Eddy Hiariej, Wamenkumham Penyandang Gelar Profesor UGM di Usia 37 Tahun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Jokowi melantik pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/12/2020). Pria yang akrab disapa Prof. Eddy Hiariej ini dipercaya Presiden mendampingi Menkumham, Yasonna Laoly.
Jajak karier Eddy di bidang hukum dan kademisi diakui banyak pihak setelah pria kelahiran Ambon 17 April 1973 itu dinobatkan menjadi Guru Besar di UGM. Kala itu, usia Eddy terbilang masih relatif muda yakni 37 tahun saat menyandang gelar profesor di Kampus tersebut.
Bahkan, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD tak segan menganggap Eddy sebagai 'teman ngopinya' untuk berdiskusi tentang pelbagai diskursus hukum yang berkembang di Indonesia.
(Baca: Lima Wakil Menteri yang Dilantik Hari Ini)
Nama Eddy menjadi buah bibir dan pembicaraan publik saat ia dihadirkan sebagai ahli oleh tim hukum Presiden Jokowi-Ma'ruf Amin di sidang sengketa Pilpres 2019 lalu. Kala itu, Eddy harus 'adu debat' dengan Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga S Uno yang digawangi mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (BW) dan Wamenkum Denny Indrayana. Eddy sempat dipertanyakan duet BW-Indra dalam keahliannya di bidang kepemiluan. Sementara, Eddy sendiri seorang pakar pidana.
Eddy sendiri mengaku sebelum berbicara di hadapan yang mulia hakim kontitusi sempat menelpon Mahfud dan meminta pertimbangan temannya itu. Saat itu, Mahfud mendukung kapasitasnya sebagai pakar pidana lalu berbicara tentang kepemiluan. Benar saja, perdebatan mengenai hal itu mengemuka di sidang sengketa Pilpres 2019. BW bahkan sampai menantang Eddy tentang berapa banyak karya ilmiah Eddy di bidang kepemiluan.
"Sekarang saya ingin tanya. Saya kagum pada sobat ahli tapi pertanyaanya, anda sudah tulis berapa buku yang berkaitan dengan pemilu yang berkaitan dengan TSM? Tunjukkan pada kami bahwa anda benar-benar ahli. Bukan ahli pembuktian, tapi khusus pembuktian yang kaitannya dengan pemilu," tanya BW kepada Eddy dalam sidang PHPU Pilpres 2019, saat itu.
(Baca: Nama Sempat Beredar, Sekjen Muhammadiyah Abdul Mu'ti Tolak Jadi Wamendikbud?)
"Berikan pada kami buku-buku itu mungkin kami bisa belajar. Berikan pada kami jurnal-jurnal internasional yang anda pernah tulis. Kalau itu sudah dilakukan, maka kami akan menakar anda ahli yang top. Jangan sampai ahlinya di A ngomongnya B, tapi tetap ngomong ahli," sambung BW.
Saat diberi kesempatan oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menjawab pertanyaan BW, Eddy pun mengungkapkan bahwa awalnya saat dirinya ingin menjadi ahli hukum pidana untuk Tim Hukum Jokowi - Ma'ruf Amin hal itu pun sempat menjadi perdebatan internal mereka.
Jajak karier Eddy di bidang hukum dan kademisi diakui banyak pihak setelah pria kelahiran Ambon 17 April 1973 itu dinobatkan menjadi Guru Besar di UGM. Kala itu, usia Eddy terbilang masih relatif muda yakni 37 tahun saat menyandang gelar profesor di Kampus tersebut.
Bahkan, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD tak segan menganggap Eddy sebagai 'teman ngopinya' untuk berdiskusi tentang pelbagai diskursus hukum yang berkembang di Indonesia.
(Baca: Lima Wakil Menteri yang Dilantik Hari Ini)
Nama Eddy menjadi buah bibir dan pembicaraan publik saat ia dihadirkan sebagai ahli oleh tim hukum Presiden Jokowi-Ma'ruf Amin di sidang sengketa Pilpres 2019 lalu. Kala itu, Eddy harus 'adu debat' dengan Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga S Uno yang digawangi mantan Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto (BW) dan Wamenkum Denny Indrayana. Eddy sempat dipertanyakan duet BW-Indra dalam keahliannya di bidang kepemiluan. Sementara, Eddy sendiri seorang pakar pidana.
Eddy sendiri mengaku sebelum berbicara di hadapan yang mulia hakim kontitusi sempat menelpon Mahfud dan meminta pertimbangan temannya itu. Saat itu, Mahfud mendukung kapasitasnya sebagai pakar pidana lalu berbicara tentang kepemiluan. Benar saja, perdebatan mengenai hal itu mengemuka di sidang sengketa Pilpres 2019. BW bahkan sampai menantang Eddy tentang berapa banyak karya ilmiah Eddy di bidang kepemiluan.
"Sekarang saya ingin tanya. Saya kagum pada sobat ahli tapi pertanyaanya, anda sudah tulis berapa buku yang berkaitan dengan pemilu yang berkaitan dengan TSM? Tunjukkan pada kami bahwa anda benar-benar ahli. Bukan ahli pembuktian, tapi khusus pembuktian yang kaitannya dengan pemilu," tanya BW kepada Eddy dalam sidang PHPU Pilpres 2019, saat itu.
(Baca: Nama Sempat Beredar, Sekjen Muhammadiyah Abdul Mu'ti Tolak Jadi Wamendikbud?)
"Berikan pada kami buku-buku itu mungkin kami bisa belajar. Berikan pada kami jurnal-jurnal internasional yang anda pernah tulis. Kalau itu sudah dilakukan, maka kami akan menakar anda ahli yang top. Jangan sampai ahlinya di A ngomongnya B, tapi tetap ngomong ahli," sambung BW.
Saat diberi kesempatan oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menjawab pertanyaan BW, Eddy pun mengungkapkan bahwa awalnya saat dirinya ingin menjadi ahli hukum pidana untuk Tim Hukum Jokowi - Ma'ruf Amin hal itu pun sempat menjadi perdebatan internal mereka.