Melihat Lebih Dalam Modus Berbeda Pemanfaatan Media Sosial

Sabtu, 17 Oktober 2020 - 14:48 WIB
loading...
Melihat Lebih Dalam...
Dr Firman Kurniawan S, pemerhati budaya dan komunikasi digital, pendiri LITEROS.org
A A A
Dr Firman Kurniawan S
Pemerhati budaya dan komunikasi digital, pendiri LITEROS.org

PADA periode media sosial yang kian matang dimanfaatkan untuk berbagai aspek kehidupan, tampaknya unjuk rasa dengan pengerahan massa perlu dikaji ulang modus pelaksanaannya.

Terlebih, ketika pengerahan massa itu bersinggungan dengan kepentingan sosial lain, yang sering mengundang tindakan aparat, dan tak jarang disertai kekerasan. Ini praktik yang kedaluwarsa, dan tak layak dipertahankan.

Selain selalu menimbulkan korban fisik di kedua pihak, juga melukai semangat persaudaraan sebagai sesama warga negara. Tak jarang pengunjuk rasa maupun penegak hukum, adalah orang-orang yang berkerabat, senasib serupa.

Unjuk rasa konvensional, bagaimanapun adalah medium encoding bagi rasa, gagasan, mupun ide. Jika diukur di era sekarang, medium ini punya aneka keterbatasan. Terlebih jika dipandang dari hasil yang hendak dicapainya. Unjuk rasa konvensinal terbatas dalam hal ruang dan waktu. Ia hanya bisa dilakukan di tempat dan waktu tertentu, sesuai izin aparat, yang bahkan tak jarang, tak diijinkan.

Padahal untuk mengerahkan sejumlah pengunjuk rasa, perlu upaya yang tak sederhana, juga tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Demikian pula, unjuk rasa konvensional terbatas dalam mengekspresikan pesan: monoekspresi sikap, yang berwujud orasi langsung, teriakan yel-yel, tulisan emosi keprihatinan, nyanyian olok-olok, ungkapan visual berwujud poster atau baliho. Semua keriuhan itu walaupun nampak meriah, namun dalam kategori media yang dikemukakan Jose Luis Oriheula, 2017, sebagai media yang menjangkau khalayaknya secara pasif, tampil di ruang-waktu terbatas, hadir secara monomedia, dan dengan susunan pesan yang monoteks.

Karenanya, unjuk rasa konvensional hanya dapat diikuti khalayak yang jumlah terbatas. Mudah dilupakan adalah keniscayaan. Maka perlu adanya modus unjuk rasa yang berbeda, dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia di tengah peradaban yang aktual. Kabar baiknya, di tengah situasi transformasi digital, muncul modus unjuk rasa yang diharapkan itu. Sebuah modus yang mengetengahkan kekuatan nyata masyarakat jejaring, dengan media sosial sebagai realitas hidupnya.

Dampak nyatanya terwujud, dan memakan Presiden Donald Trump sebagai korbannya. Sang presiden yang rencananya berorasi saat kampanye besar dalam pengumpulan dukungan di Pemilu AS, November 2020, batal menikmati hasilnya. Pelaku unjuk rasa adalah fans K-Pop yang jumlahnya sangat besar dan tersebar di seluruh dunia. Ulah fans yang militan ini ditunjukkan dengan beramai-ramai memesan tiket masuk arena kampanye, yang diselenggarakan di Tulsa Oklahoma, 20 Juni 2020. Tak tangung-tanggung, jumlah tiket yang dipesan para fans mencapai 80% kuota yang tersedia.

Saat hari kampanye tiba, secara serentak fans KPop itu membatalkan pembelian, juga kehadirannya di arena kampanye. Yang terpublikasi kemudian, kampanye Donald Trump hanya menghadapi bangku-bangku kosong. Arena kampanye terisi hanya 20% kapasitasnya. Rencana yang telah disusun matang berakhir dengan pembatalan. Tentu pembatalan lebih baik, dibanding jika Sang Prediden harus kehilangan muka lebih lanjut.

Fenomena serupa yang terjadi di Amerika, namun jadi pengalaman baru dalam sejarah unjuk rasa dan warga jagad digital di Indonesia, terwujud seiring unjuk rasa, menolak pengesahan Undang Undang Cipta Kerja, awal Oktober 2020. Selain unjuk rasa yang sifatnya konvensional dan masih berlangsung saat tulisan ini disusun, muncul modus-modus berbeda unjuk rasa maupun penolakan dengan memanfaatkan platform media sosial.
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Arus Informasi dan Iklan...
Arus Informasi dan Iklan Media Dikuasai Asing, HT: Negara Wajib Hadir Memastikan Dominasi Nasional
HT Usulkan KPI dan Dewan...
HT Usulkan KPI dan Dewan Pers Buat Aturan Perkuat Iklim Media
ARI-BP: Rencana Donald...
ARI-BP: Rencana Donald Trump Caplok dan Usir Warga Gaza Dinilai Kejahatan Besar
Transformasi Digital:...
Transformasi Digital: Era Baru Perlindungan Pekerja Migran
Kapolri Minta Kapolda-Kapolres...
Kapolri Minta Kapolda-Kapolres Respons Aduan Masyarakat Sebelum Viral
Mendikdasmen Abdul Muti...
Mendikdasmen Abdul Mu'ti Menteri Populer di Medsos
Usulan Batas Usia Gunakan...
Usulan Batas Usia Gunakan Medsos Akan Diputuskan di Sidang Kabinet
Patrick Kluivert, Komunikasi...
Patrick Kluivert, Komunikasi Sepakbola, dan Surga Kreator Konten Platform Digital
Lindungi Anak di Ranah...
Lindungi Anak di Ranah Digital, Pemerintah Buat Aturan Pembatasan Usia Bermedia Sosial
Rekomendasi
Putri Nabila Meminta...
Putri Nabila Meminta Maaf pada Mantan Kekasih di Lagu Maaf
Bacaan Zikir Wanita...
Bacaan Zikir Wanita Haid di Bulan Ramadan
Ini 5 Fakultas/Sekolah...
Ini 5 Fakultas/Sekolah ITB dengan Keketatan Tertinggi pada SNBT 2025, Tertarik?
Berita Terkini
Presiden Bakal Umumkan...
Presiden Bakal Umumkan Tunjangan Guru ASN Langsung ke Rekening
57 menit yang lalu
Menkomdigi Sebut Status...
Menkomdigi Sebut Status Seskab Berlandaskan Kewenangan Konstitusional
1 jam yang lalu
Ahok Penuhi Panggilan...
Ahok Penuhi Panggilan Kejagung: Apa yang Saya Tahu Akan Saya Sampaikan!
2 jam yang lalu
Daftar Lengkap 10 Kapolda...
Daftar Lengkap 10 Kapolda Baru pada Mutasi Polri Maret 2025, Ini Nama-namanya
3 jam yang lalu
Mutasi Polri Maret 2025:...
Mutasi Polri Maret 2025: Irjen Rusdi Hartono Jabat Kapolda Sulsel, Brigjen Mardiyono Kapolda Bengkulu
3 jam yang lalu
Daftar Polwan Baru Jabat...
Daftar Polwan Baru Jabat Kapolres pada Mutasi Polri Maret 2025, Ini Nama-namanya
3 jam yang lalu
Infografis
Fenomena Ikan yang Hidup...
Fenomena Ikan yang Hidup di Laut Dalam Bermunculan ke Permukaan
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved