KPK Jelaskan soal Gratifikasi di hadapan Puluhan Direksi BUMN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sosialisasi tentang gratifikasi kepada sekitar 70 orang jajaran direksi dan pegawai dari dua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dua BUMN itu, yakni PT Boma Bisma Indra (PT BBI) dan PT Varuna Tirta Prakasya, Persero (PT VTP). Sosialisasi disampaikan secara online melalui telekonferensi zoom webinar dalam dua sesi terpisah, Selasa 12 Mei 2020, di Jakarta.
Hadir dalam dua sesi tersebut, Direktur Utama PT BBI Yoyok Hadi Satriyono dan Direktur Operasional dan Pemasaran PT BBI M Agus Budiyanto beserta jajaran. Sedangkan dari PT VTP sosialisasi diikuti Direktur Utama Yusuf Danadibrata, Direktur Erwin Satria dan Manager Cabang beserta jajarannya.
"Dalam sosialisasi, KPK menyampaikan informasi tentang dasar hukum dan hal-hal teknis terkait gratifikasi hingga tata cara pelaporan agar dapat memberikan pemahaman yang utuh. Sosialisasi gratifikasi kepada BUMN telah dilakukan KPK sejak lama sebagai bentuk komitmen KPK dalam pengendalian gratifikasi di seluruh Instansi di bawah Kementerian BUMN beserta anak perusahaannya," ujar Pelaksana Tugas Juru bicara KPK, Ipi Maryati dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/5/2020).
KPK juga memberikan pemahaman tentang gratifikasi ilegal, perbedaan gratifikasi dengan suap, serta apa saja bentuk gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan. Gratifikasi ilegal memiliki dua dimensi, yaitu pencegahan dan penindakan.
"Jika penyelenggara negara atau pegawai negeri melaporkan penerimaan gratifikasi dalam 30 hari kerja maka gugur ancaman pidananya. Sebaliknya, jika tidak melaporkan kepada KPK dan terbukti menerima maka sanksi pemidanaan sebagaimana Pasal 12 B UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dapat diterapkan," tuturnya. ( )
Ipi menjelaskan umumnya subjek penerima gratifikasi adalah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepegawaian maupun Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Namun demikian, pegawai yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, atau dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat, merupakan termasuk dalam subyek penerima gratifikasi.
"Karenanya, dia juga terikat pada aturan tentang gratifikasi," kata Ipi.
Dalam sosialisasi tersebut, KPK juga mengingatkan gratifikasi yang diberikan kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri merupakan akar dari tindak pidana korupsi.
Karena itu, lanjut dia, hal ini harus menjadi kesadaran bagi para penyelenggara negara yang akan menerima sesuatu maupun bagi pihak swasta yang ingin memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara.
"Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mendukung pembangunan BUMN Bersih yang bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, serta untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), khususnya melalui implementasi program pengendalian gratifikasi (PPG)," ungkapnya.
KPK berharap sosialisasi ini menjadi langkah awal sinergi antara kedua unit PPG di dua perusahaan BUMN tersebut dengan KPK. Terutama dalam upaya peningkatan pemahaman untuk menolak setiap gratifikasi yang terindikasi suap atau melaporkan jika terpaksa menerima.
"KPK juga mendorong optimalisasi pemanfaatan aplikasi pelaporan gratifikasi online (GOL) jika terpaksa menerima. Dengan GOL, melaporkan penerimaan gratifikasi menjadi semakin mudah, dapat dilakukan kapan saja dan dari mana saja," tuturnya.
Dua BUMN itu, yakni PT Boma Bisma Indra (PT BBI) dan PT Varuna Tirta Prakasya, Persero (PT VTP). Sosialisasi disampaikan secara online melalui telekonferensi zoom webinar dalam dua sesi terpisah, Selasa 12 Mei 2020, di Jakarta.
Hadir dalam dua sesi tersebut, Direktur Utama PT BBI Yoyok Hadi Satriyono dan Direktur Operasional dan Pemasaran PT BBI M Agus Budiyanto beserta jajaran. Sedangkan dari PT VTP sosialisasi diikuti Direktur Utama Yusuf Danadibrata, Direktur Erwin Satria dan Manager Cabang beserta jajarannya.
"Dalam sosialisasi, KPK menyampaikan informasi tentang dasar hukum dan hal-hal teknis terkait gratifikasi hingga tata cara pelaporan agar dapat memberikan pemahaman yang utuh. Sosialisasi gratifikasi kepada BUMN telah dilakukan KPK sejak lama sebagai bentuk komitmen KPK dalam pengendalian gratifikasi di seluruh Instansi di bawah Kementerian BUMN beserta anak perusahaannya," ujar Pelaksana Tugas Juru bicara KPK, Ipi Maryati dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/5/2020).
KPK juga memberikan pemahaman tentang gratifikasi ilegal, perbedaan gratifikasi dengan suap, serta apa saja bentuk gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan. Gratifikasi ilegal memiliki dua dimensi, yaitu pencegahan dan penindakan.
"Jika penyelenggara negara atau pegawai negeri melaporkan penerimaan gratifikasi dalam 30 hari kerja maka gugur ancaman pidananya. Sebaliknya, jika tidak melaporkan kepada KPK dan terbukti menerima maka sanksi pemidanaan sebagaimana Pasal 12 B UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dapat diterapkan," tuturnya. ( )
Ipi menjelaskan umumnya subjek penerima gratifikasi adalah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Kepegawaian maupun Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Namun demikian, pegawai yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, atau dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat, merupakan termasuk dalam subyek penerima gratifikasi.
"Karenanya, dia juga terikat pada aturan tentang gratifikasi," kata Ipi.
Dalam sosialisasi tersebut, KPK juga mengingatkan gratifikasi yang diberikan kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri merupakan akar dari tindak pidana korupsi.
Karena itu, lanjut dia, hal ini harus menjadi kesadaran bagi para penyelenggara negara yang akan menerima sesuatu maupun bagi pihak swasta yang ingin memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara.
"Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka mendukung pembangunan BUMN Bersih yang bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, serta untuk mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), khususnya melalui implementasi program pengendalian gratifikasi (PPG)," ungkapnya.
KPK berharap sosialisasi ini menjadi langkah awal sinergi antara kedua unit PPG di dua perusahaan BUMN tersebut dengan KPK. Terutama dalam upaya peningkatan pemahaman untuk menolak setiap gratifikasi yang terindikasi suap atau melaporkan jika terpaksa menerima.
"KPK juga mendorong optimalisasi pemanfaatan aplikasi pelaporan gratifikasi online (GOL) jika terpaksa menerima. Dengan GOL, melaporkan penerimaan gratifikasi menjadi semakin mudah, dapat dilakukan kapan saja dan dari mana saja," tuturnya.
(dam)