Dua Cara Mengukur Kekuatan Pengaruh Habib Rizieq di Dunia Politik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketenaran Habib Rizieq Shihab sebagai ulama tak lagi diragukan. Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) ini memiliki banyak pengikut yang tersebar di banyak daerah di Tanah Air. Besarnya jumlah pengikut Habib Rizieq paling tidak tercermin pada penyambutannya di Bandara Soekarno-Hatta sekembalinya dari Arab Saudi beberapa waktu lalu.
Kepulangan Habib Rizieq tersebut bahkan langsung disangkutpautkan dengan isu Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Muncul dukungan sebagian kalangan agar tokoh yang kerap memicu pernyataan kontroversial ini maju di Pilpres 2024 . Namun, apakah pengaruh Habib Rizieq sebagai ulama berbanding lurus dengan pengaruhnya di dunia politik? Misalnya, apakah ketika Rizieq maju di pilpres atau jika dia mendukung salah satu calon presiden (capres), pengaruhnya akan cukup menentukan kemenangan?
Kepala Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi mengatakan, untuk mengukur seberapa besar pengaruh Habib Rizieq di dunia politik masih perlu pembuktian. Kekuatan pengaruh Habib Rizieq di politik, menurut dia, itu harus dibuktikan dengan cara Habib Rizieq menjadi capres dulu dan FPI menjadi partai politik (parpol).
( ).
"Ujiannya dua itu, buktikan dulu FPI bisa jadi parpol alternatif, dan jadikan Rizieq sebagai figur politik, bukan hanya ulama," katanya kepada SINDOnews, Minggu (22/11/2020).
Muradi juga menyebut kehadiran Habib Rizieq kembali di Tanah Air tidak otomatis memicu maraknya isu politik identitas. Untuk diketahui, Habib Rizieq merupakan salah satu tokoh yang menggerakkan Aksi Bela Islam 212 pada Desember 2016 saat memprotes Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)--ketika itu menjabat gubernur DKI Jakarta-- karena dinilai melakukan penistaan agama. Aksi ini terus menggelinding dan berujung dipenjarakannya Ahok karena terbukti bersalah oleh pengadilan.
Kekalahan Ahok-Djarot Saeful Hidayat di Pilkada DKI Jakarta 2017 dari Anies Baswedan-Sandiaga Uno diduga ikut dipengaruhi oleh isu politik identitas yang membesar seusai Aksi 212 tersebut. Lantas, apakah kepulangan HRS ke Tanah Air jadi pertanda bakal kembali muncul isu politik identitas di pilpres mendatang?
( ).
Menurut Muradi, politik identitas hanya berpotensi muncul jika Habib Rizieq sendiri yang maju menjadi capres atau calon wakil presiden (cawapres). "Kalau Rizieq sekadar jadi endorsement bagi kandidat lain, isu identitas di pilpres saya kira tidak akan kuat," ujarnya.
"Untuk lahirnya politik identitas, simbol harus benar-benar muncul. Pertanyannya, mampu nggak Habib Rizieq maju menjadi capres?" ujarnya.
Kepulangan Habib Rizieq tersebut bahkan langsung disangkutpautkan dengan isu Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Muncul dukungan sebagian kalangan agar tokoh yang kerap memicu pernyataan kontroversial ini maju di Pilpres 2024 . Namun, apakah pengaruh Habib Rizieq sebagai ulama berbanding lurus dengan pengaruhnya di dunia politik? Misalnya, apakah ketika Rizieq maju di pilpres atau jika dia mendukung salah satu calon presiden (capres), pengaruhnya akan cukup menentukan kemenangan?
Kepala Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi mengatakan, untuk mengukur seberapa besar pengaruh Habib Rizieq di dunia politik masih perlu pembuktian. Kekuatan pengaruh Habib Rizieq di politik, menurut dia, itu harus dibuktikan dengan cara Habib Rizieq menjadi capres dulu dan FPI menjadi partai politik (parpol).
( ).
"Ujiannya dua itu, buktikan dulu FPI bisa jadi parpol alternatif, dan jadikan Rizieq sebagai figur politik, bukan hanya ulama," katanya kepada SINDOnews, Minggu (22/11/2020).
Muradi juga menyebut kehadiran Habib Rizieq kembali di Tanah Air tidak otomatis memicu maraknya isu politik identitas. Untuk diketahui, Habib Rizieq merupakan salah satu tokoh yang menggerakkan Aksi Bela Islam 212 pada Desember 2016 saat memprotes Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)--ketika itu menjabat gubernur DKI Jakarta-- karena dinilai melakukan penistaan agama. Aksi ini terus menggelinding dan berujung dipenjarakannya Ahok karena terbukti bersalah oleh pengadilan.
Kekalahan Ahok-Djarot Saeful Hidayat di Pilkada DKI Jakarta 2017 dari Anies Baswedan-Sandiaga Uno diduga ikut dipengaruhi oleh isu politik identitas yang membesar seusai Aksi 212 tersebut. Lantas, apakah kepulangan HRS ke Tanah Air jadi pertanda bakal kembali muncul isu politik identitas di pilpres mendatang?
( ).
Menurut Muradi, politik identitas hanya berpotensi muncul jika Habib Rizieq sendiri yang maju menjadi capres atau calon wakil presiden (cawapres). "Kalau Rizieq sekadar jadi endorsement bagi kandidat lain, isu identitas di pilpres saya kira tidak akan kuat," ujarnya.
"Untuk lahirnya politik identitas, simbol harus benar-benar muncul. Pertanyannya, mampu nggak Habib Rizieq maju menjadi capres?" ujarnya.
(zik)