Teknologi Informasi dan Akselerasi Reformasi Birokrasi di Masa Pandemi
loading...
A
A
A
Dwiyanto Indiahono
Dosen Kebijakan Publik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Pendiri dan Pegiat Indonesia for Bureaucratic Reform [INBRIEF]
"Birokrasi ke depan adalah komunitas pegawai cerdas yang ramah dengan teknologi informasi, yang terbuka, egaliter, mudah menerima perubahan, dan suka dengan hal yang cepat. Karakter ini berharga untuk mendukung akselerasi reformasi birokrasi."
PENELITIAN Kashyap & Raghuvanshi (2020) menunjukkan ada enam kunci penentu keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan pandemi Covid-19 dengan pendekatan ekonomi, yaitu komunikasi yang efektif, social distancing,mengadopsi teknologi baru, memodifikasi aturan dan regulasi di tempat kerja, menutup batas wilayah, serta kepemimpinan yang kuat dan kendali pemerintah. Pemerintah dan birokrasi memiliki kesempatan besar untuk melakukan percepatan reformasi birokrasi dengan menjadikan momentum pandemi ini sebagai titik awal.
Titik ungkit awal dalam suatu perubahan adalah sesuatu yang berat dan menyakitkan. Padahal sejatinya titik awal yang berat itu harus ditempuh sebagai pembuka perubahan. Bermil-mil perjalanan ia harus dimulai dengan langkah pertama. Memulai sesuatu yang baru adalah hal tersulit dari suatu perubahan. Pandemi Covid-19 telah memberikan titik awal itu secara mendadak dan tanpa kecuali.
Pengenalan perkembangan teknologi informasi kepada birokrasi pada tahun-tahun sebelum Covid-19 ini adalah sesuatu yang sulit dilakukan, banyak orang mulai dari pejabat hingga staf sangat alergi jika berdiskusi tentang teknologi informasi dalam aktivitas kerja. Pertemuan-pertemuan daring yang sebenarnya sudah lazim dilakukan di media sosial dan kantor-kantor perusahaan besar tetap dianggap sesuatu yang kurang formal dan kurang meyakinkan. Platformnya dianggap rumit dan asosial. Namun, begitu pandemi hadir, semuanya bertekuk lutut pada kondisi jaga jarak. Pertemuan-pertemuan formal dari tingkat RT hingga kabinet didorong menggunakan teknologi informasi. Hal-hal yang semula dianggap tidak biasa mulai bisa diterima sebagai sebuah kebiasaan baru.
Pada sektor pendidikan, penyelenggaraan pembelajaran daring yang semula juga dianggap hanya sebagai media alternatif kini menjadi media utama. Pembelajaran daring yang merupakan simbol keterbukaan dan egalitarian pendidikan semula juga dianggap sesuatu yang menyulitkan dan kurang serius, kini berubah menjadi platform utama dalam kegiatan belajar mengajar.
Kondisi pandemi ini telah mendesak para birokrat dan pendidik dari tingkat tinggi hingga rendah untuk beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini penting guna menunjukkan bahwa birokrat adalah insan yang selalu belajar untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan kebijakan dan pelayanan publik. Birokrasi harus diberi efek kejut bahwa lingkungan birokrasi telah berubah dengan cepat sehingga harus direspons dengan cara cepat dan cara berbeda. Permasalahan publik yang kian kompleks tidak lagi bisa didekati dengan pendekatan-pendekatan pada literatur klasik. Perkembangan teknologi informasi dapat menyediakan informasi sebagai media pembelajaran, dan penyediaan big data bagi birokrasi yang bisa membantu birokrasi dan analis kebijakan untuk merancang kebijakan berbeda dari biasanya. Informasi yang berasal dari big data diharapkan menambah keberanian birokrasi untuk berpikir di luar batas dan berani berpikir tentang masa depan yang lebih baik.
Birokrasi yang ramah dengan teknologi diharapkan akan mudah menerima inisiasi perubahan pada pelayanan dan kebijakan publik karena menyadari bahwa perubahan adalah suatu keniscayaan. Birokrasi yang seperti ini tentu menuntut kehadiran sumber daya manusia yang andal. Birokrasi harus memperbaiki rekrutmen birokratnya sehingga birokrat yang diterima adalah birokrat-birokrat yang seiring dan sejalan dengan reformasi pelayanan dan kebijakan publik. Pada sisi birokrat yang sudah ada di lembaga-lembaga pemerintah harus didorong untuk mau belajar tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi. Birokrasi yang andal akan mempermudah akselerasi reformasi birokrasi pada pelayanan dan kebijakan publik.
