Pukat Minta KPK Pimpin Pemberantasan Korupsi, Bukan Lembaga Lain
loading...
A
A
A
JAKARTA - Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dianggap berjalan di tempat sejak disahkannya Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang baru. Peneliti Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan lembaga pemberantasan korupsi itu harus membangun integritas yang kuat. Namun KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung, menurut dia, tidak melakukan itu.
“KPK belakangan lebih rajin mengurus nasi goreng. Dulu KPK disuguhi makan saja enggak mau. Sekarang mobil dinas. Ini jauh dari konsep integritas,” ujarnya dalam diskusi daring “Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia : Refleksi Agenda Pemberantasan Korupsi di Indonesia”, Rabu (9/12/2020).
(Baca: Teman-temannya Diciduk KPK, Sri Mulyani Serukan Perang Lawan Koruptor)
Zainal menerangkan sebenarnya keberadaan kepolisian, kejaksaan, dan KPK diharapkan membuat mereka berkompetisi dalam kebaikan. Dalam hal ini, memberantas praktik korupsi.
“Alih-alih melakukan pemberantasan korupsi, mereka tidak bekerja sama dalam pemberantasan korupsi. Sekarang terkesan ada lembaga yang lebih unggul. Ada lembaga yang mengkooptasi lembaga lain,” tuturnya.
KPK, menurutnya, seharusnya memimpin orkestrasi pemberantasan korupsi. Yang terjadi, semua seperti berjalan masing-masing. “KPK enggak ada keberanian dengan penegak hukum (lain). KPK kayak subordinat. Gagap berhadapan dengan kepolisian dan kejaksaan,” tegasnya.
(Baca: KPK Selamatkan Potensi Kerugian Negara Rp56,1 Triliun Selama 2020)
Aparat penegak hukum idealnya mempunyai roadmap pemberantasan korupsi. Selama ini, KPK telah banyak menangkap para koruptor. Sayangnya, hukuman untuk para koruptor berkisar 2-4 tahun penjara.
Zainal mengkritik langkah pimpinan KPK periode ini yang ingin mengedepankan pencegahan. “Pencegahan itu tidak perlu roadmap. Pencegahan itu wilayah yang harus dilakukan semua orang. Mereka harus bekerja dan orkestrasi dipegang oleh KPK,” pungkasnya.
“KPK belakangan lebih rajin mengurus nasi goreng. Dulu KPK disuguhi makan saja enggak mau. Sekarang mobil dinas. Ini jauh dari konsep integritas,” ujarnya dalam diskusi daring “Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia : Refleksi Agenda Pemberantasan Korupsi di Indonesia”, Rabu (9/12/2020).
(Baca: Teman-temannya Diciduk KPK, Sri Mulyani Serukan Perang Lawan Koruptor)
Zainal menerangkan sebenarnya keberadaan kepolisian, kejaksaan, dan KPK diharapkan membuat mereka berkompetisi dalam kebaikan. Dalam hal ini, memberantas praktik korupsi.
“Alih-alih melakukan pemberantasan korupsi, mereka tidak bekerja sama dalam pemberantasan korupsi. Sekarang terkesan ada lembaga yang lebih unggul. Ada lembaga yang mengkooptasi lembaga lain,” tuturnya.
KPK, menurutnya, seharusnya memimpin orkestrasi pemberantasan korupsi. Yang terjadi, semua seperti berjalan masing-masing. “KPK enggak ada keberanian dengan penegak hukum (lain). KPK kayak subordinat. Gagap berhadapan dengan kepolisian dan kejaksaan,” tegasnya.
(Baca: KPK Selamatkan Potensi Kerugian Negara Rp56,1 Triliun Selama 2020)
Aparat penegak hukum idealnya mempunyai roadmap pemberantasan korupsi. Selama ini, KPK telah banyak menangkap para koruptor. Sayangnya, hukuman untuk para koruptor berkisar 2-4 tahun penjara.
Zainal mengkritik langkah pimpinan KPK periode ini yang ingin mengedepankan pencegahan. “Pencegahan itu tidak perlu roadmap. Pencegahan itu wilayah yang harus dilakukan semua orang. Mereka harus bekerja dan orkestrasi dipegang oleh KPK,” pungkasnya.
(muh)