Tokoh Islam : Sayyid Juga Manusia Biasa, Dihormati Sewajarnya Saja
loading...
A
A
A
JAKARTA – Ramainya isu di seputar kedatangan Habib Rizieq Shihab (HRS) memantik reaksi beberapa tokoh Islam. Mereka menilai riuhnya polemik seputar HRS akhir-akhir ini akibat kurang utuhnya pemahaman tentang sosok sayyid sehingga memicu penghormatan yang berlebihan.
“Kenapa urusan sayyid ini jadi sedemikian abstrak dan menegangkan? Di satu sisi sepertinya orang-orang itu jarang ketemu sayyid dalam hidup mereka. Jadinya mereka kurang memiliki pengalaman tentang sayyid sebagai manusia biasa,” ujar Katib A’am PBNU KH Yahya Cholil Staquf seperti yang dipublikasikan dalam akun twitter milik @stakof.
Untuk diketahui Sayyid adalah sebutan untuk turunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Husain bin Ali bin Abu Thalib. HRS merupakan keturunan Nabi SAW dari jalur Husain Bin Ali Bin Thalib. Sedangkan keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Hasan bin Ali Bin Thalib lazim disebut sebagai Syarif. Akhir-akhir ini berbagai rentetan peristiwa seputar kedatangan HRS dan dampaknya banyak menghiasi headline media massa maupun timeline di media sosial. (Siapa Perintahkan Pangdam Jaya Copot Baliho Habib Rizieq? Ini Penjelasan Mabes TNI)
Gus Yahya-panggilan akrab KH Yahya Cholil Staquf-menilai penghormatan yang berlebihan kepada sosok sayyid akan berbahaya bagi akal sehat umat Islam di Indonesia. Apalagi jika cara penghormatan yang berlebihan tersebut dimanfaatkan oleh sekelompok sayyid untuk mengalang konsolidasi demi menaikkan nilai tawar dalam peta sosial politik tanah air. “Buat mereka martabat sayyid yang abstrak itu laksana porselen imajinasi yang antik, mahal, tapi gampang pecah,” ujarnya.
Gus Yahya menilai ada perbedaan pola relasi sayyid dan non-sayyid di kota besar dengan di daerah-daerah. Menurutnya hubungan sayyid dan non-sayyid di daerah lebih cair dan manusiawi. Umat memperlakukan mereka layaknya manusia biasa, meskipun tetap dengan penghormatan tertentu. “Lain dengan santri-santri kampung di Rembang sini. Sejak kanak-kanak kami biasa klesetan di langgar bareng sayyid-sayyid. Rebutan berkat, rebutan layangan, kentut-kentutan. Jadinya bagi kami sayyid-sayyid itu ya temen bergaul biasa seperti lain-lainnya. Kami tahu mereka punya pangkat khusus. Kami hormati. Tapi ya gak gitu-gitu amat,” katanya. (Poster Habib Rizieq Dibakar Puluhan Pemuda di Depan Gedung DPRD Jabar)
Sementara itu mantan Ketum PP Muhammadiyah Syafi’I Maarif mengkritisi penghormatan berlebihan kepada sosok yang mengaku keturunan Nabi Muhammad SAW. Menurutnya tindak berlebihan dalam memberikan hormat kepada keturunan Nabi Muhammad SAW merupakan bentuk perbudakan spiritual. “Bagi saya mendewa-dewakan mereka yang mengaku keturunan Nabi adalah bentuk perbudakkan spiritual,” ujar Syafii Maarif dalam akun twitter @SerambiBuya.
Buya Syafii-sapaan akrab Syafii Maarif-mengungkapkan fenomena penghormatan secara berlebihan kepada sosok keturunan Nabi bukan hal baru di Indoenesia. Bahkan Presiden RI Pertama Ir Soekarno pernah secara terbuka mengkritik fenomena tersebut. “Bung Karno puluhan tahun yang lalu sudah mengkritik keras fenomena yang tidak sehat ini,” pungkasnya.
