Regulasi Penanganan COVID-19 Dinilai Berhenti di Atas Kertas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah negara mulai membuka aktivitas yang melibatkan orang banyak. Salah satunya, Arab Saudi yang mulai menggelar ibadah umrah kembali secara terbatas.
Ahli epidemiologi, Kamaluddin Latief mengatakan, Arab Saudi memiliki strategi dan roadmap yang jelas dalam menangani pandemi COVID-19 . Arab Saudi memiliki keyakinan protokol kesehatan COVID-19 bisa dijalankan dengan kontrol yang sangat ketat.
"Intinya, sebetulnya Pemerintah Arab Saudi confident bisa menerapkan regulasi yang mereka punya. Kedua, semua dikontrol oleh otoritas kementerian," katanya saat dihubungi SINDOnews, Minggu (18/10/2020) malam. ( )
Indonesia dinilai masih sulit melaksanakan hal serupa. Kamaluddin menilai kelemahan utama Indonesia dalam penanganan COVID-19 , yakni memiliki banyak regulasi, tetapi berhenti di atas kertas saja. Sementara itu, penerapan atau implementasi di lapangan masih lemah.
Dia mencontohkan saat penanganan flu burung itu ada sekitar 10 regulasi, mulai dari pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. Akhirnya, terjadi tumpang tindih aturan. Aturan yang dibuat ada yang sejalan dan tidak.
Dosen Universitas Indonesia (UI) itu mengungkapkan Vietnam itu hanya membuat dua atau tiga aturan untuk menangani pandemi COVID-19. Namun, pemerintah keras dan tegas untuk menerapkannya.
Di Indonesia, pada tahap awal, sebuah aturan yang keluar tak berapa lama dikoreksi lagi. Belum lagi, pejabat publik tidak memberikan contoh secara baik dan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih rendah. ( )
Situasi yang membuat kasus positif COVID-19 terus meningkat. Berdasarkan data terakhir Satuan Tugas Penanganan COVID-19, jumlah kasus positif telah mencapai 361.867 orang. Saban hari penambahan kasus positifnya lebih dari 4.000 orang.
Pemerintah memang membuka aktivitas ekonomi dan wisata, meskipun masih dengan pembatasan-pembatasan. Kamaluddin mengungkapkan untuk daerah yang dilabeli zona hijau dan kuning sebenarnya bisa dibuka secara fleksibel.
"Di wilayah-wilayah wisata penerapannya harus dikunci. Harus ada regulasi, penerapan protokol, dan evaluasi. Ini yang penting evaluasi berkala. Evaluasi itu bersifat periodik atau jangka panjang. Kita lihat kepatuhan mereka menerapkan protokol di dalam (kawasan)," katanya.
Ahli epidemiologi, Kamaluddin Latief mengatakan, Arab Saudi memiliki strategi dan roadmap yang jelas dalam menangani pandemi COVID-19 . Arab Saudi memiliki keyakinan protokol kesehatan COVID-19 bisa dijalankan dengan kontrol yang sangat ketat.
"Intinya, sebetulnya Pemerintah Arab Saudi confident bisa menerapkan regulasi yang mereka punya. Kedua, semua dikontrol oleh otoritas kementerian," katanya saat dihubungi SINDOnews, Minggu (18/10/2020) malam. ( )
Indonesia dinilai masih sulit melaksanakan hal serupa. Kamaluddin menilai kelemahan utama Indonesia dalam penanganan COVID-19 , yakni memiliki banyak regulasi, tetapi berhenti di atas kertas saja. Sementara itu, penerapan atau implementasi di lapangan masih lemah.
Dia mencontohkan saat penanganan flu burung itu ada sekitar 10 regulasi, mulai dari pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. Akhirnya, terjadi tumpang tindih aturan. Aturan yang dibuat ada yang sejalan dan tidak.
Dosen Universitas Indonesia (UI) itu mengungkapkan Vietnam itu hanya membuat dua atau tiga aturan untuk menangani pandemi COVID-19. Namun, pemerintah keras dan tegas untuk menerapkannya.
Di Indonesia, pada tahap awal, sebuah aturan yang keluar tak berapa lama dikoreksi lagi. Belum lagi, pejabat publik tidak memberikan contoh secara baik dan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih rendah. ( )
Situasi yang membuat kasus positif COVID-19 terus meningkat. Berdasarkan data terakhir Satuan Tugas Penanganan COVID-19, jumlah kasus positif telah mencapai 361.867 orang. Saban hari penambahan kasus positifnya lebih dari 4.000 orang.
Pemerintah memang membuka aktivitas ekonomi dan wisata, meskipun masih dengan pembatasan-pembatasan. Kamaluddin mengungkapkan untuk daerah yang dilabeli zona hijau dan kuning sebenarnya bisa dibuka secara fleksibel.
"Di wilayah-wilayah wisata penerapannya harus dikunci. Harus ada regulasi, penerapan protokol, dan evaluasi. Ini yang penting evaluasi berkala. Evaluasi itu bersifat periodik atau jangka panjang. Kita lihat kepatuhan mereka menerapkan protokol di dalam (kawasan)," katanya.
(abd)