Promosi dan Protokol Kesehatan Kunci Bangkitkan Pariwisata Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pariwisata adalah salah satu sektor yang paling terdampak oleh wabah Covid-19. Penerapan protokol kesehatan (Prokes) Covid-19 secara ketat dan promosi dinilai mampu menghidupkan kembali sektor ini.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Resto Indonesia (PHRI) Semarang Benk Mintosih, mengatakan, butuh penangan khusus oleh Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menghidupkan kembali sektor pariwisata di masa pandemi ini. Menurut dia, masing-masing pemda harus menetapkan protokol kesehatan untuk tempat pariwisata dan mempromosikan kepada masyarakat atau calon pengunjung bahwa tempat pariwisata di wilayahnya aman.
“Seluruh Pemda harus meyakinkan kepada calon pengunjung bahwa tempat (wisata) ini aman dengan menerapkan aturan protokoler dengan ketat,” kata Benk dalam diskusi bertajuk Outlook Industri Pariwisata dalam UU Cipta Kerja yang digelar GoodMoney.id pada Kamis, 19 November 2020. (Baca juga: UU Cipta Kerja Beri Angin Segar Bagi Industri Sektor Pariwisata)
Dia optimistis, dengan melakukan upaya itu, tempat-tempat pariwisata bisa kembali hidup. Alasannya, karena masyarakat saat ini di satu sisi ingin sekali pergi berlibur setelah berbulan-bulan terpaksa tidak bisa ke mana-mana karena wabah. Tetapi di sisi lain, mereka takut akan tertular virus Corona.
Lebi jauh Benk mengatakan, kepercayaan akan rasa aman dari Covid-19, saat ini, menjadi faktor yang mutlak dimiliki setiap calon pengunjung tempat pariwisata. Kepercayaan itu menurut Benk harus dibangun melalui promosi oleh setiap Pemda. “Seluruh dinas pemerintah harus berlaku (berperan) dua sisi sekaligus. Satu, setiap dinas harus menjadi dinas pariwisata. Kedua, setiap dinas harus jadi satgas covid,” ucapnya. (Baca juga: Minat Wisata Petualangan dan Alam Terbuka Meningkat)
Selama wabah, banyak pelaku usaha di sektor pariwisata yang babak belur terkena dampak. Untuk itu, Benk menilai diperlukan stimulus berupa subsidi listrik dan pajak dari pemerintah bagi pelaku usaha di sektor pariwisata. “Kalau usaha pariwisata itu paling besar pengeluarannya di listrik, kemudian pajak. Minimal harus ada stimulan berkelanjutan untuk itu,” ujar Benk.
Pengamat Industri Pariwisata, Muslim Jayadi, mengatakan UU Cipta Kerja urgen dihadirkan pada masa sekarang di tengah perekonomian Indonesia terdampak Covid-19, demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan akan memiliki dampak pada sektor pariwisata. “Dalam UU Cipta Kerja perizinanan investasi dimudahkan supaya investasi meningkat” kata Jayadi. (Baca juga: Promosi Pariwisata Indonesia Jalan Terus di Tengah Pandemi)
Poin kemudahan perizinan itu memberikan daya tarik bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia. Jayadi optimistis, dari sekian investor pasti ada yang melirik sektor pariwisata dan sudah siap menanamkan modal di Indonesia setelah disahkannya UU Cipta Kerja. Lebih jauh Jayadi menyampaikan, UU Cipta Kerja juga memberikan dampak positif pada pelaku UMKM di sektor wisata.
“Setiap pengusaha pariwisata diwajibkan mengembangkan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan,” kata Jayadi mengutip Pasal 26 ayat (1) poin (f) UU Cipta Kerja
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Resto Indonesia (PHRI) Semarang Benk Mintosih, mengatakan, butuh penangan khusus oleh Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menghidupkan kembali sektor pariwisata di masa pandemi ini. Menurut dia, masing-masing pemda harus menetapkan protokol kesehatan untuk tempat pariwisata dan mempromosikan kepada masyarakat atau calon pengunjung bahwa tempat pariwisata di wilayahnya aman.
“Seluruh Pemda harus meyakinkan kepada calon pengunjung bahwa tempat (wisata) ini aman dengan menerapkan aturan protokoler dengan ketat,” kata Benk dalam diskusi bertajuk Outlook Industri Pariwisata dalam UU Cipta Kerja yang digelar GoodMoney.id pada Kamis, 19 November 2020. (Baca juga: UU Cipta Kerja Beri Angin Segar Bagi Industri Sektor Pariwisata)
Dia optimistis, dengan melakukan upaya itu, tempat-tempat pariwisata bisa kembali hidup. Alasannya, karena masyarakat saat ini di satu sisi ingin sekali pergi berlibur setelah berbulan-bulan terpaksa tidak bisa ke mana-mana karena wabah. Tetapi di sisi lain, mereka takut akan tertular virus Corona.
Lebi jauh Benk mengatakan, kepercayaan akan rasa aman dari Covid-19, saat ini, menjadi faktor yang mutlak dimiliki setiap calon pengunjung tempat pariwisata. Kepercayaan itu menurut Benk harus dibangun melalui promosi oleh setiap Pemda. “Seluruh dinas pemerintah harus berlaku (berperan) dua sisi sekaligus. Satu, setiap dinas harus menjadi dinas pariwisata. Kedua, setiap dinas harus jadi satgas covid,” ucapnya. (Baca juga: Minat Wisata Petualangan dan Alam Terbuka Meningkat)
Selama wabah, banyak pelaku usaha di sektor pariwisata yang babak belur terkena dampak. Untuk itu, Benk menilai diperlukan stimulus berupa subsidi listrik dan pajak dari pemerintah bagi pelaku usaha di sektor pariwisata. “Kalau usaha pariwisata itu paling besar pengeluarannya di listrik, kemudian pajak. Minimal harus ada stimulan berkelanjutan untuk itu,” ujar Benk.
Pengamat Industri Pariwisata, Muslim Jayadi, mengatakan UU Cipta Kerja urgen dihadirkan pada masa sekarang di tengah perekonomian Indonesia terdampak Covid-19, demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan akan memiliki dampak pada sektor pariwisata. “Dalam UU Cipta Kerja perizinanan investasi dimudahkan supaya investasi meningkat” kata Jayadi. (Baca juga: Promosi Pariwisata Indonesia Jalan Terus di Tengah Pandemi)
Poin kemudahan perizinan itu memberikan daya tarik bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia. Jayadi optimistis, dari sekian investor pasti ada yang melirik sektor pariwisata dan sudah siap menanamkan modal di Indonesia setelah disahkannya UU Cipta Kerja. Lebih jauh Jayadi menyampaikan, UU Cipta Kerja juga memberikan dampak positif pada pelaku UMKM di sektor wisata.
“Setiap pengusaha pariwisata diwajibkan mengembangkan kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan,” kata Jayadi mengutip Pasal 26 ayat (1) poin (f) UU Cipta Kerja
(cip)