Generasi Muda Bisa Manfaatkan Teknologi untuk Merawat Kemajemukan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menilai keberagaman atau kemajemukan menjadi salah satu kekayaan yang dimiliki Indonesia. Perbedaan agama, suku, budaya, bahasa daerah, dan lainnya seharusnya tidak menjadi penghalang dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan.
Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengatakan, semua orang harus bisa saling berbagi yang diwujudkan dalam tindakan nyata meski memiliki perbedaan latar belakang identitas. Hal itu ditegaskan dalam seminar nasional bertajuk Pengamalan Nilai-nilai Pancasila: Peran Generasi Muda dalam Menjaga serta Merawat Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Selasa (1/12/2020). Kegiatan itu bekerja sama dengan Badan Eksekutif Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM).
"Bangsa ini terdiri dari bebagai suku budaya dan agama maka oleh karenanya kita harus sharing atau berbagi. Walaupun berbeda, kita semua mempunyai kesamaan yang disebut Bhinneka Tunggal Ika," kata Yudian.
Selain itu, masyarakat juga harus mampu bermoderasi atau bertoleransi dalam tindakan sesuai yang terkandung dalam nilai Pancasila sehingga keutuhan dan kerukunan tetap terjaga. "Harus moderasi dengan tindakan dan perilaku yang benar karena dengan itu Pancasila bisa bertahan. Kunci dari moderasi adalah konsensus," lanjut dia.
Dalam kegiatan yang sama, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo memaparkan, dalam era digital, keragaman bisa berpotensi menjadi salah satu masalah utama. Padahal, bangsa Indonesia yang memiliki modal sosial, budaya, dan ekonomi seharusnya dapat berdampingan dengan perbedaan tersebut.
"Saat ini mudah menjamur melalui media sosial yang dimana banyak masyarakat yang kehilangan budaya kritis dan mengkonsumsi semua informasi salah yang masuk tanpa filtrasi," ujar Benny.
( ).
Apalagi isu atau gerakan radikalisme masih terus muncul di tengah kehidupan berbangsa saat ini. Paham tersebut dinilai berbahaya karena memaksakan kebenaran satu pihak dan yang lain. Bahkan, radikalisme itu berpadu dengan aksi teror yang mengancam dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
"Radikalisme adalah ancaman yang memaksakan kebenaran absolut dalam tafsir tunggal yang memaksakan kebenaran dirinya serta yang lain salah. Ini harus dilawan dengan kayakinan yaitu ideologi Pancasila ," tegas Benny.
( ).
Namun menurutnya, ancaman itu masih bisa dicegah jika ada sinergi dari semua elemen untuk memeranginya. Termasuk, peran generasi muda yang dinilai harus ikut berjuang dalam melawan permasalahan tersebut. Benny menilai, pemuda bisa memanfaatkan kemajuan digital dengan merebut ruang publik yang menampilkan persatuan dan keberagaman.
"Kita harus bersama-sama melawan radikalisme. Bisa menggunakan kemajuan teknologi untuk merebut ruang publik dan memasukkan konten kebersamaan, persatuan, dan lainnya," jelasnya.
Ia berharap agar generasi muda dapat mempunyai semangat yang sama atau bahkan lebih besar dari generasi muda di masa perjuangan kemerdekaan atau saat lahirnya Sumpah Pemuda di 1928.
Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengatakan, semua orang harus bisa saling berbagi yang diwujudkan dalam tindakan nyata meski memiliki perbedaan latar belakang identitas. Hal itu ditegaskan dalam seminar nasional bertajuk Pengamalan Nilai-nilai Pancasila: Peran Generasi Muda dalam Menjaga serta Merawat Kerukunan Umat Beragama di Indonesia, Selasa (1/12/2020). Kegiatan itu bekerja sama dengan Badan Eksekutif Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM).
"Bangsa ini terdiri dari bebagai suku budaya dan agama maka oleh karenanya kita harus sharing atau berbagi. Walaupun berbeda, kita semua mempunyai kesamaan yang disebut Bhinneka Tunggal Ika," kata Yudian.
Selain itu, masyarakat juga harus mampu bermoderasi atau bertoleransi dalam tindakan sesuai yang terkandung dalam nilai Pancasila sehingga keutuhan dan kerukunan tetap terjaga. "Harus moderasi dengan tindakan dan perilaku yang benar karena dengan itu Pancasila bisa bertahan. Kunci dari moderasi adalah konsensus," lanjut dia.
Dalam kegiatan yang sama, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo memaparkan, dalam era digital, keragaman bisa berpotensi menjadi salah satu masalah utama. Padahal, bangsa Indonesia yang memiliki modal sosial, budaya, dan ekonomi seharusnya dapat berdampingan dengan perbedaan tersebut.
"Saat ini mudah menjamur melalui media sosial yang dimana banyak masyarakat yang kehilangan budaya kritis dan mengkonsumsi semua informasi salah yang masuk tanpa filtrasi," ujar Benny.
( ).
Apalagi isu atau gerakan radikalisme masih terus muncul di tengah kehidupan berbangsa saat ini. Paham tersebut dinilai berbahaya karena memaksakan kebenaran satu pihak dan yang lain. Bahkan, radikalisme itu berpadu dengan aksi teror yang mengancam dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
"Radikalisme adalah ancaman yang memaksakan kebenaran absolut dalam tafsir tunggal yang memaksakan kebenaran dirinya serta yang lain salah. Ini harus dilawan dengan kayakinan yaitu ideologi Pancasila ," tegas Benny.
( ).
Namun menurutnya, ancaman itu masih bisa dicegah jika ada sinergi dari semua elemen untuk memeranginya. Termasuk, peran generasi muda yang dinilai harus ikut berjuang dalam melawan permasalahan tersebut. Benny menilai, pemuda bisa memanfaatkan kemajuan digital dengan merebut ruang publik yang menampilkan persatuan dan keberagaman.
"Kita harus bersama-sama melawan radikalisme. Bisa menggunakan kemajuan teknologi untuk merebut ruang publik dan memasukkan konten kebersamaan, persatuan, dan lainnya," jelasnya.
Ia berharap agar generasi muda dapat mempunyai semangat yang sama atau bahkan lebih besar dari generasi muda di masa perjuangan kemerdekaan atau saat lahirnya Sumpah Pemuda di 1928.
(zik)