Crazy Rich Muda Masuk Kabinet, Politikus PKB Sebut Jokowi Terpaksa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masuknya sejumlah pengusaha muda yang memiliki kekayaan melimpah atau disebut crazy rich menjadi sorotan publik paska reshuffle kabinet yang dilakukan 23 Desember 2020. Sandiaga Uno dan Muhammad Lutfi misalnya, kedua orang ini menambah daftar panjang menteri Jokowi yang berlatar pengusaha kaya yakni, Nadiem Makarim dan Erick Thohir.
Terkait hal ini, Ketua DPP Partai Kebagkitan Bangsa (PKB) Faisol Riza menegaskan bahwa bukan berarti yang tidak crazy rich tidak bisa masuk kabinet. Hanya usaha mereka harus lebih besar ketimbang mereka yang crazy rich. Namun menurutnya, ada yang lebih penting dari itu, yakni bagaimana Jokowi bisa memilih para crazy rich ini.
"Pertanyaan yang harusnya kita sampaikan adalah, benarkah mereka dipilih oleh Pak Jokowi atau kah sebenarnya mereka yang memaksa Pak Jokowi untuk memilih?," kata Faisol dalam diskusi daring Forum Jurnalis Politik (FJP) yang bertajuk "Crazy Rich Masuk Kabinet: Membaca Plutokrasi di Era Jokowi", Minggu (27/12/2020). ( )
Faisol mengakui bahwa pertanyaan ini agak memancing, tetapi dirinya mengajak peserta webinar untuk melihat kembali pada situasi Pilpres 2019. Ada 3 kelompok yang mendukung Jokowi, partai politik (parpol) pendukung yang memiliki tiket pilpres, para relawan yang sudah bekerja banyak dan banyak yang gigit jari karena sudah diabaikan, dan para pengusaha yang kebanyakan pengusaha muda, di mana mereka berperan membantu Jokowi untuk menjadi presiden.
"Kelihatannya ini, tentu saja sebagai pengecualian, Sandi dan mungkin sebagian Lutfi (bagian dari kompetitor pilpres dan eksternal)," katanya.
Mendengar paparan Peneliti dari ISEAS, Made Supriatma, kata Faisol, ada semacam kekuatan pengusaha baru yang sekarang ini tumbuh dan berusaha mengambil porsi kekuasaan, entah untuk Pilpres 2024, untuk diri mereka atau untuk bangsa Indonesia. Jadi, inilah elite-elite baru dan muda yang akan mengisi 20-30 tahun yang akan malang melintang di bisnis, ekonomi dan politik.
"Ini nama-nama yang akan eksis dalam kekusaan dan bisnis," ungkap Faisol. ( )
Karena itu, politikus Senayan ini lebih senang menduga mereka yang memaksa atau membuat Jokowi terpaksa memilih mereka masuk dalam kabinet. Jokowi mungkin tidak memiliki pilihan terlalu banyak dengan situasi COVID-19 seperti ini di mana, ekonomi Indonesia menjadi bagian dari ekonomi global yang ambruk dan berusaha mencari jalan keluar dalam kesempatan yang ada sekecil apapun itu.
"Kalau kita lihat dengan beberapa perjalanan dari anggota-anggota kabinet kita ke beberapa belahan dunia, terjadi proses reshuffle dan terjadi beberapa kekuatan politik Islam kanan, saya kira jelas pesannya bahwa kekuasaan ini sekarang, kabinet ini sekarang sangat friendly terhadap global fund, sebanyak mungkin akan menarik global fund investasi dan semacamnya untuk masuk ke Indonesia. Perlombaan inilah yang sepertinya sedang dilakukan Pak Jokowi," paparnya.
Di beberapa peristiwa politik seperti misalnya, tekanan terhadap Front Pembela Islam (FPI), beberapa penilaian konspirasi bahwa pemerintah akan membukan hubungan politik dengan Israel seperti yang dilakukan beberapa negara Timur Tengah, menurut Ketua Komisi VI DPR ini, di luar persoalan itu, dirinya lebih ingin melihat bahwa kabinet ini mungkin memang kabinet yang diharapkan Jokowi bisa bekerja pada 2021, di mana Jokowi memberikan 2 tekanan, suksesnya vaksinasi dan pemulihan ekonomi lebih cepat.
"Vaksinasi dengan perubahan Menteri Kesehatan dengan Budi Sadikin mungkin lebih praktis, karena sebagai Wamen BUMN, Budi Sadikin beberapa waktu terakhir berkecimpung cukup dalam dalam penanganan COVID-19, menyediakan Wisma Atlet, dan membangun rumah sakit modular, konsolidasi rumah sakit BUMN dari 70 rumah sakit dalam satu induk, di mana IHC (Indonesia Healthcare Corporation) jadi leading company," kata Faisol.
