PKS Beberkan Permasalahan dalam Program JPS

Jum'at, 08 Mei 2020 - 14:52 WIB
loading...
PKS Beberkan Permasalahan dalam Program JPS
Warga berebut makanan yang dibagikan oleh sukarelawan di kawasan Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Sabtu (2/05/2020). Foto/SINDOnews/Adam Erlangga
A A A
JAKARTA - Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR RI Netty Prasetiyani mengungkapkan banyak sengkarut dalam program Jaring Pengaman Sosial (JPS) penanggulangan Covid-19. Dia menilai respons lambat pemerintah itu kemudian menghasilkan banyak dampak sosial di masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, kejahatan, hingga kekerasan.

"Sengkarut data penerima bantuan, bermasalah dalam proses pendistribusiannya, persoalan kebijakan yang berubah-ubah, hingga muncul program aneh Kartu Prakerja serta program listrik gratis yang ternyata tidak bisa dinikmati masyarakat kelas bawah," kata Netty dalam Diskusi Daring bertajuk Menakar Program Jaring Pengaman Sosial Pemerintah di Tengah Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan NP Center pada Kamis 7 Mei 2020, seperti siaran pers yang diterima SINDOnews, Jumat (8/5/2020).

Dia mengatakan, pemerintah menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai basis data pembagian bantuan. Tetapi, lanjut dia, jajaran RT dan RW diinstruksikan melakukan pendataan pembaharuan.

"Hasilnya ada perbedaan data yang menjadi akar permasalahan baru, yaitu data tidak sinkron dan atau data membengkak karena pertambahan jumlah masyarakat kelas bawah sebagai imbas pandemik. Konflik di masyarakat pun terjadi karena bantuan dinilai tidak tepat sasaran serta jumlah bantuan yang ada tidak mencukupi kebutuhan," papar anggota Komisi IX DPR RI ini.

Berdasarkan penelitian INDEF, dalam triwulan pertama 2020 telah terjadi penurunan konsumsi rumah tangga di kalangan masyarakat bawah hingga 43 persen. Hal tersebut dianggap bukti kemampuan daya beli mereka sudah sangat drop. Berbeda dengan kelompok atas yang tidak terpengaruh dan kelas menengah yang relatif masih bisa makan tabungan.

"Jangan sampai pemerintah menjadikan tubuh orang miskin sebagai legalisasi pencairan anggaran bansos, namun dalam pelaksanaannya mereka justru tidak mendapatkan bantuan tersebut," kata Netty.

Dia berpendapat, anggaran Rp110 triliun gagal melindungi masyarakat. "Banyak ditemukan pelanggaran pada perencanaan dan pelaksanaannya. Sebut saja penentuan vendor Kartu Prakerja yang cacat dan tidak tepat sasaran, pendataan yang buruk, sampai distribusi yang menimbulkan gesekan di masyarakat," tegas Netty.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1784 seconds (0.1#10.140)