RUU Kejaksaan Harus Kuatkan Kedudukan Korps Adhyaksa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rancangan Undang-undang (RUU) tentang perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI (RUU Kejaksaan) diharapkan bisa menjadi momentum untuk memperjelas fungsi dari Korps Adhyaksa.
(Baca juga: Kembali Usut Kasus Korupsi e-KTP, KPK Periksa Eks PNS BPPT)
Ketua Program Studi (Kaprodi) Magister Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad menilai perlunya penguatan kedudukan Jaksa dalam sistem pemerintahan.
(Baca juga: Kontrak Selesai, 36 Pelaut WNI Dipulangkan dari Afrika Selatan)
Yaitu menempatkan jabatan Jaksa sebagai kekhususan di dalam Aparatur Sipil Negara sebagaimana pegawai di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
"Karakteristik Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa sebagai suatu profesi harus diwadahi dalam suatu bentuk pengaturan kepegawaian secara khusus," kata Suparji dalam diskusi daring Aliansi Publik Indonesia bertajuk Menyoal RUU Kejaksaan, Rabu (14/10/2020).
Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, kata dia, posisi Kejaksaan sebagai penuntut umum tunggal (single prosecution system) maupun sebagai satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana, namun dalam perkembangannya semakin terabaikan.
Hal tersebut mengingat ada beberapa lembaga lain yang juga melaksanakan fungsi penuntutan dan eksekusi, tetapi tidak dikendalikan oleh Jaksa Agung.
Padahal dalam Pasal 11 Pedoman PBB tentang Peranan Jaksa menyatakan, Jaksa harus melakukan peran aktif dalam proses penanganan perkara pidana, termasuk melakukan penuntutan.
Menurutnya, jika diizinkan oleh hukum atau sesuai dengan kebiasaan setempat, berperan aktif dalam penyidikan, pengawasan terhadap keabsahan penyidikan tersebut, mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan dan menjalankan fungsi lain sebagai wakil kepentingan umum.
(Baca juga: Kembali Usut Kasus Korupsi e-KTP, KPK Periksa Eks PNS BPPT)
Ketua Program Studi (Kaprodi) Magister Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad menilai perlunya penguatan kedudukan Jaksa dalam sistem pemerintahan.
(Baca juga: Kontrak Selesai, 36 Pelaut WNI Dipulangkan dari Afrika Selatan)
Yaitu menempatkan jabatan Jaksa sebagai kekhususan di dalam Aparatur Sipil Negara sebagaimana pegawai di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
"Karakteristik Jaksa Agung, Kejaksaan, dan Jaksa sebagai suatu profesi harus diwadahi dalam suatu bentuk pengaturan kepegawaian secara khusus," kata Suparji dalam diskusi daring Aliansi Publik Indonesia bertajuk Menyoal RUU Kejaksaan, Rabu (14/10/2020).
Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, kata dia, posisi Kejaksaan sebagai penuntut umum tunggal (single prosecution system) maupun sebagai satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana, namun dalam perkembangannya semakin terabaikan.
Hal tersebut mengingat ada beberapa lembaga lain yang juga melaksanakan fungsi penuntutan dan eksekusi, tetapi tidak dikendalikan oleh Jaksa Agung.
Padahal dalam Pasal 11 Pedoman PBB tentang Peranan Jaksa menyatakan, Jaksa harus melakukan peran aktif dalam proses penanganan perkara pidana, termasuk melakukan penuntutan.
Menurutnya, jika diizinkan oleh hukum atau sesuai dengan kebiasaan setempat, berperan aktif dalam penyidikan, pengawasan terhadap keabsahan penyidikan tersebut, mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan dan menjalankan fungsi lain sebagai wakil kepentingan umum.