Membuka Tabir Petaka Kilometer 50 Harus Objektif
loading...
A
A
A
SENIN, 7 Desember 2020 dini hari, enam anak muda laskar Front Pembela Islam (FPI) tewas diterjang timah panas. Keenamnya merupakan pengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) yang dini hari itu hendak melakukan pengajian keluarga di sebuah tempat di Jawa Barat. Penyebab tewasnya enam anak muda itu hingga sekarang masih simpang-siur. Versi polisi, sepeti yang diungkapkan Polda Metro Jaya, keenamnya melakukan penyerangan kepada petugas dengan menggunakan pistol jenis revolver di kilometer 50 tol Jakarta-Cikampek (Japek).
Terjadi adu tembak antara keenamnya dengan petugas sehingga menyebabkan semua korban tewas. Versi lain diungkapkan oleh FPI bahwa keenamnya diculik oleh Orang Tak Dikenal (OTK) dan dieksekusi di sebuah tempat. Masyarakat pun disuguhi saling klaim antara kedua belah pihak. Polisi bersikukuh para pengawal HRS memiliki senjata api, sedangkan FPI dengan tegas menyatakan para pengawal HRS tak dibekali dengan senjata apa pun.
Masyarakat tentu bertanya, bagaimana mungkin kejadian tembak-menembak bak film Holywood di ruas tol tersibuk di Indonesia itu tak ada saksi mata yang melihat? Ruas tol Japek merupakan ruas tol utama yang menghubungkan Jakarta ke berbagai kota lainnya di Jawa. Bahkan, di ruas tol itu, mengutip data Jasa Marga sebagai operator tol, mobil yang melintas ribuan unit per jam. Ruas tol Japek juga dilengkapi dengan kamera CCTV, selain untuk memantau arus lalu-lintas, CCTV itu juga berfungsi memantau pelanggar kecepatan maksimum yang sudah ditentukan.
Anehnya, saat kejadian, banyak CCTV yang tidak beroperasi. Menjadi pertanyaan masyarakat, ruas tol tersibuk dan terpadat di Tanah Air, operatornya abai terhadap fitur yang seharusnya selalu dalam kondisi siaga setiap saat.
Lalu, siapakah pelaku penembakan yang oleh FPI disebut sebagai OTK itu? Versi polisi, mereka adalah petugas yang membela diri karena diserang. Namun, polisi tak menjelaskan dari satuan mana mereka berasal dan apa tugas yang diberikan kepada tim tersebut. Apakah dari satuan Keamanan Negara, Intelkam, ataukah Jatanras? Pihak kepolisian masih belum membuka secara gamblang kejadian di malam yang mematikan itu.
Masyarakat tentu ingin hukum ditegakkan secara adil. Apabila ada oknum-oknum di dalam FPI bersalah dan melakukan pelanggaran hukum, wajib diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Sebaliknya, apabila oknum petugas menyalahi prosedur, tentu wajib mendapatkan perlakuan yang sama di muka hukum. Penegakan hukum yang objektif dan adil merupakan amanat reformasi yang diperjuangkan dengan korban jiwa pada 1998 silam. Masyarakat menunggu, tabir yang masih menutupi petaka dini hari di kilometer 50 itu dibuka secara terang benderang. (*)
Terjadi adu tembak antara keenamnya dengan petugas sehingga menyebabkan semua korban tewas. Versi lain diungkapkan oleh FPI bahwa keenamnya diculik oleh Orang Tak Dikenal (OTK) dan dieksekusi di sebuah tempat. Masyarakat pun disuguhi saling klaim antara kedua belah pihak. Polisi bersikukuh para pengawal HRS memiliki senjata api, sedangkan FPI dengan tegas menyatakan para pengawal HRS tak dibekali dengan senjata apa pun.
Masyarakat tentu bertanya, bagaimana mungkin kejadian tembak-menembak bak film Holywood di ruas tol tersibuk di Indonesia itu tak ada saksi mata yang melihat? Ruas tol Japek merupakan ruas tol utama yang menghubungkan Jakarta ke berbagai kota lainnya di Jawa. Bahkan, di ruas tol itu, mengutip data Jasa Marga sebagai operator tol, mobil yang melintas ribuan unit per jam. Ruas tol Japek juga dilengkapi dengan kamera CCTV, selain untuk memantau arus lalu-lintas, CCTV itu juga berfungsi memantau pelanggar kecepatan maksimum yang sudah ditentukan.
Anehnya, saat kejadian, banyak CCTV yang tidak beroperasi. Menjadi pertanyaan masyarakat, ruas tol tersibuk dan terpadat di Tanah Air, operatornya abai terhadap fitur yang seharusnya selalu dalam kondisi siaga setiap saat.
Lalu, siapakah pelaku penembakan yang oleh FPI disebut sebagai OTK itu? Versi polisi, mereka adalah petugas yang membela diri karena diserang. Namun, polisi tak menjelaskan dari satuan mana mereka berasal dan apa tugas yang diberikan kepada tim tersebut. Apakah dari satuan Keamanan Negara, Intelkam, ataukah Jatanras? Pihak kepolisian masih belum membuka secara gamblang kejadian di malam yang mematikan itu.
Masyarakat tentu ingin hukum ditegakkan secara adil. Apabila ada oknum-oknum di dalam FPI bersalah dan melakukan pelanggaran hukum, wajib diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Sebaliknya, apabila oknum petugas menyalahi prosedur, tentu wajib mendapatkan perlakuan yang sama di muka hukum. Penegakan hukum yang objektif dan adil merupakan amanat reformasi yang diperjuangkan dengan korban jiwa pada 1998 silam. Masyarakat menunggu, tabir yang masih menutupi petaka dini hari di kilometer 50 itu dibuka secara terang benderang. (*)
(bmm)