"Melakukan pembelian vaksin baik Sinovac, Sinopharm, Astrzeneca yang gagal karena Menkes yang sebelumnya tidak mau tanda tangan. Ini semua menjadi catatan," katanya.
Terkait hal ini, Ketua DPP Partai Kebagkitan Bangsa (PKB) Faisol Riza menegaskan bahwa bukan berarti yang tidak crazy rich tidak bisa masuk kabinet. Hanya usaha mereka harus lebih besar ketimbang mereka yang crazy rich. Namun menurutnya, ada yang lebih penting dari itu, yakni bagaimana Jokowi bisa memilih para crazy rich ini.
"Pertanyaan yang harusnya kita sampaikan adalah, benarkah mereka dipilih oleh Pak Jokowi atau kah sebenarnya mereka yang memaksa Pak Jokowi untuk memilih?," kata Faisol dalam diskusi daring Forum Jurnalis Politik (FJP) yang bertajuk "Crazy Rich Masuk Kabinet: Membaca Plutokrasi di Era Jokowi", Minggu (27/12/2020). ( )
Faisol mengakui bahwa pertanyaan ini agak memancing, tetapi dirinya mengajak peserta webinar untuk melihat kembali pada situasi Pilpres 2019. Ada 3 kelompok yang mendukung Jokowi, partai politik (parpol) pendukung yang memiliki tiket pilpres, para relawan yang sudah bekerja banyak dan banyak yang gigit jari karena sudah diabaikan, dan para pengusaha yang kebanyakan pengusaha muda, di mana mereka berperan membantu Jokowi untuk menjadi presiden.
"Kelihatannya ini, tentu saja sebagai pengecualian, Sandi dan mungkin sebagian Lutfi (bagian dari kompetitor pilpres dan eksternal)," katanya.
Mendengar paparan Peneliti dari ISEAS, Made Supriatma, kata Faisol, ada semacam kekuatan pengusaha baru yang sekarang ini tumbuh dan berusaha mengambil porsi kekuasaan, entah untuk Pilpres 2024, untuk diri mereka atau untuk bangsa Indonesia. Jadi, inilah elite-elite baru dan muda yang akan mengisi 20-30 tahun yang akan malang melintang di bisnis, ekonomi dan politik.
"Ini nama-nama yang akan eksis dalam kekusaan dan bisnis," ungkap Faisol. ( )
Karena itu, politikus Senayan ini lebih senang menduga mereka yang memaksa atau membuat Jokowi terpaksa memilih mereka masuk dalam kabinet. Jokowi mungkin tidak memiliki pilihan terlalu banyak dengan situasi COVID-19 seperti ini di mana, ekonomi Indonesia menjadi bagian dari ekonomi global yang ambruk dan berusaha mencari jalan keluar dalam kesempatan yang ada sekecil apapun itu.
"Kalau kita lihat dengan beberapa perjalanan dari anggota-anggota kabinet kita ke beberapa belahan dunia, terjadi proses reshuffle dan terjadi beberapa kekuatan politik Islam kanan, saya kira jelas pesannya bahwa kekuasaan ini sekarang, kabinet ini sekarang sangat friendly terhadap global fund, sebanyak mungkin akan menarik global fund investasi dan semacamnya untuk masuk ke Indonesia. Perlombaan inilah yang sepertinya sedang dilakukan Pak Jokowi," paparnya.
Di beberapa peristiwa politik seperti misalnya, tekanan terhadap Front Pembela Islam (FPI), beberapa penilaian konspirasi bahwa pemerintah akan membukan hubungan politik dengan Israel seperti yang dilakukan beberapa negara Timur Tengah, menurut Ketua Komisi VI DPR ini, di luar persoalan itu, dirinya lebih ingin melihat bahwa kabinet ini mungkin memang kabinet yang diharapkan Jokowi bisa bekerja pada 2021, di mana Jokowi memberikan 2 tekanan, suksesnya vaksinasi dan pemulihan ekonomi lebih cepat.
"Vaksinasi dengan perubahan Menteri Kesehatan dengan Budi Sadikin mungkin lebih praktis, karena sebagai Wamen BUMN, Budi Sadikin beberapa waktu terakhir berkecimpung cukup dalam dalam penanganan COVID-19, menyediakan Wisma Atlet, dan membangun rumah sakit modular, konsolidasi rumah sakit BUMN dari 70 rumah sakit dalam satu induk, di mana IHC (Indonesia Healthcare Corporation) jadi leading company," kata Faisol.
"Melakukan pembelian vaksin baik Sinovac, Sinopharm, Astrzeneca yang gagal karena Menkes yang sebelumnya tidak mau tanda tangan. Ini semua menjadi catatan," katanya.
(abd)