Cegah Stunting Selama Pandemi, BKKBN Tingkatkan Layanan IUD Post Partum

Rabu, 14 Oktober 2020 - 05:15 WIB
loading...
Cegah Stunting Selama Pandemi, BKKBN Tingkatkan Layanan IUD Post Partum
BKKBN meningkatkan layanan IUD Post Partum untuk mencegah terjadinya stunting (gagal tumbuh) pada anak selama pandemi Covid-19. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meningkatkan layanan IUD Post Partum untuk mencegah terjadinya stunting (gagal tumbuh) pada anak selama pandemi Covid-19.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, pada 2020, jika dalam kondisi pelayanan yang normal maka diprediksi terdapat jumlah kelahiran sebanyak 4,7 Juta. Namun dengan adanya pandemi, kita mengalami persoalan pada pelayanan. Kondisi ini berpotensi terjadinya kelahiran atau kehamilan yang tidak diinginkan akan meningkat. (Baca juga: Tekan Stunting, BKKBN Serukan Perbaikan Pola Asuh Keluarga)

“Di lingkungan kita ini banyak sekali orang melahirkan dan kemudian tidak ingin hamil di tahun pertama, atau bahkan ditahun kedua belum akan hamil, biasanya kalau ditanya kalau sekarang melahirkan apakah tahun ini mau hamil? jawabannya tidak, apakah tahun depan mau hamil?, jawabannya juga tidak, mestinya dua tahun lagi bahkan tiga tahun lagi,” ujar Hasto saat memberikan sambutan pada acara Webinar dengan topik Gerakan Pencegahan Peningkatan Stunting Selama Pandemi Covid 19 Melalui Pelayanan IUD Post Partum Selasa, (13/10/2020). (Baca juga: Jokowi Tunjuk BKKBN sebagai Penanggungjawab Utama Penanggulangan Stunting)

Menurut dia, sebetulnya banyak di antara mereka yang tidak ingin hamil tetapi belum menggunakan alat kontrasepsi. Mereka itulah yang baru saja melahirkan atau disebut post partum. ”Oleh karena itu pandai-pandailah kita menyampaikan informasi ini kepada para ibu yang baru saja melahirkan tentunya, kerena mereka ini butuh pendekatan khusus butuh konseling yang baik, dibesarkan hatinya kemudian tidak ditakuti-takuti,” pesan Hasto. (Baca juga: BKKBN Ajak Keluarga Wujudkan Lansia Tangguh)

Dia menyebut setiap 500.000 perempuan ada sekitar 5.000 yang hamil setiap tahunnya. Sehingga kalau 1 juta ada 10.000 perempuan yang hamil dan kalau 4 juta ada sekitar 40.000 mungkin yang hamil dan melahirkan juga setiap tahunnya. ”Ini menjadi sesuatu yang sangat luar biasa untuk dapat membantu mereka agar kemudian menjaga jarak kehamilan dan persalinan,” ucapnya.

Semua teori menyatakan spacing dan stunting itu menjadi satu sebab akibat. Mereka yang pengaturan jaraknya (spacing) bagus atau birth to birth interval atau birth to pregnancy interval, atau dengan kata lain, jarak antara hamil dan melahirkan atau melahirkan dengan melahirkan yang jaraknya lebih dari 3 tahun terbukti tidak stunting. Berbeda halnya dengan jaraknya yang kurang dari 2 tahun, hampir dua kali lipat kejadian stuntingnya. “Inilah makanya spacing atau jarak antara kehamilan dan kehamilan berikutnya atau kelahiran dengan kelahiran berikutnya sangat berpengaruh pada kejadian stunting,” jelas Hasto.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan kasus tertinggi di Asia. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2019, angka stunting di Indonesia mencapai 30,8%. Sementara target WHO, angka stunting tidak boleh lebih dari 20%. Anak yang stunting bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang akan sangat memengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, serta produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.

”Peran BKKBN dalam penurunan stunting adalah dengan Program Pengendalian jarak dan jumlah kelahiran dengan KB Pasca Persalinan/Post Partum. Sehinga kotrasepsi menjadi pilihan, dengan kontrasepsi kemudian jaraknya bisa lebih dari 36 bulan harapannya,” katanya.

Dalam hal ini ada kontrasepsi IUD yang mempunyai tiga keuntungan ketika dipasang setelah melahirkan. “yang pertama tidak sakit itu sudah jelas, kemudian yang kedua itu memasangnya relatif mudah, sebetulnya ngajarin ibu-ibu bidan masang IUD pascapersalinan itu jauh lebih mudah daripada ngajarin masang yang interval yang uterusnya kecil, karena jalannya juga masih lebar dan resikonya juga lebih kecil, serta yang ketiga, IUD itu tidak memengaruhi ASI. Inilah yang penting sekali saya sampaikan tiga hal yang penting,” ungkap Hasto.

Selain itu, pelayanan KB tetap dilaksanakan selama pandemi Covid-19 dengan aturan protokol kesehatan yang ketat, sehingga akseptor dan provider terhindar dari penularan. ”Pasanglah IUD post partum atau pasca melahirkan karena memang tidak sakit memasangnya mudah kemudian tidak mengganggu ASI, ini saya kira keuntungan-keuntungan yang sangat baik untuk kemudian kita bisa menjaga jarak dalam interval kehamilan,” katanya.

Hasto menyebut beberapa faktor yang memengaruhi stunting, ada yang sifatnya sensitif dan spesifik. “Spesifik itu ya ASI, nutrisi atau mungkin penyakit, itu hal yang sifatnya spesifik dalam arti langsung, kalau ASI nya tidak diberikan, kalau makan nutrisinya kurang, kalau ada sakit-sakitan tentu dia langsung bisa membuat pertumbuhan menjadi terhambat,” Jelas Hasto.

Sedangkan yang sifatnya sensitif termasuk jarak kehamilan dan persalinan, lingkungan, serta sanitasinya harus bagus. “Airnya harus bersih jangan menggunakan air kotor untuk keperluan sehari-hari, kemudian juga tidak kumuh lingkungan kita supaya tidak banyak diare dan seterusnya, tidak menyebabkan pilek, rumahnya juga dikasih jendela yang cukup,” ujarnya.

Hasto menegaskan pentingnya gerakan pelayanan IUD paska persalinan oleh Provider Bidan/Dokter yang praktik di Fasilitas Kesehatan dengan tetap memperhatikan protokol pencegahan Covid. “Sekali lagi pesan saya, marilah kita galakan penggunaan IUD post partum dan BKKBN akan mensupport alatnya maupun IUD nya untuk keperluan post partum dan juga mohon doanya ingin berusaha untuk mengakses sumber-sumber anggaran untuk melatih bidan-bidan dalam rangka pemasangan IUD pasca persalinan ini,” tegasnya.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1738 seconds (0.1#10.140)