Dampak Wabah Covid-19 Berpotensi Turunkan Kompetensi Siswa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wabah virus corona (Covid-19) memberikan dampak serius bagi proses tumbuh kembang anak-anak peserta didik di Indonesia. Kekurangan nutrisi, minimnya akses pendidikan melalui jaringan online, hingga ancaman kekerasan mental membuat Indonesia terancam mengalami 'lost generation' akibat Covid-19.
“Berdasarkan laporan dari Unicef, situasi akibat Covid-19 dalam jangka panjang akan memberikan dampak luar biasa bagi anak-anak di Indonesia. Kondisi ini terjadi karena terganggunya stabilitas pendapatan keluarga dan stabilitas sistem pendidikan di Tanah Air,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Rabu (13/5/2020).
Dia menjelaskan wabah Covid-19 telah banyak memunculkan kelompok masyarakat miskin baru akibat adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun perumahan di berbagai sektor usaha di Indonesia. Hanya dalam dua bulan terakhir, angka kemiskinan di Tanah Air melonjak hingga 2-3%. Kondisi ini berdampak pada penurunan asupan gizi, penurunan kualitas pendidikan, hingga perlindungan yang harus diterima anak-anak Indonesia.
“Kondisi anak-anak Indonesia sebelum Covid-19 telah mengalami banyak kemajuan dibandingkan beberapa dekade terakhir. Asupan nutrisi, akses pendidikan, hingga perlindungan yang mereka terima relatif jauh lebih baik dibandingkan tahun 1990-an. Kondisi ini terancam berantakan dengan adanya wabah Covid-19,” katanya.
Penurunan kualitas pendidikan, kata Huda, juga sangat dirasakan oleh para peserta didik di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini ada sedikitnya 45 juta siswa Indonesia yang tidak dapat bersekolah karena Covid-19. Sementara metode pembelajaran jarak jauh berbasis internet mengalami banyak tantangan karena perbedaan karakteristik daerah, tidak meratanya akses internet, hingga perbedaan kapasitas pengajar dan peserta didik di masing-masing wilayah. (Baca: Kemendikbud Diminta Perhatian Peta Zona Corona Sebelum Buka Sekolah)
“Kondisi ini membuat banyak peserta didik yang kehilangan waktu belajar. Mereka terpaksa hanya berdiam diri di rumah dan menerima materi pelajaran seadanya dari orang tua maupun lingkungan sekitarnya,” ujarnya.
Hilangnya waktu belajar ini, lanjut Huda, berdampak pada tidak terpenuhinya standar pengetahuan dan kompetensi yang seharusnya diterima peserta didik dalam satu jenjang pendidikan. Dalam jangka panjang, kondisi ini akan memengaruhi kualitas dari satu generasi yang kebetulan tumbuh di masa pandemi Covid-19.
“Selain itu, pembatasan sosial yang memaksa anak harus banyak di rumah memunculkan ancaman baru akan peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga kepada anak karena tingkat stres yang tinggi dari para anggota keluarga,” tuturnya.
Politikus PKB ini mendesak agar pemerintah mengantisipasi dampak besar Covid-19 bagi anak Indonesia, terutama di bidang pendidikan. Menurutnya, pemerintah harus memastikan jika setiap anak Indonesia tetap mempunyai akses terhadap pendidikan. Bantuan sosial di bidang pendidikan mulai dari beasiswa hingga bantuan operasional sekolah harus benar-benar dipastikan bagi peserta maupun lembaga pendidikan yang membutuhkan.
“Pemerintah juga harus mulai berpikir untuk memunculkan diversifikasi media pembelajaran jarak jauh selain internet. Pemerintah bisa menggunakan siaran radio, televisi nasional, atau layanan pos sebagai media pembelajaran jarak jauh karena tidak semua peserta didik Indonesia punya akses terhadap internet,” katanya.
