Membangun Daerah Secara Berkelanjutan

Kamis, 10 Desember 2020 - 21:24 WIB
loading...
Membangun Daerah Secara Berkelanjutan
Delis Jurkanson Hehi (Ist)
A A A
Delis Julkarson Hehi
Pemerhati Sustainable Development Goals

PEMILIHAN umum kepala daerah (pilkada) sudah digelar di 270 wilayah di Indonesia pada 9 Desember 2020. Pilkada ini digelar serentak di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Masyarakat diharapkan tidak larut dalam euforia pilkada, melainkan harus menyelami dasar pemikiran serta pokok-pokok program prioritas pembangunan daerah yang hendak dijalankan pasangan calon (paslon) kepala daerah saat terpilih, serta mengawal proses pembangunan di daerah.

Kehadiran paslon lewat visi dan misi yang jelas, berpihak kepada rakyat, serta terukur, wajar diberikan kesempatan memimpin daerah.

Merengkuh Pekerjaan Layak
Isu pengangguran selalu menjadi topik menarik dibincangkan, baik oleh masyarakat maupun di dalam ruang debat kandidat pemimpin daerah. Selain itu, juga isu indeks pembangunan manusia yang menginterpretasikan capaian dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi turut memiliki relasi erat dengan akses terhadap pekerjaan yang layak.

Indikator yang disajikan oleh Forum Ekonomi Dunia (WEF) menerangkan aspek kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan yang lebih tinggi dan pelatihan bagi pekerja adalah beberapa determinan penyusun global competitiveness index (GCI).

Saya ingin mengambil contoh pendidikan di Kabupaten Morowali Utara, Sulaweasi Tengah yang pada 9 Desember lalu juga menggelar pilkada. Kabupaten ini memiliki kawasan pertambangan. Sejauh ini, pendidikan di Morowali Utara belum cukup membanggakan dalam memberikan sumbangan secara nasional atas peningkatkan GCI. Ada 38,68% penduduk yang memiliki ijazah Sekolah Menengah Atas sederajat, dan 10,77% penduduk tidak memiliki ijazah Sekolah Dasar (Susenas, 2019).

Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk pada suatu daerah mencerminkan kualitas sumber daya manusia (SDM) daerah tersebut. Jelas bahwa, agenda pembangunan di Morowali Utara ke depan akan banyak difokuskan pada peningkatan dan kemudahan akses pendidikan bagi seluruh warga.

Bila kita lihat data Sakernas (2019) tingkat pengangguran terbuka di Morowali Utara pada 2019 meningkat sebesar 1% (yoy). Selain karena peningkatan angka pemutusan hubungan kerja (PHK), data ini menegaskan ada diskrepansi antara pertumbuhanan investasi di Morowali Utara dengan penyerapan tenaga kerja. Mengapa ini terjadi? Ternyata pendidikan dan kesehatan di daerah ini bertumbuh kurang signifikan. Tercatat morbidity rate masih berada pada level 16,45% dari total penduduk.

Dengan merujuk beberapa indikator di atas yang memerlukan perbaikan, seyogianya Morowali Utara bisa berkontribusi dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) poin 8, khususnya indikator 8,6 yaitu mengurangi proporsi usia muda yang tidak bekerja, tidak menempuh pendidikan atau pelatihan.

Lingkungan dan Sumber Pangan
Agenda pembangunan Morawali Utara ke depan mesti didorong dengan pendekatan inklusif. Tidak mengabaikan aspek kelesatarian alam, juga pertumbuhan ekonomi. Beranjak ke aspek lingkungan, kasus degradasi kualitas air berujung pada kesulitan masyarakat mendapatkan air bersih, fly ash yang mengacam sistem pernapasan warga, merupakan fragmen penyusun wajah lingkungan yang kini tengah dihadapi. Jika lama diabaikan, kelak mengancam keberlangsungan hidup warga, pun berdampak terhadap biota perairan, tanaman pangan yang selama ini kerap jadi sumber makanan bagi warga.

Oleh karena itu, tata kelola industri yang ramah lingkungan mesti disusun rigid dan aplikatif agar tidak mencemari lingkungan serta mencemaskan warga. Seperti yang dijelaskan oleh Jared Diamond dalam bukunya bertajuk Collapse (2014) dia mengingatkan kita bahwa salah satu faktor yang menyebabkan runtuhnya peradaban yang telah dibangun manusia adalah kerusakan lingkungan. Jangan sampai sebuah daerah berjalan sempoyongan di antara kerusakan lingkungan yang berjalan cepat dan upaya pemulihan lingkungan. Dinamit pemicu keruntuhan harus segera dijinakan melalui kerja pembangunan yang berorientasi pada kelestarian sumber daya dan pertumbuhan ekonomi.

Selanjutnya, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sejak 2015 sampai 2018 turut mendominasi penciptaan nilai tambah yang signifikan terhadap Morowali Utara, kemudian pada2019 disusul oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 4,284,692 juta rupiah (BPS, 2020).

Harmonisasi ke dua sektor unggulan tersebut dalam mendukung pertumbuhan ekonomi perlu diturunkan dalam bentuk program yang jelas. Peningkatan kapasitas masyarakat, penerapan prinsip smart (sustainable, market oriented, thematic) dalam tata kelola sumber daya, good agriculture practices (GAP) dalam mengorkestrasi potensi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan bisa dijalankan. Petani, nelayan, dan pelaku ekonomi lainnya diarahkan untuk memproduksi produk olahan agar memiliki value added yang secara ekonomi lebih menguntungkan, bila dibandingkan dengan menjual bahan mentah (raw material).

Kemudian, pengelolaan sumber daya perikanan memerlukan keterlibatan multi-sektoral dan multi-pemangku kepentingan untuk dapat diimplementasikan secara optimal. Konsep Sustainable Blue Economy (SBE), sebagai konsep pemanfaatan sumber daya laut untuk pertumbuhan sosial ekonomi yang berfokus pada keberlanjutan laut. Upaya kolaboratif ini diperkuat oleh ketentuan pro-poor, pro-job, dan pro-environment sebagai landasan untuk mencapai pembangunan sektor perikanan yang berkelanjutan. Seluruh gagasan segar ini pasti dinantikan untuk terwujud oleh seluruh lapisan masyarakat. Semoga.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1174 seconds (0.1#10.140)