Kerap Dibandingkan, Pengamat: Publik Nilai Risma Antitesis Anies Baswedan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menyatakan, sudah lama mantan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini (Risma) dinilai oleh sebagian masyarakat sebagai antitesis dari figur Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hal ini dikatakan Karyono merespons ramainya aksi dukung mendukung dua figur ini oleh netizen.
Menurut Karyono, dua sosok kepala daerah ini posisikan secara diametral, kerap dihadap-hadapkan secara kontras, utamanya terkait soal kebijakan dan karakter kepemimpinan. "Risma dinilai sebagian publik sebagai pemimpin yang berhasil membangun kota, sementara Anies suskes membangun dan menyusun kata," ungkapnya saat dihubungi SINDOnews, Rabu (30/12/2020). (Baca juga: Pengamat: Anies-Risma Adu Kuat Membangun Citra Positif di DKI Jakarta)
Maka tak heran, kata Karyono, polemik netizen itu pun masih berlanjut saat Risma sebagai menteri sosial, melakukan blusukan ke sejumlah tempat di kawasan DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Agenda tersebut lantas dihubungkan dengan agenda politik di DKI. Tentu saja kunjungan Risma di sejumlah titik di wilayah Jakarta yang salah satunya mengunjungi warga yang tinggal di bantaran sungai memancing pelbagai pendapat spekulasi. Menurutnya, ini sudah menjadi karakter kepemimpinan Risma yang selalu ingin melihat permasalahan dari dekat sebagaimana yang sudah dilakukan selama memimpin Kota Surabaya.
(Baca Juga : Risma Temui Pemulung, Pengamat: Blusukan Sudah Tak Lagi Menarik )
Tetapi di sisi lain, orang boleh saja menafsirkan lain yaitu dengan menghubungkan dengan pertarungan Pilgub DKI yang akan datang. "Seandainya benar Risma nanti maju di Pilgub DKI yang akan datang juga tidak masalah. Itu hak setiap warga negara asal memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," ujarnya. (Baca juga: Blusukan Pertama setelah Jabat Mensos, Risma Sasar Pemulung di Belakang Kantornya)
Karyono melanjutkan, sebenarnya bukan kali ini saja, publik menghubung-hubungkan sepak terjang Risma dengan agenda Pilkada DKI Jakarta yang akan datang. Kinerja Risma dalam membangun Kota Surabaya kerap dibandingkan dengan kinerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Meskipun pengakuan Risma dalam sebuah talksow, secara pribadi dia tidak nyaman dan keberatan jika dibanding-bandingkan dengan kepala daerah lain. Namun demikian, di tengah kebebasan berpendapat dan keterbukaan informasi, Risma tentu tidak bisa melarang pendapat publik. Terlebih, di media sosial, semakin sulit dikendalikan karena serasa dunia milik netizen.
Terlepas itu, katanya, publik tentu punya hak untuk menilai kinerja kepala daerah. Bahkan tidak hanya membandingkan kinerja Risma dengan Anies Baswedan, publik juga sering membandingkan kinerja Anies dengan gubernur DKI Jakarta sebelumnya. "Dalam persepsi publik, kinerja pemerintah DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies memang dinilai lebih buruk dibanding gubernur sebelumnya," ungkap dia.
Dia menuturkan, hasil survei Populi Center September 2019, tingkat kepuasan masyarakat Jakarta terhadap kinerja Anies mengalami tren penurunan. Pada September 2019 responden yang menjawab puas sebesar 58,5%, turun dari tahun sebelumnya yaitu di posisi 58,9%. Yang menjawab sangat puas hanya sebesar 7%, turun dari tahun sebelumnya di posisi 10, 9%.
Hal yang sama juga dipublis lembaga survei Indo Barometer pada Januari 2020 mengafirmasi rendahnya kinerja Anies dibanding pendahulunya. Sebelumnya, Indo Barometer mengukur tingkat keberhasilan tiga gubernur terakhir DKI Jakarta. "Ada lima indikator yang dijadikan pengukuran, yakni penanganan banjir, kemacetan, pendidikan, kesehatan dan ekonomi warga. Hasilnya, sebanyak 42% responden menilai Ahok lebih berhasil mengatasi banjir Jakarta. Selanjutnya, Jokowi 25% dan Anies hanya 4,1% responden yang menilai berhasil. Kemudian, sebanyak 35,3% menilai Ahok berhasil menangani kemacetan, Jokowi 35,1% responden dan Anies hanya 8,3% responden," tambahya.
Bagi Karyono, publik memiliki logika sendiri yang lebih sederhana dalam menilai suatu kebijakan atau kinerja kepala daerah di luar dari indikator keberhasilan pembangunan di atas kertas. Logika yang banyak digunakan masyarakat awam dalam menilai kinerja pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah/kepala daerah yaitu dengan melihat realisasi pembangunan dengan logika sederhana yaitu apa yang mereka lihat dan apa yang mereka rasakan. "Dengan kata lain, masyarakat lebih membutuhkan pemimpin yang pandai membangun kota, bukan sekadar pandai membangun kata," ucap Karyono.
