Ini Kata Pengamat Intelijen soal Penembakan 6 Anggota Laskar FPI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Enam anggota laskar khusus Front Pembela Islam (FPI) tewas ditembak polisi Tol Jakarta-Cikampek pada Senin (7/12/2020) dinihari. Polisi menyebut kejadian itu karena mereka diserang lebih dulu, sebaliknya FPI justru mengatakan merekalah yang dihadang.
Pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati menilai, semua pihak harus melihat peristiwa yang terjadi di kemarin yang menewaskan 6 Laskar FPI adalah suatu kondisi sebab akibat.
"Dari awal jika MRS (Muhammad Rizieq Shihab) tidak biarkan pengikutnya lakukan kerumunan di tengah situasi pandemi Covid-19, maka tidak akan ada reaksi dari aparat baik Polri maupun TNI," ujar Susaningtyas saat dihubungi SINDOnews, Selasa (8/12/2020).
(Baca: Apresiasi Langkah FPI, Muhammadiyah: Sebaiknya Polisi Merespons Desakan Investigasi)
Susaningtyas mengatakan, seharusnya Habib Rizieq kooperatif memenuhi panggilan Polri dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran protokol kesehatan termasuk kasus-kasus lain yang belum selesai dimana juga melibatkan dirinya sebelum pergi ke Arab Saudi.
Menurut dia, dalam insiden itu Polri juga harus melakukan evaluasi pemakaian senjata api oleh anggotanya. Bila betul senjata-senjata yang ditunjukkan Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya adalah senjata milik anggota FPI, maka pembelaan Polri atas jiwa anggotanya yang terancam bisa diterima.
((Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Di sisi lain, TNI-Polri pun harus memiliki pembacaan dalam konteks intelijen bahwa yang terjadi kemarin dikhawatirkan bagian dari tes ombak atau tes the water untuk suatu aksi perlawanan yang lebih besar dan membahayakan persatuan kesatuan bangsa.
"Oleh karenanya penanganan terhadap organisasi yang mashabnya intoleran dan radikal harus tegas jangan tanggung dan sedapat mungkin terukur," ujar perempuan yang akrab disapa Nuning ini.
(Baca: Amnesty Internasional Desak Polisi Transparan Usut Tewasnya 6 Anggota FPI)
Untuk itu, lanjut Nuning, deteksi dini harus ditingkatkan agar aktifitas organisasi yang diduga melawan undang-undang dapat diatasi sebelum membesar. Baginya, negara menghormati hak-warga negara dalam kehidupan berdemokrasi, tapi Negara RI yang berdasarkan hukum dan konstitusi tidak memiliki toleransi terhadap gerakan atau ormas yang bersendikan radikalime dan intoleransi di negara kita.
"Satu hal lagi, negara tidak boleh kalah dengan premanisme. Apa yang dilakukan Polri sudah sesuai hukum," kata mantan anggota DPR ini.
Pengamat intelijen Susaningtyas Kertopati menilai, semua pihak harus melihat peristiwa yang terjadi di kemarin yang menewaskan 6 Laskar FPI adalah suatu kondisi sebab akibat.
"Dari awal jika MRS (Muhammad Rizieq Shihab) tidak biarkan pengikutnya lakukan kerumunan di tengah situasi pandemi Covid-19, maka tidak akan ada reaksi dari aparat baik Polri maupun TNI," ujar Susaningtyas saat dihubungi SINDOnews, Selasa (8/12/2020).
(Baca: Apresiasi Langkah FPI, Muhammadiyah: Sebaiknya Polisi Merespons Desakan Investigasi)
Susaningtyas mengatakan, seharusnya Habib Rizieq kooperatif memenuhi panggilan Polri dalam pemeriksaan dugaan pelanggaran protokol kesehatan termasuk kasus-kasus lain yang belum selesai dimana juga melibatkan dirinya sebelum pergi ke Arab Saudi.
Menurut dia, dalam insiden itu Polri juga harus melakukan evaluasi pemakaian senjata api oleh anggotanya. Bila betul senjata-senjata yang ditunjukkan Kapolda Metro Jaya dan Pangdam Jaya adalah senjata milik anggota FPI, maka pembelaan Polri atas jiwa anggotanya yang terancam bisa diterima.
((Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Di sisi lain, TNI-Polri pun harus memiliki pembacaan dalam konteks intelijen bahwa yang terjadi kemarin dikhawatirkan bagian dari tes ombak atau tes the water untuk suatu aksi perlawanan yang lebih besar dan membahayakan persatuan kesatuan bangsa.
"Oleh karenanya penanganan terhadap organisasi yang mashabnya intoleran dan radikal harus tegas jangan tanggung dan sedapat mungkin terukur," ujar perempuan yang akrab disapa Nuning ini.
(Baca: Amnesty Internasional Desak Polisi Transparan Usut Tewasnya 6 Anggota FPI)
Untuk itu, lanjut Nuning, deteksi dini harus ditingkatkan agar aktifitas organisasi yang diduga melawan undang-undang dapat diatasi sebelum membesar. Baginya, negara menghormati hak-warga negara dalam kehidupan berdemokrasi, tapi Negara RI yang berdasarkan hukum dan konstitusi tidak memiliki toleransi terhadap gerakan atau ormas yang bersendikan radikalime dan intoleransi di negara kita.
"Satu hal lagi, negara tidak boleh kalah dengan premanisme. Apa yang dilakukan Polri sudah sesuai hukum," kata mantan anggota DPR ini.
(muh)