Pelibatan TNI Atasi Terorisme Picu Tumpang Tindih antar Penegak Hukum
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peneliti Universitas Trunojoyo Madura, Fauzin mengatakan, ada potensi tumpang tindih kinerja antar lembaga penegak hukum jika TNI dilibatkan dalam penanganan terorisme . Terutama dengan aparat penegak hukum yang oleh undang-undang telah diberikan kewenangan untuk penanganan terorisme.
"Selain itu juga yang paling prinsip sebetulnya, dalam konteks penanganan terorisme ini harus dengan pendekatan criminal justice system, bukan dengan pendekatan militer yang lebih cenderung war model," kata Fauzin dalam diskusi bertajuk ‘Menyoal Perpres Pelibatan TNI Mengatasi Terorisme dalam Perspektif Polhukam’, via video conference pada Kamis (15/10/2020). (Baca juga: Pelibatan TNI Atasi Terorisme Harus Melalui Mekanisme Aturan Berlaku)
Rancangan perpres ini memberikan cek kosong kepada TNI untuk terlibat dalam penanganan terorisme. Batasan keterlibatan TNI tidak jelas karena mengabaikan hak asasi manusia, mengabaikan pendekatan hukum criminal justice system. "Kalau rancangan perpres ini nanti diberlakukan maka fokus TNI nanti bisa jadi berubah, tidak lagi soal pertahanan, minimal fokus TNI akan menjadi bias," tuturnya. (Baca juga: Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Terorisme Mesti Dibatasi)
Lalu, sambung dia, rancangan perpres ini juga sebagai bentuk reaksi yang berlebihan yang melegitimasi kelompok-kelompok teror (over reaction). "Penanggulangan terorisme yang di militerisasi akan susah kembali ke penanganan dengan cara normal. Untuk itu, rancangan perpres ini seharusnya bersifat detail dan rinci, jangan sampai berpotensi dan dapat mengancam eksistensi kita sebagai negara hukum," pungkasnya
"Selain itu juga yang paling prinsip sebetulnya, dalam konteks penanganan terorisme ini harus dengan pendekatan criminal justice system, bukan dengan pendekatan militer yang lebih cenderung war model," kata Fauzin dalam diskusi bertajuk ‘Menyoal Perpres Pelibatan TNI Mengatasi Terorisme dalam Perspektif Polhukam’, via video conference pada Kamis (15/10/2020). (Baca juga: Pelibatan TNI Atasi Terorisme Harus Melalui Mekanisme Aturan Berlaku)
Rancangan perpres ini memberikan cek kosong kepada TNI untuk terlibat dalam penanganan terorisme. Batasan keterlibatan TNI tidak jelas karena mengabaikan hak asasi manusia, mengabaikan pendekatan hukum criminal justice system. "Kalau rancangan perpres ini nanti diberlakukan maka fokus TNI nanti bisa jadi berubah, tidak lagi soal pertahanan, minimal fokus TNI akan menjadi bias," tuturnya. (Baca juga: Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Terorisme Mesti Dibatasi)
Lalu, sambung dia, rancangan perpres ini juga sebagai bentuk reaksi yang berlebihan yang melegitimasi kelompok-kelompok teror (over reaction). "Penanggulangan terorisme yang di militerisasi akan susah kembali ke penanganan dengan cara normal. Untuk itu, rancangan perpres ini seharusnya bersifat detail dan rinci, jangan sampai berpotensi dan dapat mengancam eksistensi kita sebagai negara hukum," pungkasnya
(cip)