Indonesia Perlu Belajar dari Selandia Baru Tangani Terorisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) , Laksdya TNI Amarulla Octavian menilai Indonesia perlu belajar dari Selandia Baru dalam menangani terorisme . Dia mengungkapkan Selandia Baru tidak memiliki aturan yang lebih rinci seperti di Indonesia.
"Nah kenapa Selandia Baru itu berhasil, karena komitmen antara aparatnya itu tinggi, jadi meskipun aturannya lemah, meskipun aturannya tumpang tindih," ujar Amarulla Octavian dalam Webinar Bertajuk Operasi Militer Selain Perang TNI: Kontra Terorisme Dalam Perspektif Keamanan Nasional, Selasa (22/9/2020). (Baca juga: Kepemimpinan yang Kuat Faktor Sukses Dominan Selandia Atasi Terorisme)
Dia berpendapat jika aparat di Indonesia punya komitmen yang tinggi maka koordinasi maupun bergerak bersama akan lebih mudah dilaksanakan. "Nah itu lah yang perlu kita belajar dari Selandia Baru," kata dia.
Dirinya tidak sepakat adanya pihak yang berperan sebagai leading sector dari penanganan terorisme. Menurut dia, yang terpenting dalam penanganan terorisme adalah bergerak bersama.
"Jadi jangan sampai misalnya ada kalimat di dalam undang-undang, TNI baru boleh bergerak jika polisi sudah dianggap tidak mampu, ya ini tentu saja menyinggung perasaannya polisi. Kalau menurut saya kenapa ada kalimat seperti ini di undang-undang, kan saya enggak suka," imbuhnya.
Menurut dia, polisi punya kemampuan yang tinggi. Dia melanjutkan, kalau polisi punya harga diri, punya kebanggaan maka tidak akan pernah mengatakan menyerah.
"Nah ini yang mestinya pada level yang lebih tinggi mungkin perlu sedikit ada amandemen, kalimatnya dibuat yang bisa merangkul TNI dan Polri bersama-sama dengan rakyat semuanya," katanya.
Dia menjelaskan bahwa perang melawan tindak pidana terorisme harus membangun kerja sama lintas negara dalam bentuk kerja sama keamanan (Security cooperation) dengan semua negara dan organisasi internasional di dunia. "Perang melawan tindak pidana terorisme adalah aksi militer dalam konteks penegakan hukum dan atau penegakan kedaulatan," ucapnya. (Baca juga: Perlu Ada Harmonisasi Aturan Terkait Keterlibatan TNI Atasi Terorisme)
Ditambahkan Amarulla, perang melawan tindak pidana terorisme tidak lagi mengandalkan aktor-aktor penyelenggara keamanan nasional semata. "Tetapi sudah harus melibatkan banyak lembaga negara dan semua institusi pemerintah lainnya," pungkasnya.
Lihat Juga: Profil Susilo Adi Purwantoro, Pati TNI Jenderal Bintang Dua Wakil Rektor Universitas Pertahanan
"Nah kenapa Selandia Baru itu berhasil, karena komitmen antara aparatnya itu tinggi, jadi meskipun aturannya lemah, meskipun aturannya tumpang tindih," ujar Amarulla Octavian dalam Webinar Bertajuk Operasi Militer Selain Perang TNI: Kontra Terorisme Dalam Perspektif Keamanan Nasional, Selasa (22/9/2020). (Baca juga: Kepemimpinan yang Kuat Faktor Sukses Dominan Selandia Atasi Terorisme)
Dia berpendapat jika aparat di Indonesia punya komitmen yang tinggi maka koordinasi maupun bergerak bersama akan lebih mudah dilaksanakan. "Nah itu lah yang perlu kita belajar dari Selandia Baru," kata dia.
Dirinya tidak sepakat adanya pihak yang berperan sebagai leading sector dari penanganan terorisme. Menurut dia, yang terpenting dalam penanganan terorisme adalah bergerak bersama.
"Jadi jangan sampai misalnya ada kalimat di dalam undang-undang, TNI baru boleh bergerak jika polisi sudah dianggap tidak mampu, ya ini tentu saja menyinggung perasaannya polisi. Kalau menurut saya kenapa ada kalimat seperti ini di undang-undang, kan saya enggak suka," imbuhnya.
Menurut dia, polisi punya kemampuan yang tinggi. Dia melanjutkan, kalau polisi punya harga diri, punya kebanggaan maka tidak akan pernah mengatakan menyerah.
"Nah ini yang mestinya pada level yang lebih tinggi mungkin perlu sedikit ada amandemen, kalimatnya dibuat yang bisa merangkul TNI dan Polri bersama-sama dengan rakyat semuanya," katanya.
Dia menjelaskan bahwa perang melawan tindak pidana terorisme harus membangun kerja sama lintas negara dalam bentuk kerja sama keamanan (Security cooperation) dengan semua negara dan organisasi internasional di dunia. "Perang melawan tindak pidana terorisme adalah aksi militer dalam konteks penegakan hukum dan atau penegakan kedaulatan," ucapnya. (Baca juga: Perlu Ada Harmonisasi Aturan Terkait Keterlibatan TNI Atasi Terorisme)
Ditambahkan Amarulla, perang melawan tindak pidana terorisme tidak lagi mengandalkan aktor-aktor penyelenggara keamanan nasional semata. "Tetapi sudah harus melibatkan banyak lembaga negara dan semua institusi pemerintah lainnya," pungkasnya.
Lihat Juga: Profil Susilo Adi Purwantoro, Pati TNI Jenderal Bintang Dua Wakil Rektor Universitas Pertahanan
(kri)