Menurut Karyono, dua sosok kepala daerah ini posisikan secara diametral, kerap dihadap-hadapkan secara kontras, utamanya terkait soal kebijakan dan karakter kepemimpinan. "Risma dinilai sebagian publik sebagai pemimpin yang berhasil membangun kota, sementara Anies suskes membangun dan menyusun kata," ungkapnya saat dihubungi SINDOnews, Rabu (30/12/2020). (Baca juga: Pengamat: Anies-Risma Adu Kuat Membangun Citra Positif di DKI Jakarta)
Maka tak heran, kata Karyono, polemik netizen itu pun masih berlanjut saat Risma sebagai menteri sosial, melakukan blusukan ke sejumlah tempat di kawasan DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Agenda tersebut lantas dihubungkan dengan agenda politik di DKI. Tentu saja kunjungan Risma di sejumlah titik di wilayah Jakarta yang salah satunya mengunjungi warga yang tinggal di bantaran sungai memancing pelbagai pendapat spekulasi. Menurutnya, ini sudah menjadi karakter kepemimpinan Risma yang selalu ingin melihat permasalahan dari dekat sebagaimana yang sudah dilakukan selama memimpin Kota Surabaya.
(Baca Juga : Risma Temui Pemulung, Pengamat: Blusukan Sudah Tak Lagi Menarik )
Tetapi di sisi lain, orang boleh saja menafsirkan lain yaitu dengan menghubungkan dengan pertarungan Pilgub DKI yang akan datang. "Seandainya benar Risma nanti maju di Pilgub DKI yang akan datang juga tidak masalah. Itu hak setiap warga negara asal memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan," ujarnya. (Baca juga: Blusukan Pertama setelah Jabat Mensos, Risma Sasar Pemulung di Belakang Kantornya)
Karyono melanjutkan, sebenarnya bukan kali ini saja, publik menghubung-hubungkan sepak terjang Risma dengan agenda Pilkada DKI Jakarta yang akan datang. Kinerja Risma dalam membangun Kota Surabaya kerap dibandingkan dengan kinerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Meskipun pengakuan Risma dalam sebuah talksow, secara pribadi dia tidak nyaman dan keberatan jika dibanding-bandingkan dengan kepala daerah lain. Namun demikian, di tengah kebebasan berpendapat dan keterbukaan informasi, Risma tentu tidak bisa melarang pendapat publik. Terlebih, di media sosial, semakin sulit dikendalikan karena serasa dunia milik netizen.
Terlepas itu, katanya, publik tentu punya hak untuk menilai kinerja kepala daerah. Bahkan tidak hanya membandingkan kinerja Risma dengan Anies Baswedan, publik juga sering membandingkan kinerja Anies dengan gubernur DKI Jakarta sebelumnya. "Dalam persepsi publik, kinerja pemerintah DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies memang dinilai lebih buruk dibanding gubernur sebelumnya," ungkap dia.
Dia menuturkan, hasil survei Populi Center September 2019, tingkat kepuasan masyarakat Jakarta terhadap kinerja Anies mengalami tren penurunan. Pada September 2019 responden yang menjawab puas sebesar 58,5%, turun dari tahun sebelumnya yaitu di posisi 58,9%. Yang menjawab sangat puas hanya sebesar 7%, turun dari tahun sebelumnya di posisi 10, 9%.
Hal yang sama juga dipublis lembaga survei Indo Barometer pada Januari 2020 mengafirmasi rendahnya kinerja Anies dibanding pendahulunya. Sebelumnya, Indo Barometer mengukur tingkat keberhasilan tiga gubernur terakhir DKI Jakarta. "Ada lima indikator yang dijadikan pengukuran, yakni penanganan banjir, kemacetan, pendidikan, kesehatan dan ekonomi warga. Hasilnya, sebanyak 42% responden menilai Ahok lebih berhasil mengatasi banjir Jakarta. Selanjutnya, Jokowi 25% dan Anies hanya 4,1% responden yang menilai berhasil. Kemudian, sebanyak 35,3% menilai Ahok berhasil menangani kemacetan, Jokowi 35,1% responden dan Anies hanya 8,3% responden," tambahya.
Bagi Karyono, publik memiliki logika sendiri yang lebih sederhana dalam menilai suatu kebijakan atau kinerja kepala daerah di luar dari indikator keberhasilan pembangunan di atas kertas. Logika yang banyak digunakan masyarakat awam dalam menilai kinerja pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah/kepala daerah yaitu dengan melihat realisasi pembangunan dengan logika sederhana yaitu apa yang mereka lihat dan apa yang mereka rasakan. "Dengan kata lain, masyarakat lebih membutuhkan pemimpin yang pandai membangun kota, bukan sekadar pandai membangun kata," ucap Karyono.
(cip)