Pemahaman Sains dan Keyakinan Secara Utuh

Jum'at, 11 Desember 2020 - 05:30 WIB
loading...
Pemahaman Sains dan Keyakinan Secara Utuh
Komjen Pol Dharma Pongrekun (Ist)
A A A
Komjen Pol Dharma Pongrekun
Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara

DAPATKAH iman dan sains berdampingan dalam mencari solusi kehidupan?

Sains yang selama ini kita dapatkan melalui proses pendidikan lebih dominan mengasah intelektualitas. Dengan itu, kita sebagai manusia hanya mampu memahami hal-hal fisik yang dilihat oleh mata jasmani, tetapi tidak selalu mampu memahami hal-hal nonfisik, terutama yang berkaitan dengan hukum kekuasaan Tuhan atas segala sesuatu. Melalui sains manusia berpikir dan merasa telah menemukan jawaban, tapi sering jawaban itu justru membingungkan dirinya sendiri. Itu wajar karena membatasi pemahaman pada dunia fisik saja tidak memberikan kepuasan dalam memahami kehidupan semesta secara utuh.

Tidak semua fenomena alam dan kehidupan bisa dipecahkan secara saintifik karena banyak sekali hal-hal yang tidak terjangkau oleh logika manusia yang sudah diprogram lewat sains. Alhasil, dalam menyelesaikan masalah manusia cenderung menggunakan kecerdasan intelektualnya (otak) dalam mencari solusi. Kecerdasan itu sendiri tidak identik dengan nilai yang berdasarkan angka-angka sebagaimana yang diterapkan di bangku kuliah, tetapi kecerdasan itu lebih luas lagi karena menyangkut kecerdasan emosional (jiwa) dan spiritual (roh).

Sesungguhnya setiap orang dianugerahi kecerdasan yang unik dan istimewa, tidak perlu diseragamkan agar dapat saling mengisi satu sama lain. Kecerdasan bersifat multidimensi serta memiliki beragam aspek. Ada kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematik, kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan eksistensial, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan interpersonal. Semuanya itu sangat tergantung dari kecerdasan sel-sel tubuh manusia yang dipengaruhi oleh keharmonisan tiga unsur utama yaitu tubuh, jiwa, dan roh.

Kemampuan menyelesaikan masalah dengan tepat hanya bisa dilakukan bila memiliki kecerdasan spiritual, yakni hikmat dari Tuhan. Keimanan seseorang akan terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Jangan mengaku beriman apabila kita masih takut menghadapi persoalan, karena iman adalah dasar segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang kita lihat, itulah kecerdasan spiritual. Orang beriman selalu memilih langkah maju dan tak pernah gentar menghadapi setiap masalah. Orang beriman bisa melihat sesuatu secara supranatural, yang tidak mungkin menjadi mungkin karena dia mendapat hikmat dari Tuhan.

Hikmat diperoleh awalnya dari rasa takut akan Tuhan yang akan memberikan pengetahuan tentang Yang Mahakudus sehingga langkah-langkah orang yang berhikmat akan selalu tepat, karena dia mengenal dengan benar: mana kehendak Tuhan dan mana yang bukan. Dia tidak akan salah dalam memilih.

Selama ini manusia banyak mencari jawaban dari sains. Masalah apa pun yang muncul, mereka selalu menggunakan pandangan ilmiah (kecerdasan intelektual) mereka sebagai dasar untuk membuktikan masalah tersebut dan menerimanya sebagai kebenaran. Sejak sekolah manusia sudah dikuasai oleh sains, di mana manusia tidak lagi memiliki pengenalan akan Tuhan dengan benar, sehingga tidak sungguh-sungguh menyembah Tuhan karena tidak mengenal kebenaran bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan.

Semakin seseorang terlalu mengandalkan sains yang telah terprogram di dalam intelektualitasnya, mereka akan menjadi semakin tidak masuk akal tentang hal-hal spiritual, karena mereka lebih percaya bahwa segala sesuatu memiliki solusi ilmiah dan hanya melalui penelitian ilmiah yang dapat menyelesaikan apa pun. Mereka tidak mencari Tuhan karena mereka tidak percaya bahwa Tuhan itu ada.

Sering kali manusia lebih mengandalkan sains ataupun solusi ilmiah untuk memecahkan masalah, tetapi tidak lagi melihat masalah dari perspektif kebenaran sejati. Mereka sungguh-sungguh tidak lagi mengandalkan Tuhan dan tidak mencari Tuhan. Bahkan ada sebagian orang yang ingin meneliti Tuhan dengan cara ilmiah yang sama, seperti mereka mempelajari sains, Tentu mereka tidak akan menemukan jawaban yang memuaskan hati.

Contohnya, begitu banyak ahli agama yang mencoba meneliti bagaimana Nabi Musa menyeberangi Laut Merah yang terletak di sebuah teluk pada bagian barat Jazirah Arab yang memisahkan Benua Asia dan Benua Afrika untuk membuktikan secara ilmiah bagaimana laut itu bisa terbelah. Mereka pasti akan kesulitan mendapatkan jawabannya melalui riset ataupun penelitian ilmiah karena yang mereka pahami hanyalah yang bersifat dunia fisik. Ingatlah bahwa kedaulatan Tuhan atas segala sesuatu melampaui segala akal.

Jadi, apa yang sains lakukan kepada manusia bisa menjauhkan atau mendekatkan manusia dengan Tuhan? Sains justru telah menyebabkan manusia, sebagai ciptaan, mempelajari Penciptanya—yang hanya membuat manusia meragukan keberadaan Tuhan. Jangan biarkan sains menjadi pintu masuk Iblis dalam merusak kehidupan manusia seutuhnya karena Iblis akan memanfaatkan keterbatasan sains sebagai tipu muslihat yang digunakan untuk merusak hati manusia dalam berhubungan dengan Penciptanya.

Jadi, inilah sebabnya kenapa sains adalah salah satu pintu masuk yang dapat digunakan Iblis untuk menghancurkan manusia. Untuk itu, kita perlu mencari keseimbangan antara sains dan keyakinan kita terhadap Tuhan. Pada dasarnya, sains itu didapat dari fenomena alam yang semuanya berasal dari kekuasaan Tuhan yang sempurna. Dalam suatu keseimbangan seharusnya tidak ada pertentangan antara keyakinan dan sains, apabila kita percaya sepenuhnya kepada Tuhan yang berdaulat atas segala sesuatu. Justru sains seharusnya dapat semakin mendekatkan diri manusia kepada Tuhan sebagai Penciptanya, bukan sebaliknya. Sains tanpa pengenalan yang benar akan Tuhan akan timpang, agama tanpa sains itu buta (science without religion is lame, religion without science is blind).
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1293 seconds (0.1#10.140)