Pandemi ini juga sudah menyediakan secara alamiah seleksi pegawai-pegawai pemerintah yang tidak bisa belajar dan bekerja pada dunia yang menuntut semuanya berjalan cepat. Pegawai-pegawai pemerintah yang tidak mampu memberi kontribusi maksimal pada akselerasi birokrasi ini dapat dipertimbangkan keberadaannya dalam birokrasi.
Meski demikian, pekerjaan-pekerjaan birokrasi memang tidaklah sepenuhnya hanya kegiatan yang berkutat pada teknologi informasi. Teknologi informasi hanya sebagai alat bantu penyelenggaraan pekerjaan-pekerjaan pemerintah. Tugas-tugas lain yang memang harus dikerjakan secara langsung, seperti tatap muka, pemberdayaan, dan pembangunan fisik tetaplah harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Tentu ini harus dilakukan dengan ekstra hati-hati dengan penegakan protokol kesehatan secara ketat agar jangan sampai pelaksanaan tugas pemerintah menjadi klaster penyebaran Covid-19. Birokrasi harus menjadi teladan tata kehidupan baru (new normal) di masyarakat.
Era pandemi ini menyediakan kesempatan bagi pemerintah untuk membuat data seberapa besar penduduk yang sudah ramah dengan teknologi informasi dan belum memiliki akses kepadanya. Hal ini penting sebagai data awal pengambilan kebijakan di area pelayanan dan kebijakan publik jika dikaitkan dengan teknologi informasi. Sebaran penduduk yang nir-akses terhadap internet maupun alat komunikasinya bisa dipetakan di masa ini. Pemerintah juga dapat membuat klasifikasi warga yang nanti berharga untuk perancangan kebijakan pelayanan dan kebijakan publik berbasis teknologi informasi.
Era pandemi Covid-19 ini merupakan masa birokrasi dan warga belajar untuk beradaptasi dengan aktivitas serta lingkungan kerja yang baru. Fase pandemi yang belum bisa diketahui kapan berakhirnya, seharusnya menjadi celah bagi birokrasi dan warga untuk bertahan serta belajar dengan cepat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah. Birokrasi harus mampu mengadopsi teknologi baru dalam aktivitasnya dan memodifikasi aturan serta regulasi di tempat kerja. Birokrasi ke depan adalah komunitas pegawai cerdas yang ramah dengan teknologi informasi, yang terbuka, egaliter, mudah menerima perubahan, dan suka dengan hal yang cepat. Karakter ini berharga untuk mendukung akselerasi reformasi birokrasi.
Dosen Kebijakan Publik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Pendiri dan Pegiat Indonesia for Bureaucratic Reform [INBRIEF]
"Birokrasi ke depan adalah komunitas pegawai cerdas yang ramah dengan teknologi informasi, yang terbuka, egaliter, mudah menerima perubahan, dan suka dengan hal yang cepat. Karakter ini berharga untuk mendukung akselerasi reformasi birokrasi."
PENELITIAN Kashyap & Raghuvanshi (2020) menunjukkan ada enam kunci penentu keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan pandemi Covid-19 dengan pendekatan ekonomi, yaitu komunikasi yang efektif, social distancing,mengadopsi teknologi baru, memodifikasi aturan dan regulasi di tempat kerja, menutup batas wilayah, serta kepemimpinan yang kuat dan kendali pemerintah. Pemerintah dan birokrasi memiliki kesempatan besar untuk melakukan percepatan reformasi birokrasi dengan menjadikan momentum pandemi ini sebagai titik awal.
Titik ungkit awal dalam suatu perubahan adalah sesuatu yang berat dan menyakitkan. Padahal sejatinya titik awal yang berat itu harus ditempuh sebagai pembuka perubahan. Bermil-mil perjalanan ia harus dimulai dengan langkah pertama. Memulai sesuatu yang baru adalah hal tersulit dari suatu perubahan. Pandemi Covid-19 telah memberikan titik awal itu secara mendadak dan tanpa kecuali.
Pengenalan perkembangan teknologi informasi kepada birokrasi pada tahun-tahun sebelum Covid-19 ini adalah sesuatu yang sulit dilakukan, banyak orang mulai dari pejabat hingga staf sangat alergi jika berdiskusi tentang teknologi informasi dalam aktivitas kerja. Pertemuan-pertemuan daring yang sebenarnya sudah lazim dilakukan di media sosial dan kantor-kantor perusahaan besar tetap dianggap sesuatu yang kurang formal dan kurang meyakinkan. Platformnya dianggap rumit dan asosial. Namun, begitu pandemi hadir, semuanya bertekuk lutut pada kondisi jaga jarak. Pertemuan-pertemuan formal dari tingkat RT hingga kabinet didorong menggunakan teknologi informasi. Hal-hal yang semula dianggap tidak biasa mulai bisa diterima sebagai sebuah kebiasaan baru.
