Sejumlah Langkah Blunder Para Pembantu Presiden dalam Menangani Corona

Jum'at, 08 Mei 2020 - 10:54 WIB
loading...
Sejumlah Langkah Blunder Para Pembantu Presiden dalam Menangani Corona
Direktur Eksekutif IPI Karyono Wibowo menyatakan, ada sejumlah langkah blunder yang dilakukan para pembantu Presiden Jokowi. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menyatakan, setiap pemerintahan dalam suatu negara seharusnya bersatu dan kompak dalam menghadapi virus Corona (COVID-19). (Baca juga: Maruarar: Arahan Jokowi soal Corona Jelas, Jalankan dan Buang Ego Sektoral)

Begitu pula dalam aspek kebijakan, semestinya para menteri atau pembantu presiden satu komando dan istikomah dalam mengimplementasikan perintah presiden. "Namun hal ini ternyata tidak terjadi di Indonesia. Hal itu ditandai sejumlah perbedaan kebijakan dan silang pendapat yang membuat blunder dan menambah kebingungan masyarakat," kata Karyono kepada SINDOnews, Jumat (8/5/2020). (Baca juga: Jokowi Minta Jajarannya Siap Diawasi dalam Penanganan Wabah Corona)

Menurut Karyono, sejumlah kebijakan terlihat paradoks dengan keinginan Presiden Jokowi yang menghendaki penanganan pandemi COVID-19 ini dilakukan dengan cepat dan tepat. Kesan yang muncul justru ego sektoral, kebijakan yang dinilai bertolak belakang dan menimbulkan polemik.

Karyono menganggap, silang pendapat memang sudah nampak sejak awal pandemi COVID-19 masuk ke Indonesia. Desakan pemerintah daerah dan masyarakat menggema sangat kuat agar pemerintah pusat segera menetapkan kebijakan lockdown. Bahkan sejumlah pemerintah daerah seperti Kota Tegal membuat keputusan sepihak dengan menetapkan lockdown. "Sementara pemerintah pusat masih menimbang kebijakan yang tepat sebelum akhirnya memutuskan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)," tutur dia

Lebih lanjut Karyono mengatakan, silang pendapat soal ekspor masker juga menjadi sorotan publik. Airlangga Hartarto sebagai Menko Ekonomi menyebut pemerintah akan membatasi ekspor masker ke luar negeri karena di dalam negeri masih membutuhkan masker dalam jumlah besar. Berbeda dengan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto yang menegaskan pemerintah tidak akan membatasi ekspor masker.

Tak hanya itu, kata Karyono, Program Kartu Prakerja juga menimbulkan polemik. Tak pelak, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto ini dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tersebut.

"Pelaksanaan Program Kartu Prakerja di tengah pandemi ini masih dipersoalkan hingga saat ini. Pelbagai kecurigaan mengemuka, dari peluang adanya joki hingga nepotisme serta konflik kepentingan mewarna kehadiran program Karu Prakerja tersebut. Salah satunya soal penunjukan mitra pelatihan Ruangguru dalam program berbujet Rp20 triliun," ungkapnya.

Karyono mengatakan, perselisihan kebijakan di lingkungan pemerintah belum berhenti sampai di situ. Silang pendapat kembali terjadi saat Plt Menteri Perhubungan (Menhub) Luhut Binsar Pandjaitan mengeluarkan kebijakan transportasi online tetap diperbolehkan mengangkut penumpang. Kebijakan ini dinilai bertolak belakang dengan aturan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto.

Situasi tambah runyam, lanjut dia, saat Belva Devara dan Andi Taufan dua staf khusus milenial membuat langkah blunder. Langkah dua staf khusus presiden tersebut membuat publik marah. Akhirnya Belva Devara mundur dari stafsus presiden karena keterlibatan perusahaan platform Ruangguru yang dikelolanya dalam program Kartu Prakerja dengan anggaran Rp5,6 triliun dipersoalkan.

Mundurnya Belva disusul Andi Taufan koleganya sesama Stafsus Presiden Jokowi. Pasalnya, CEO Amartha ini mengirim surat atas nama staf khusus kepada seluruh camat di Indonesia agar bekerja sama dengan perusahaan Amartha.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2120 seconds (0.1#10.140)