Harian Rakyat Edisi 2 Oktober 1965, Fadli Zon Ungkap Pemberontakan G30S/PKI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Politikus Partai Gerindra Fadli Zon tampil secara lugas, cermat dan taktis dalam memaparkan sejumlah bukti tentang sepak terjang komunisme yang digawangi Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam melakukan beberapa pemberontakan di Indonesia, dalam sebuah acara ILC.
(Baca juga: Din Syamsuddin ke Moeldoko: KAMI Bukan Orang-orang Pengecut)
Dari penuturan Fadli Zon di akun youtube Fadli Zon Official, PKI melakukan kudeta di tahun 1948 dan 1965, sambil menunjukkan bukti autentik, sebuah koran Harian Rakyat edisi 2 Oktober 1965.
(Baca juga: Moeldoko Sebut Seseorang Bisa Berbeda kalau Sudah Bicara Politik)
"Nah ini Harian Rakyat aslinya, waktu saya tampil di ILC itu fotokopinya. Ada editorial, kemudian kartun-kartunnya dan juga tentang susunan Dewan Revolusi. Dan ini terbit pada hari Sabtu, 2 Oktober tahun 65," seperti dikutip SINDOnews dari akun Youtube Fadli Zon, Jumat (2/10/2020).
"Tanggal 1 Oktober mereka tidak terbit, nah mereka terbit tanggal 2 Oktober. Di sini memang sudah dipersiapkan, termasuk di dalamnya seperti marxisme mutlak diajarkan di AAK, kemudian 4 orang yang diajukan rakyat memang setan-setan kota. Termasuk situasi ibu kota pertiwi dalam keadaan hamil tua," tambah anggota DPR dari Fraksi Gerindra ini.
Karena itu Fadli menegaskan, jadi ini adalah satu bukti bahwa PKI adalah dalang dari G30S/PKI. Menurutnya, di dalam koran itu adanya susunan Dewan Revolusi dan sejumlah nama yang dicatut.
"Diumumkan oleh untung tentang keputusan pertama atau dekrit pertama tentang Revolusi Indonesia. Mereka juga membentuk Dewan Revolusi Daerah sampai tingkat bawah, kemudian penurunan dan penaikan pangkat. Semua jenderal diturunkan pangkatnya hanya menjadi letnan kolonel," ucap Fadli Zon.
"Kemudian yang ikut serta dalam penculikan dan pembunuhan para jenderal, pangkatnya dinaikkan. Jadi ini jelas sekali, Harian Rakyat koran resmi PKI menyatakan mendukung gerakan G30S, bahwa merekalah sebetulnya di belakangnya," sambungnya.
Sebelumnya, menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, bukan hanya ideologi komunis atau PKI yang mencoba untuk mengganti Pancasila dengan ideologi lain. "PKI jelas haram tak boleh lagi ada di Indonesia," kata Adi kepada SINDOnews, Kamis 1 Oktober 2020.
Adi mengatakan, bangsa ini harus mulai belajar "move on" terhadap peristiwa masa lalu yang masih memiliki banyak "tafsir sejarah". Karena itu, usaha bersama untuk keluar dari masa lalu harus dilakukan secara rekonsiliatif.
Analis politik asal Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, jika pun ada ajakan rekonsiliasi, itu sebatas untuk melupakan peristiwa mengerikan 1965 dan fokus merawat Pancasila ke depan.
"PKI tak bisa dimaafkan tapi bangsa ini harus 'move on' menghadapi tantangan ke depan seperti menghadapi wabah virus ini," tutur Adi.
(Baca juga: Din Syamsuddin ke Moeldoko: KAMI Bukan Orang-orang Pengecut)
Dari penuturan Fadli Zon di akun youtube Fadli Zon Official, PKI melakukan kudeta di tahun 1948 dan 1965, sambil menunjukkan bukti autentik, sebuah koran Harian Rakyat edisi 2 Oktober 1965.
(Baca juga: Moeldoko Sebut Seseorang Bisa Berbeda kalau Sudah Bicara Politik)
"Nah ini Harian Rakyat aslinya, waktu saya tampil di ILC itu fotokopinya. Ada editorial, kemudian kartun-kartunnya dan juga tentang susunan Dewan Revolusi. Dan ini terbit pada hari Sabtu, 2 Oktober tahun 65," seperti dikutip SINDOnews dari akun Youtube Fadli Zon, Jumat (2/10/2020).
"Tanggal 1 Oktober mereka tidak terbit, nah mereka terbit tanggal 2 Oktober. Di sini memang sudah dipersiapkan, termasuk di dalamnya seperti marxisme mutlak diajarkan di AAK, kemudian 4 orang yang diajukan rakyat memang setan-setan kota. Termasuk situasi ibu kota pertiwi dalam keadaan hamil tua," tambah anggota DPR dari Fraksi Gerindra ini.
Karena itu Fadli menegaskan, jadi ini adalah satu bukti bahwa PKI adalah dalang dari G30S/PKI. Menurutnya, di dalam koran itu adanya susunan Dewan Revolusi dan sejumlah nama yang dicatut.
"Diumumkan oleh untung tentang keputusan pertama atau dekrit pertama tentang Revolusi Indonesia. Mereka juga membentuk Dewan Revolusi Daerah sampai tingkat bawah, kemudian penurunan dan penaikan pangkat. Semua jenderal diturunkan pangkatnya hanya menjadi letnan kolonel," ucap Fadli Zon.
"Kemudian yang ikut serta dalam penculikan dan pembunuhan para jenderal, pangkatnya dinaikkan. Jadi ini jelas sekali, Harian Rakyat koran resmi PKI menyatakan mendukung gerakan G30S, bahwa merekalah sebetulnya di belakangnya," sambungnya.
Sebelumnya, menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, bukan hanya ideologi komunis atau PKI yang mencoba untuk mengganti Pancasila dengan ideologi lain. "PKI jelas haram tak boleh lagi ada di Indonesia," kata Adi kepada SINDOnews, Kamis 1 Oktober 2020.
Adi mengatakan, bangsa ini harus mulai belajar "move on" terhadap peristiwa masa lalu yang masih memiliki banyak "tafsir sejarah". Karena itu, usaha bersama untuk keluar dari masa lalu harus dilakukan secara rekonsiliatif.
Analis politik asal Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, jika pun ada ajakan rekonsiliasi, itu sebatas untuk melupakan peristiwa mengerikan 1965 dan fokus merawat Pancasila ke depan.
"PKI tak bisa dimaafkan tapi bangsa ini harus 'move on' menghadapi tantangan ke depan seperti menghadapi wabah virus ini," tutur Adi.
(maf)