Ormas Islam Demo UU Cipta Kerja, Pemuda Muhammadiyah Ingatkan soal Provokator
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hari ini sejumlah ormas Islam bakal menggelar unjuk rasa penolakan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja di Jakarta. Ormas tersbeut di antaranya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, Presidium Alumni (PA) 212 dan Front Pembela Islam (FPI).
Ketua Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Razikin mengungkapkan, unjuk rasa adalah salah satu bentuk penyampaian pendapat yang dijamin hukum. Akan tetapi, menggunakan hak kebebasan berpendapat juga dituntut untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang lain.
"Perusakan fasilitas umum tidak boleh dilakukan dan pada sisi yang lain, saya berharap pihak kepolisian tidak menggunakan cara represif dalam menangani teman-teman peserta aksi," ujar Razikin kepada SINDOnews, Selasa (13/10/2020)
(Baca: Muhammadiyah Tegaskan Tak Ikut Aksi 'Kepung Istana' Dilakukan Sejumlah Ormas Islam)
Karena, kata Razikin, dalam situasi seperti sekarang ada banyak orang yang berkepentingan, yang bisa saja sengaja memprovokasi massa aksi. "Karena itu perlu kehati-hatian menanganinya," ungkapnya.
Dia mengatakan, ada banyak yang diatur dalam UU Cipta Kerja, bukan hanya soal ketenagakerjaan. "Yang menarik saya kira ada pengaturan UMKM diberi kemudahan, pengaturan sertifikat halal yang tidak bebankan kepada pelaku usaha mikro. Hal-hal seperti juga sangat menguntungkan rakyat kecil," ujarnya.
Maka itu, dia berharap, semua elemen bangsa bersama-sama menelaah berbagai persoalan yang diatur dalam UU Cipta Kerja, tidak kemudian dilihat secara parsial. "Mengenai hal-hal yang dirasa merugikan ada baiknya dipersoalkan lewat Mahkamah Konstitusi, hal ini mencerminkan kita sebagai negara demokrasi yang konstitusional dan beradab," tuturnya.
(Baca: Pemuda Muhammadiyah Dukung Judicial Review UU Cipta Kerja ke MK)
Kendati demikian, dia mengakui setiap warga negara memiliki hak untuk menggelar demonstrasi. Dia pun mengaku bisa memahami suasana batin kelompok yang menolak UU Cipta Kerja terutama kelompok buruh.
"Namun saya melihat ada kelompok yang selama ini memang berseberangan dengan pemerintah kelihatannya menunggangi isu UU Cipta Kerja untuk melancarkan protes pada pemerintah bahkan kelompok ini menjurus pada agenda menurunkan Presiden. Hal ini sangat tidak sehat bagi pertumbuhan demokrasi kita," pungkasnya.
Ketua Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Razikin mengungkapkan, unjuk rasa adalah salah satu bentuk penyampaian pendapat yang dijamin hukum. Akan tetapi, menggunakan hak kebebasan berpendapat juga dituntut untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang lain.
"Perusakan fasilitas umum tidak boleh dilakukan dan pada sisi yang lain, saya berharap pihak kepolisian tidak menggunakan cara represif dalam menangani teman-teman peserta aksi," ujar Razikin kepada SINDOnews, Selasa (13/10/2020)
(Baca: Muhammadiyah Tegaskan Tak Ikut Aksi 'Kepung Istana' Dilakukan Sejumlah Ormas Islam)
Karena, kata Razikin, dalam situasi seperti sekarang ada banyak orang yang berkepentingan, yang bisa saja sengaja memprovokasi massa aksi. "Karena itu perlu kehati-hatian menanganinya," ungkapnya.
Dia mengatakan, ada banyak yang diatur dalam UU Cipta Kerja, bukan hanya soal ketenagakerjaan. "Yang menarik saya kira ada pengaturan UMKM diberi kemudahan, pengaturan sertifikat halal yang tidak bebankan kepada pelaku usaha mikro. Hal-hal seperti juga sangat menguntungkan rakyat kecil," ujarnya.
Maka itu, dia berharap, semua elemen bangsa bersama-sama menelaah berbagai persoalan yang diatur dalam UU Cipta Kerja, tidak kemudian dilihat secara parsial. "Mengenai hal-hal yang dirasa merugikan ada baiknya dipersoalkan lewat Mahkamah Konstitusi, hal ini mencerminkan kita sebagai negara demokrasi yang konstitusional dan beradab," tuturnya.
(Baca: Pemuda Muhammadiyah Dukung Judicial Review UU Cipta Kerja ke MK)
Kendati demikian, dia mengakui setiap warga negara memiliki hak untuk menggelar demonstrasi. Dia pun mengaku bisa memahami suasana batin kelompok yang menolak UU Cipta Kerja terutama kelompok buruh.
"Namun saya melihat ada kelompok yang selama ini memang berseberangan dengan pemerintah kelihatannya menunggangi isu UU Cipta Kerja untuk melancarkan protes pada pemerintah bahkan kelompok ini menjurus pada agenda menurunkan Presiden. Hal ini sangat tidak sehat bagi pertumbuhan demokrasi kita," pungkasnya.
(muh)