DPR Minta Perpusnas Lakukan Kolaborasi Program Strategis
loading...

Anggota Komisi X DPR Adrianus Asia Sidot meminta Perpusnas melakukan kolaborasi program-program strategis dengan Kementerian/Lembaga. Foto/SINDOnews
A
A
A
JAKARTA - Komisi X DPR menyetujui pengajuan pagu anggaran Perpustakaan Nasional (Perpusnas) 2021 senilai Rp675.539.800.000. Komisi X juga memberikan dukungan penuh terhadap program-program yang akan dilaksanakan Perpusnas dan menugaskan Badan Anggaran (Banggar) untuk memperjuangkannya.
Tidak hanya itu, Komisi X juga akan mendesak Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Keuangan untuk meningkatkan alokasi Perpusnas pada 2021. Hal itu disepakati dalam agenda tunggal penyesuaian Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L), beberapa waktu lalu. (Baca juga: Perpustakaan Nasional Dibuka Lagi, Ini Aturan Berkunjungnya)
Anggota Komisi X DPR Adrianus Asia Sidot mengatakan, dengan besaran anggaran yang sudah ditetapkan, Perpusnas harus mampu memaksimalkan perannya dalam mengatasi rendahnya budaya literasi, inovasi dan kreativitas masyarakat. “Besaran anggaran yang diterima Perpustakaan Nasional memang sangat terbatas. Padahal, jika dilihat dari peran dan tanggung jawab Perpusnas cukup berat, yaitu sebagai pusat ilmu pengetahuan, pemberdayaan masyarakat dan kebudayaan. Namun, efektivitas dan efisiensi anggaran perlu diperhatikan agar tepat sasaran. Pengawasan juga diperketat agar penyelewengan bisa ditekan sekecil mungkin,” ujar Adrianus. (Baca juga: Momentum 40 Tahun Perpustakaan Nasional dan Revolusi Industri 4.0)
Hal lain yang didorong adalah perhatian terhadap kebutuhan perpustakaan bagi masyarakat yang berada di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Perpusnas diminta perlu juga memprioritaskan kebutuhan di sana yang sangat terbatas dalam mengakses informasi dan layanan perpustakaan. Termasuk, penyediaan bahan bacaan yang harus disesuaikan dengan kondisi geografis dan demografi masyarakatnya.
”Dari paparan yang disampaikan, Perpusnas bahkan telah menyiapkan alokasi peningkatan kompetensi pustakawan dan tenaga perpustakaan ribuan orang dengan anggaran satu miliar lebih. Banyak perguruan tinggi swasta yang berada di daerah 3T yang masih kekurangan bahan bacaan, tenaga perpustakaan yang minim, dan keterbatasan sarana penunjang TIK, seperti yang dialami di Kalimantan Barat,” lanjut Adrianus.
Tidak hanya itu, Komisi X juga akan mendesak Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Kementerian Keuangan untuk meningkatkan alokasi Perpusnas pada 2021. Hal itu disepakati dalam agenda tunggal penyesuaian Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L), beberapa waktu lalu. (Baca juga: Perpustakaan Nasional Dibuka Lagi, Ini Aturan Berkunjungnya)
Anggota Komisi X DPR Adrianus Asia Sidot mengatakan, dengan besaran anggaran yang sudah ditetapkan, Perpusnas harus mampu memaksimalkan perannya dalam mengatasi rendahnya budaya literasi, inovasi dan kreativitas masyarakat. “Besaran anggaran yang diterima Perpustakaan Nasional memang sangat terbatas. Padahal, jika dilihat dari peran dan tanggung jawab Perpusnas cukup berat, yaitu sebagai pusat ilmu pengetahuan, pemberdayaan masyarakat dan kebudayaan. Namun, efektivitas dan efisiensi anggaran perlu diperhatikan agar tepat sasaran. Pengawasan juga diperketat agar penyelewengan bisa ditekan sekecil mungkin,” ujar Adrianus. (Baca juga: Momentum 40 Tahun Perpustakaan Nasional dan Revolusi Industri 4.0)
Hal lain yang didorong adalah perhatian terhadap kebutuhan perpustakaan bagi masyarakat yang berada di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Perpusnas diminta perlu juga memprioritaskan kebutuhan di sana yang sangat terbatas dalam mengakses informasi dan layanan perpustakaan. Termasuk, penyediaan bahan bacaan yang harus disesuaikan dengan kondisi geografis dan demografi masyarakatnya.
”Dari paparan yang disampaikan, Perpusnas bahkan telah menyiapkan alokasi peningkatan kompetensi pustakawan dan tenaga perpustakaan ribuan orang dengan anggaran satu miliar lebih. Banyak perguruan tinggi swasta yang berada di daerah 3T yang masih kekurangan bahan bacaan, tenaga perpustakaan yang minim, dan keterbatasan sarana penunjang TIK, seperti yang dialami di Kalimantan Barat,” lanjut Adrianus.
Lihat Juga :