Sebelumnya perwakilan Unicef Deborah Comini dalam siaran persnya menyatakan bahwa situasi yang diakibatkan oleh Covid-19 dapat membawa konsekuensi jangka panjang terhadap keselamatan, kesejahteraan, dan masa depan anak-anak di Indonesia.
“Berdasarkan laporan dari Unicef, situasi akibat Covid-19 dalam jangka panjang akan memberikan dampak luar biasa bagi anak-anak di Indonesia. Kondisi ini terjadi karena terganggunya stabilitas pendapatan keluarga dan stabilitas sistem pendidikan di Tanah Air,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Rabu (13/5/2020).
Dia menjelaskan wabah Covid-19 telah banyak memunculkan kelompok masyarakat miskin baru akibat adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun perumahan di berbagai sektor usaha di Indonesia. Hanya dalam dua bulan terakhir, angka kemiskinan di Tanah Air melonjak hingga 2-3%. Kondisi ini berdampak pada penurunan asupan gizi, penurunan kualitas pendidikan, hingga perlindungan yang harus diterima anak-anak Indonesia.
“Kondisi anak-anak Indonesia sebelum Covid-19 telah mengalami banyak kemajuan dibandingkan beberapa dekade terakhir. Asupan nutrisi, akses pendidikan, hingga perlindungan yang mereka terima relatif jauh lebih baik dibandingkan tahun 1990-an. Kondisi ini terancam berantakan dengan adanya wabah Covid-19,” katanya.
Penurunan kualitas pendidikan, kata Huda, juga sangat dirasakan oleh para peserta didik di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini ada sedikitnya 45 juta siswa Indonesia yang tidak dapat bersekolah karena Covid-19. Sementara metode pembelajaran jarak jauh berbasis internet mengalami banyak tantangan karena perbedaan karakteristik daerah, tidak meratanya akses internet, hingga perbedaan kapasitas pengajar dan peserta didik di masing-masing wilayah. (Baca: Kemendikbud Diminta Perhatian Peta Zona Corona Sebelum Buka Sekolah)
“Kondisi ini membuat banyak peserta didik yang kehilangan waktu belajar. Mereka terpaksa hanya berdiam diri di rumah dan menerima materi pelajaran seadanya dari orang tua maupun lingkungan sekitarnya,” ujarnya.
Hilangnya waktu belajar ini, lanjut Huda, berdampak pada tidak terpenuhinya standar pengetahuan dan kompetensi yang seharusnya diterima peserta didik dalam satu jenjang pendidikan. Dalam jangka panjang, kondisi ini akan memengaruhi kualitas dari satu generasi yang kebetulan tumbuh di masa pandemi Covid-19.
“Selain itu, pembatasan sosial yang memaksa anak harus banyak di rumah memunculkan ancaman baru akan peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga kepada anak karena tingkat stres yang tinggi dari para anggota keluarga,” tuturnya.
Politikus PKB ini mendesak agar pemerintah mengantisipasi dampak besar Covid-19 bagi anak Indonesia, terutama di bidang pendidikan. Menurutnya, pemerintah harus memastikan jika setiap anak Indonesia tetap mempunyai akses terhadap pendidikan. Bantuan sosial di bidang pendidikan mulai dari beasiswa hingga bantuan operasional sekolah harus benar-benar dipastikan bagi peserta maupun lembaga pendidikan yang membutuhkan.
“Pemerintah juga harus mulai berpikir untuk memunculkan diversifikasi media pembelajaran jarak jauh selain internet. Pemerintah bisa menggunakan siaran radio, televisi nasional, atau layanan pos sebagai media pembelajaran jarak jauh karena tidak semua peserta didik Indonesia punya akses terhadap internet,” katanya.
Sebelumnya perwakilan Unicef Deborah Comini dalam siaran persnya menyatakan bahwa situasi yang diakibatkan oleh Covid-19 dapat membawa konsekuensi jangka panjang terhadap keselamatan, kesejahteraan, dan masa depan anak-anak di Indonesia.