Jelang Pencoblosan Pilkada Serentak, Netralitas ASN Makin Disorot
loading...
A
A
A
Dia membeberkan, tren pelanggaran kampanye pada Pilkada Serentak 2020. Tren tertinggi pelanggaran netralitas ASN adalah pemberian dukungan melalui media sosial (medsos) maupun media massa sebanyak 319 kasus.
ASN menghadiri/mengikuti acara silaturahmi/sosialisasi/bakti sosial bakal paslon/parpol sebanyak 117 kasus. ASN melakukan pendekatan/ mendaftarkan diri pada salah satu parpol 101 kasus. “ASN mendukung salah satu bakal calon 70 kasus. ASN mendeklarasikan diri sebagai bakal calon kepala daerah 44 kasus. ASN sosialisasi bakal calon melalui APK 38 kasus. ASN mempromosikan diri sendiri atau orang lain 26 kasus,” sebutnya. (Lihat videonya: Guberur DKI Umumkan Kenaikan UMP 2021 di Tengah Pandemi)
Selanjutnya ASN melanggar asas netralitas yakni diduga berpihak di dalam pemilihan 17 kasus. ASN mendaftarkan diri sebagai bakal calon perseorangan 11 kasus. ASN mengajak atau mengintimidasi untuk mendukung salah satu calon 10 kasus. Kemudian ASN mendampingi bakal calon melakukan pendaftaran dan fit and proper test 7 kasus.
Abhan mengingatkan bahwa ada beberapa dampak negatif dari pelanggaran netralitas ini. Di antaranya akan sulit dipisahkan kapan ASN bertindak sebagai aparatur negara dan bertindak sebagai masyarakat yang memiliki hak suara dalam pilkada. “Program pemerintah dapat berubah menjadi instrumen reward and punishment kepada masyarakat. Timbul diskriminasi dalam pelayanan. Misalnya di daerah basis pendukungnya dia, maka pelayanannya baik. Timbul simbiosis mutualisme antara ASN dengan partai sehingga pemerintahan tidak terkontrol. Terakhir timbul korupsi, kolusi, dan nepotisme,” tuturnya. (Dita Angga/Abdul Rochim)
ASN menghadiri/mengikuti acara silaturahmi/sosialisasi/bakti sosial bakal paslon/parpol sebanyak 117 kasus. ASN melakukan pendekatan/ mendaftarkan diri pada salah satu parpol 101 kasus. “ASN mendukung salah satu bakal calon 70 kasus. ASN mendeklarasikan diri sebagai bakal calon kepala daerah 44 kasus. ASN sosialisasi bakal calon melalui APK 38 kasus. ASN mempromosikan diri sendiri atau orang lain 26 kasus,” sebutnya. (Lihat videonya: Guberur DKI Umumkan Kenaikan UMP 2021 di Tengah Pandemi)
Selanjutnya ASN melanggar asas netralitas yakni diduga berpihak di dalam pemilihan 17 kasus. ASN mendaftarkan diri sebagai bakal calon perseorangan 11 kasus. ASN mengajak atau mengintimidasi untuk mendukung salah satu calon 10 kasus. Kemudian ASN mendampingi bakal calon melakukan pendaftaran dan fit and proper test 7 kasus.
Abhan mengingatkan bahwa ada beberapa dampak negatif dari pelanggaran netralitas ini. Di antaranya akan sulit dipisahkan kapan ASN bertindak sebagai aparatur negara dan bertindak sebagai masyarakat yang memiliki hak suara dalam pilkada. “Program pemerintah dapat berubah menjadi instrumen reward and punishment kepada masyarakat. Timbul diskriminasi dalam pelayanan. Misalnya di daerah basis pendukungnya dia, maka pelayanannya baik. Timbul simbiosis mutualisme antara ASN dengan partai sehingga pemerintahan tidak terkontrol. Terakhir timbul korupsi, kolusi, dan nepotisme,” tuturnya. (Dita Angga/Abdul Rochim)
(ysw)