Anggap Pendidikan Karakter Anak Penting, LDII Bikin Platform e-Learning
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkarakter dinilai penting untuk menyongsong bonus demografi pada 2030. Pembangunan karakter harus ditanamkan sejak anak anak. Dalam upaya perebutan global atas penguasaan energi, pangan, pangan, air dan logam, kualitas SDM sangat berperan penting.
"LDII memandang penting pembangunan karakter, terutama untuk menyongsong bonus demografi 2030. LDII mencoba berkontribusi pada pembangunan karakter dengan membuat sebuah platform e-learning pondokkarakter.com," kata Ketua Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Chriswanto Santoso dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Sabtu (21/11/2020)
Menurut dia, selama ini pembangunan karakter masih terlalu menekankan pada objek (anak didik). LDII sebaliknya mencoba fokus pada subjek, yakni stakeholder dalam pendidikan anak-anak. "Itulah mengapa platform pondokkarakter.com isinya memberikan pemahaman bagaimana stakeholder dalam menciptakan anak didik yang memiliki karakter kuat," ungkapnya.
(Baca: Kemenag Minta Guru Madrasah Perkuat Pendidikan Karakter di Era Teknologi)
LDII mengklaim pondok karakter bakal menjadi platform e-learning perdana yang fokus pada pendidikan karakter . Menurut Ketua DPP LDII Basseng Muin, pentingnya pendidikan karakter karena karakter itulah yang menentukan kemajuan sebuah bangsa, bukan sumber daya alam.
Karena itu, LDII mengembangkan sebuah karakter profesional religius. Profesional berarti manusia dituntut untuk ahli pada bidang yang ditekuni. Religius artinya dimensi moralitas yang menekankan perilaku manusia yang jujur dan berintegritas.
Basseng mengatakan, karakter menjadi navigasi agar keterampilan tinggi mendapat arah yang tepat. Tanpa karakter, arah pembangunan tidak dapat diketahui arahnya.
“Mendidik karakter itu ada ilmunya tersendiri. Tiap stakeholder memiliki peran masing-masing. Jika stakeholder memahami perannya dan cara melakukannya perannya dalam dunia pendidkan karakter maka otomatis anak didiknya juga akan memiliki karakter profesional religius,” papar Basseng.
(Baca: Pelajar Terlibat Demo Anarkistis, Pendidikan Karakter Dinilai Gagal)
Ada enam stakeholder yang digagas dalam pondokkarakter.com, yakni orang tua, guru, pamong, kepala sekolah, tenaga kependidikan, dan pengelola yayasan. Keenam stakeholder sebagai subyek pendidikan ini memegang peranan penting dalam pembangunan karakter anak didik. Pendidikan tidak hanya berfokus pada objek (anak didik) tapi juga melalui penguatan subjek berupa enam stakeholder tersebut.
Pengamat pendidikan Siti Nurannisa mengatakan, pendidikan seharusnya memang tidak hanya berfokus pada aspek kognitif karena akan menghilangkan momentum membangun karakter anak didik. “Pendidikan karakter tidak bisa hanya diberikan secara teknis, kognitif, dihafalkan, tapi dia hidup dan muncul tumbuh sehinggga bisa dilihat. Diharapkan enam stakeholder itu menumbuhkan dulu karakter di dalam dirinya masing-masing,” paparnya.
Lihat Juga: Bonus Demografi Jadi Potensi dan Tantangan bagi Pemangku Kepentingan Sektor Pekerja Migran
"LDII memandang penting pembangunan karakter, terutama untuk menyongsong bonus demografi 2030. LDII mencoba berkontribusi pada pembangunan karakter dengan membuat sebuah platform e-learning pondokkarakter.com," kata Ketua Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Chriswanto Santoso dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Sabtu (21/11/2020)
Menurut dia, selama ini pembangunan karakter masih terlalu menekankan pada objek (anak didik). LDII sebaliknya mencoba fokus pada subjek, yakni stakeholder dalam pendidikan anak-anak. "Itulah mengapa platform pondokkarakter.com isinya memberikan pemahaman bagaimana stakeholder dalam menciptakan anak didik yang memiliki karakter kuat," ungkapnya.
(Baca: Kemenag Minta Guru Madrasah Perkuat Pendidikan Karakter di Era Teknologi)
LDII mengklaim pondok karakter bakal menjadi platform e-learning perdana yang fokus pada pendidikan karakter . Menurut Ketua DPP LDII Basseng Muin, pentingnya pendidikan karakter karena karakter itulah yang menentukan kemajuan sebuah bangsa, bukan sumber daya alam.
Karena itu, LDII mengembangkan sebuah karakter profesional religius. Profesional berarti manusia dituntut untuk ahli pada bidang yang ditekuni. Religius artinya dimensi moralitas yang menekankan perilaku manusia yang jujur dan berintegritas.
Basseng mengatakan, karakter menjadi navigasi agar keterampilan tinggi mendapat arah yang tepat. Tanpa karakter, arah pembangunan tidak dapat diketahui arahnya.
“Mendidik karakter itu ada ilmunya tersendiri. Tiap stakeholder memiliki peran masing-masing. Jika stakeholder memahami perannya dan cara melakukannya perannya dalam dunia pendidkan karakter maka otomatis anak didiknya juga akan memiliki karakter profesional religius,” papar Basseng.
(Baca: Pelajar Terlibat Demo Anarkistis, Pendidikan Karakter Dinilai Gagal)
Ada enam stakeholder yang digagas dalam pondokkarakter.com, yakni orang tua, guru, pamong, kepala sekolah, tenaga kependidikan, dan pengelola yayasan. Keenam stakeholder sebagai subyek pendidikan ini memegang peranan penting dalam pembangunan karakter anak didik. Pendidikan tidak hanya berfokus pada objek (anak didik) tapi juga melalui penguatan subjek berupa enam stakeholder tersebut.
Pengamat pendidikan Siti Nurannisa mengatakan, pendidikan seharusnya memang tidak hanya berfokus pada aspek kognitif karena akan menghilangkan momentum membangun karakter anak didik. “Pendidikan karakter tidak bisa hanya diberikan secara teknis, kognitif, dihafalkan, tapi dia hidup dan muncul tumbuh sehinggga bisa dilihat. Diharapkan enam stakeholder itu menumbuhkan dulu karakter di dalam dirinya masing-masing,” paparnya.
Lihat Juga: Bonus Demografi Jadi Potensi dan Tantangan bagi Pemangku Kepentingan Sektor Pekerja Migran
(muh)