Vaksin Merah Putih Masuk Uji Praklinis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengembangan vaksin Covid-19 produksi dalam negeri (vaksin merah putih) terus berlanjut. Bulan ini ditargetkan vaksin merah putih akan memasuki tahap uji klinis pada hewan.
Tahap ini untuk mengetahui keamanan dan imunogenitas desain vaksin merah putih yang dikembangkan beberapa lembaga, yakni Lembaga Biomolekular Eijkman, LIPI, Universitas Airlangga, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Pengembangan vaksin merah putih ini merupakan bagian dari usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19 di Tanah Air. (Baca: Berakhlak yang Baik Menjadi Pemberat Timbangan)
Pemerintah sendiri dalam upaya memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19 menggunakan strategi double track, yaitu untuk mengejar kecepatan pemenuhan dilakukan kerja sama dengan lembaga luar negeri seperti kerja sama Biofarma dan Sinovach China serta mendorong lembaga dalam negeri mengembangkan vaksin merah putih untuk memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19 dalam jangka panjang.
“Update dari yang Eijkman, saat ini sebenarnya masih on track dengan harapan bulan ini barangkali sudah mulai menuju uji hewan, animal test,” ungkap Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro kemarin.
Dia menjelaskan uji praklinis kepada hewan ini untuk memastikan keamanan dan efektivitas desain vaksin Covid-19 sebelum masuk pada tahap uji klinis kepada manusia. Jika tahapan uji praklinis ini menunjukkan hasil menggembirakan, pada bulan Februari atau Maret 2021 bibit vaksin dari pengembangan Eijkman bisa diserahkan kepada Biofarma. “Sehingga paling lambat Februari atau Maret 2021 itu sudah bisa menyerahkan bibit vaksinnya kepada Biofarma. Itu perkembangan yang dari Eijkman,” katanya.
Selain Eijkman, kata Bambang, ada dua lagi pengembangan vaksin merah putih dari tim Unair dan UI yang juga relatif cepat. Bahkan time table-nya hampir sama dengan Eijkman. “Kita melihat ada dua lagi yang relatif cepat dari Universitas Airlangga yang mungkin time table-nya hampir sama dengan Eijkman. Nah jadi mudah-mudahan nanti ketika masuk produksinya pun tidak berbeda jauh,” kata dia. (Baca juga: Sekolah Tatap Muka, Perlu Patroli Khusus Awasi Mobilisasi Siswa)
Dia mengungkapkan vaksin Covid-19 dari enam lembaga sengaja dikembangkan dengan berbagai platform yang berbeda-beda. Perbedaan platform vaksin ini untuk mencari efektivitas dan keamanan yang paling cocok dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
“Mungkin sebelumnya karena pengembangan vaksin banyak didominasi oleh Eijkman dan Biofarma, maka itu yang populer dan protein rekombinan ya. Kemudian ada juga yang inactivated virus meskipun yang rekombinan itu lebih dominan,” katanya.
Pengembangan vaksin dengan platform yang berbeda-beda tersebut, kata Bambang, juga bagian dari upaya agar vaksin merah putih tidak tertinggal dari negara lain. Kendati demikian pihaknya tetap memberikan kebebasan bagi tiap lembaga untuk memilih platform yang paling efektif.
Tahap ini untuk mengetahui keamanan dan imunogenitas desain vaksin merah putih yang dikembangkan beberapa lembaga, yakni Lembaga Biomolekular Eijkman, LIPI, Universitas Airlangga, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Pengembangan vaksin merah putih ini merupakan bagian dari usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19 di Tanah Air. (Baca: Berakhlak yang Baik Menjadi Pemberat Timbangan)
Pemerintah sendiri dalam upaya memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19 menggunakan strategi double track, yaitu untuk mengejar kecepatan pemenuhan dilakukan kerja sama dengan lembaga luar negeri seperti kerja sama Biofarma dan Sinovach China serta mendorong lembaga dalam negeri mengembangkan vaksin merah putih untuk memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19 dalam jangka panjang.
“Update dari yang Eijkman, saat ini sebenarnya masih on track dengan harapan bulan ini barangkali sudah mulai menuju uji hewan, animal test,” ungkap Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro kemarin.
Dia menjelaskan uji praklinis kepada hewan ini untuk memastikan keamanan dan efektivitas desain vaksin Covid-19 sebelum masuk pada tahap uji klinis kepada manusia. Jika tahapan uji praklinis ini menunjukkan hasil menggembirakan, pada bulan Februari atau Maret 2021 bibit vaksin dari pengembangan Eijkman bisa diserahkan kepada Biofarma. “Sehingga paling lambat Februari atau Maret 2021 itu sudah bisa menyerahkan bibit vaksinnya kepada Biofarma. Itu perkembangan yang dari Eijkman,” katanya.
Selain Eijkman, kata Bambang, ada dua lagi pengembangan vaksin merah putih dari tim Unair dan UI yang juga relatif cepat. Bahkan time table-nya hampir sama dengan Eijkman. “Kita melihat ada dua lagi yang relatif cepat dari Universitas Airlangga yang mungkin time table-nya hampir sama dengan Eijkman. Nah jadi mudah-mudahan nanti ketika masuk produksinya pun tidak berbeda jauh,” kata dia. (Baca juga: Sekolah Tatap Muka, Perlu Patroli Khusus Awasi Mobilisasi Siswa)
Dia mengungkapkan vaksin Covid-19 dari enam lembaga sengaja dikembangkan dengan berbagai platform yang berbeda-beda. Perbedaan platform vaksin ini untuk mencari efektivitas dan keamanan yang paling cocok dengan kebutuhan masyarakat Indonesia.
“Mungkin sebelumnya karena pengembangan vaksin banyak didominasi oleh Eijkman dan Biofarma, maka itu yang populer dan protein rekombinan ya. Kemudian ada juga yang inactivated virus meskipun yang rekombinan itu lebih dominan,” katanya.
Pengembangan vaksin dengan platform yang berbeda-beda tersebut, kata Bambang, juga bagian dari upaya agar vaksin merah putih tidak tertinggal dari negara lain. Kendati demikian pihaknya tetap memberikan kebebasan bagi tiap lembaga untuk memilih platform yang paling efektif.