Lihat Juga: Gus Yahya Akui PBNU dan PKB Entitas Berbeda, Gus Jazil: Kita Jalankan Tugas Masing-masing
“Kenapa urusan sayyid ini jadi sedemikian abstrak dan menegangkan? Di satu sisi sepertinya orang-orang itu jarang ketemu sayyid dalam hidup mereka. Jadinya mereka kurang memiliki pengalaman tentang sayyid sebagai manusia biasa,” ujar Katib A’am PBNU KH Yahya Cholil Staquf seperti yang dipublikasikan dalam akun twitter milik @stakof.
Untuk diketahui Sayyid adalah sebutan untuk turunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Husain bin Ali bin Abu Thalib. HRS merupakan keturunan Nabi SAW dari jalur Husain Bin Ali Bin Thalib. Sedangkan keturunan Nabi Muhammad SAW dari jalur Hasan bin Ali Bin Thalib lazim disebut sebagai Syarif. Akhir-akhir ini berbagai rentetan peristiwa seputar kedatangan HRS dan dampaknya banyak menghiasi headline media massa maupun timeline di media sosial. (Siapa Perintahkan Pangdam Jaya Copot Baliho Habib Rizieq? Ini Penjelasan Mabes TNI)
Gus Yahya-panggilan akrab KH Yahya Cholil Staquf-menilai penghormatan yang berlebihan kepada sosok sayyid akan berbahaya bagi akal sehat umat Islam di Indonesia. Apalagi jika cara penghormatan yang berlebihan tersebut dimanfaatkan oleh sekelompok sayyid untuk mengalang konsolidasi demi menaikkan nilai tawar dalam peta sosial politik tanah air. “Buat mereka martabat sayyid yang abstrak itu laksana porselen imajinasi yang antik, mahal, tapi gampang pecah,” ujarnya.
Gus Yahya menilai ada perbedaan pola relasi sayyid dan non-sayyid di kota besar dengan di daerah-daerah. Menurutnya hubungan sayyid dan non-sayyid di daerah lebih cair dan manusiawi. Umat memperlakukan mereka layaknya manusia biasa, meskipun tetap dengan penghormatan tertentu. “Lain dengan santri-santri kampung di Rembang sini. Sejak kanak-kanak kami biasa klesetan di langgar bareng sayyid-sayyid. Rebutan berkat, rebutan layangan, kentut-kentutan. Jadinya bagi kami sayyid-sayyid itu ya temen bergaul biasa seperti lain-lainnya. Kami tahu mereka punya pangkat khusus. Kami hormati. Tapi ya gak gitu-gitu amat,” katanya. (Poster Habib Rizieq Dibakar Puluhan Pemuda di Depan Gedung DPRD Jabar)
Sementara itu mantan Ketum PP Muhammadiyah Syafi’I Maarif mengkritisi penghormatan berlebihan kepada sosok yang mengaku keturunan Nabi Muhammad SAW. Menurutnya tindak berlebihan dalam memberikan hormat kepada keturunan Nabi Muhammad SAW merupakan bentuk perbudakan spiritual. “Bagi saya mendewa-dewakan mereka yang mengaku keturunan Nabi adalah bentuk perbudakkan spiritual,” ujar Syafii Maarif dalam akun twitter @SerambiBuya.
Buya Syafii-sapaan akrab Syafii Maarif-mengungkapkan fenomena penghormatan secara berlebihan kepada sosok keturunan Nabi bukan hal baru di Indoenesia. Bahkan Presiden RI Pertama Ir Soekarno pernah secara terbuka mengkritik fenomena tersebut. “Bung Karno puluhan tahun yang lalu sudah mengkritik keras fenomena yang tidak sehat ini,” pungkasnya.
Lihat Juga: Gus Yahya Akui PBNU dan PKB Entitas Berbeda, Gus Jazil: Kita Jalankan Tugas Masing-masing
(war)