersatu bangsa adalah “Persatuan Indonesia” yang sudah termuat dalam sila ketiga Pancasila.

Adapun dalam konteks keislaman, “ukhuwah” atau persatuan adalah di antara doktrin utama, baik persatuan sesama muslim, sesama warga negara, atau sesama manusia.

”Maka, organisasi masyarakat (ormas) atas nama kebangsaan atau keislaman memang sudah sepatutnya bisa menjadi pengayom persatuan, baik bagi masyarakat dan bangsa ini,” ujar Habib Husein Ja’far Al Hadar di Jakarta, Rabu 6 Januari 2021.

Habib Husein menyampaikan, seperti yang diketahui secara umum, ada dua ormas terbesar Islam di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Kedua ormas tersebut sudah sejalan dengan persatuan kebangsaan sejak dulu hingga kini.

”Selain itu memang ada tantangan pada beberapa ormas lain. Namun paling tidak optimisme tetap ada karena NU dan Muhammadiyah ini sudah sejalan,” tuturnya. ( )

Dia mengharapkan kepada NU dan Muhammadiyah sebagai dua ormas Islam terbesar di Indonesia ini untuk selalu tampil terdepan dalam mengayomi ormas lain untuk berada di khittahnya dalam misi memajukan bangsa Indonesia ini.

”Ulama itu pemimpin umat, sedangkan umara’ pemimpin rakyat. Umat itu rakyat, rakyat itu umat. Maka, keduanya harus membangun. Bukan hanya sekadar komunikasi, tetapi juga bersinergi agar umat dan rakyat tak bingung,” katanya.

Menurut dia, jangan sampai antara ulama dan umara ini justru terpolarisasi. Harus diingat bahwa persatuan itu adalah salah satu kunci dan prestasi. Kunci keutuhan bangsa dan prestasi suatu bangsa.

”Lihat yang terjadi terhadap negara-negara di Timur Tengah sana yang gagal dalam memadukan nasionalisme dan Islamisme, sehingga mereka terus terjebak dalam perpecahan dan kehancuran,” katanya mengingatkan.

Oleh sebab itu, lanjut dia, narasi kebinekaan adalah modal utama. Perbedaan mustahil bisa disingkirkan. Maka tak ada pilihan lain kecuali harus bersatu di tengah perbedaan yang ada tersebut.

”Bukan hanya mau bersatu kalau terhadap yang sama saja. Itu namanya persamaan bukan persatuan. Maka dari itu penting untuk mengemukakan narasi-narasi kesatuan, yakni di tengah perbedaan, fokus apa yang menjadi kesatuan di antara kita,” ujarnya mengakhiri. ( )
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0886 seconds (0.1#10.140)