BP2MI Ingin Akhiri Ego Sektoral dalam Penanganan ABK
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyatakan akan memastikan keselamatan anak buah kapal (ABK) Indonesia yang masih bekerja dan telah kembali ke Tanah Air. BP2MI akan mengurus pemenuhan hak-hak ABK yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia, seperti gaji, asuransi, dan santunan.
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani mengatakan peristiwa pelarungan jenazah ABK asal Indonesia di Kapal Long Xing 629 menjadi momentum perbaikan pekerja migran Indonesia (PMI) sektor perikanan. Selama ini terjadi ketidakjelasan mengenai pembagian kewenangan tata kelola penempatan dan perlindungan ABK.
BP2MI telah membentuk tim investigasi untuk menyelidiki proses penempatan ABK di kapal berbendera China tersebut. “Juga melayangkan surat ke Mabes Polri untuk mendukung proses penyelidikan kasus-kasus pengaduan ABK yang telah diterima oleh BP2MI,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (9/5/2020).
Benny mendorong percepatan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penempatan dan Perlindungan ABK pelaut niaga dan perikanan. Ini akan menjadi instrumen hukum turunan dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
BP2MI siap menerima mandat untuk mengelola penempatan PMI secara keseluruhan, termasuk ABK yang akan bekerja di luar negeri. "BP2MI mengharapkan untuk segera diakhiri ego sektoral dalam penanganan ABK dalam proses penempatan maupun perlindungannya,” tutur Benny.
Berdasarkan data, jumlah pengaduan terkait permasalahan ABK dari 2018 hingga 6 Mei 2020 sebanyak 389. Beberapa masalah yang kerap dihadapi ABK, antara lain, gaji yang tidak dibayar berjumlah 164 kasus, 47 meninggal dunia di negara tujuan, 23 ingin dipulangkan, dan 18 penahanan paspor atau dokumen lainnya oleh Perusahaan Penempatan PMI.
ABK banyak menemui masalah di negara seperti Taiwan 120 kasus, 42 di Korea Selatan, 30 di Peru, 23 di China, dan 16 di Afrika Selatan. BP2MI menyebutkan 213 (54,8%) dari 389 kasus telah selesai ditangani. Sementara itu, 176 kasus lain masih dalam proses penyelesaian.
“Kendala yang dihadapi untuk kasus ABK ini adalah belum adanya aturan turunan yang mengatur perlindungan secara khusus bagi PMI ABK. Di samping itu, data ABK sering tidak terdaftar di BP2MI, khususnya ABK yang memiliki risiko permasalahan yang tinggi,” pungkasnya.
Kepala BP2MI, Benny Rhamdani mengatakan peristiwa pelarungan jenazah ABK asal Indonesia di Kapal Long Xing 629 menjadi momentum perbaikan pekerja migran Indonesia (PMI) sektor perikanan. Selama ini terjadi ketidakjelasan mengenai pembagian kewenangan tata kelola penempatan dan perlindungan ABK.
BP2MI telah membentuk tim investigasi untuk menyelidiki proses penempatan ABK di kapal berbendera China tersebut. “Juga melayangkan surat ke Mabes Polri untuk mendukung proses penyelidikan kasus-kasus pengaduan ABK yang telah diterima oleh BP2MI,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (9/5/2020).
Benny mendorong percepatan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penempatan dan Perlindungan ABK pelaut niaga dan perikanan. Ini akan menjadi instrumen hukum turunan dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
BP2MI siap menerima mandat untuk mengelola penempatan PMI secara keseluruhan, termasuk ABK yang akan bekerja di luar negeri. "BP2MI mengharapkan untuk segera diakhiri ego sektoral dalam penanganan ABK dalam proses penempatan maupun perlindungannya,” tutur Benny.
Berdasarkan data, jumlah pengaduan terkait permasalahan ABK dari 2018 hingga 6 Mei 2020 sebanyak 389. Beberapa masalah yang kerap dihadapi ABK, antara lain, gaji yang tidak dibayar berjumlah 164 kasus, 47 meninggal dunia di negara tujuan, 23 ingin dipulangkan, dan 18 penahanan paspor atau dokumen lainnya oleh Perusahaan Penempatan PMI.
ABK banyak menemui masalah di negara seperti Taiwan 120 kasus, 42 di Korea Selatan, 30 di Peru, 23 di China, dan 16 di Afrika Selatan. BP2MI menyebutkan 213 (54,8%) dari 389 kasus telah selesai ditangani. Sementara itu, 176 kasus lain masih dalam proses penyelesaian.
“Kendala yang dihadapi untuk kasus ABK ini adalah belum adanya aturan turunan yang mengatur perlindungan secara khusus bagi PMI ABK. Di samping itu, data ABK sering tidak terdaftar di BP2MI, khususnya ABK yang memiliki risiko permasalahan yang tinggi,” pungkasnya.
(kri)