Pada sektor pendidikan, penyelenggaraan pembelajaran daring yang semula juga dianggap hanya sebagai media alternatif kini menjadi media utama. Pembelajaran daring yang merupakan simbol keterbukaan dan egalitarian pendidikan semula juga dianggap sesuatu yang menyulitkan dan kurang serius, kini berubah menjadi platform utama dalam kegiatan belajar mengajar.
Kondisi pandemi ini telah mendesak para birokrat dan pendidik dari tingkat tinggi hingga rendah untuk beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini penting guna menunjukkan bahwa birokrat adalah insan yang selalu belajar untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan kebijakan dan pelayanan publik. Birokrasi harus diberi efek kejut bahwa lingkungan birokrasi telah berubah dengan cepat sehingga harus direspons dengan cara cepat dan cara berbeda. Permasalahan publik yang kian kompleks tidak lagi bisa didekati dengan pendekatan-pendekatan pada literatur klasik. Perkembangan teknologi informasi dapat menyediakan informasi sebagai media pembelajaran, dan penyediaan big data bagi birokrasi yang bisa membantu birokrasi dan analis kebijakan untuk merancang kebijakan berbeda dari biasanya. Informasi yang berasal dari big data diharapkan menambah keberanian birokrasi untuk berpikir di luar batas dan berani berpikir tentang masa depan yang lebih baik.
Birokrasi yang ramah dengan teknologi diharapkan akan mudah menerima inisiasi perubahan pada pelayanan dan kebijakan publik karena menyadari bahwa perubahan adalah suatu keniscayaan. Birokrasi yang seperti ini tentu menuntut kehadiran sumber daya manusia yang andal. Birokrasi harus memperbaiki rekrutmen birokratnya sehingga birokrat yang diterima adalah birokrat-birokrat yang seiring dan sejalan dengan reformasi pelayanan dan kebijakan publik. Pada sisi birokrat yang sudah ada di lembaga-lembaga pemerintah harus didorong untuk mau belajar tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi. Birokrasi yang andal akan mempermudah akselerasi reformasi birokrasi pada pelayanan dan kebijakan publik.
Pandemi ini juga sudah menyediakan secara alamiah seleksi pegawai-pegawai pemerintah yang tidak bisa belajar dan bekerja pada dunia yang menuntut semuanya berjalan cepat. Pegawai-pegawai pemerintah yang tidak mampu memberi kontribusi maksimal pada akselerasi birokrasi ini dapat dipertimbangkan keberadaannya dalam birokrasi.
Meski demikian, pekerjaan-pekerjaan birokrasi memang tidaklah sepenuhnya hanya kegiatan yang berkutat pada teknologi informasi. Teknologi informasi hanya sebagai alat bantu penyelenggaraan pekerjaan-pekerjaan pemerintah. Tugas-tugas lain yang memang harus dikerjakan secara langsung, seperti tatap muka, pemberdayaan, dan pembangunan fisik tetaplah harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Tentu ini harus dilakukan dengan ekstra hati-hati dengan penegakan protokol kesehatan secara ketat agar jangan sampai pelaksanaan tugas pemerintah menjadi klaster penyebaran Covid-19. Birokrasi harus menjadi teladan tata kehidupan baru (new normal) di masyarakat.
Era pandemi ini menyediakan kesempatan bagi pemerintah untuk membuat data seberapa besar penduduk yang sudah ramah dengan teknologi informasi dan belum memiliki akses kepadanya. Hal ini penting sebagai data awal pengambilan kebijakan di area pelayanan dan kebijakan publik jika dikaitkan dengan teknologi informasi. Sebaran penduduk yang nir-akses terhadap internet maupun alat komunikasinya bisa dipetakan di masa ini. Pemerintah juga dapat membuat klasifikasi warga yang nanti berharga untuk perancangan kebijakan pelayanan dan kebijakan publik berbasis teknologi informasi.
Era pandemi Covid-19 ini merupakan masa birokrasi dan warga belajar untuk beradaptasi dengan aktivitas serta lingkungan kerja yang baru. Fase pandemi yang belum bisa diketahui kapan berakhirnya, seharusnya menjadi celah bagi birokrasi dan warga untuk bertahan serta belajar dengan cepat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah. Birokrasi harus mampu mengadopsi teknologi baru dalam aktivitasnya dan memodifikasi aturan serta regulasi di tempat kerja. Birokrasi ke depan adalah komunitas pegawai cerdas yang ramah dengan teknologi informasi, yang terbuka, egaliter, mudah menerima perubahan, dan suka dengan hal yang cepat. Karakter ini berharga untuk mendukung akselerasi reformasi birokrasi.
(ras)