Urgensi Kehadiran DKEM Dipertanyakan

Rabu, 23 September 2020 - 07:11 WIB
loading...
Urgensi Kehadiran DKEM Dipertanyakan
Posisi bank sentral sebagai lembaga independen dipertahankan untuk menjaga kepercayaan pasar baik domestik maupun internasional. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
MESKI menuai polemik tajam, tak menyurutkan langkah Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam membahas revisi Undang Undang (UU) Nomor 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI). Dokumen rapat terbaru yang beredar di tengah masyarakat terdapat sejumlah perubahan, di antaranya perubahan Dewan Moneter (DM) selaku pengawas bank sentral yang mendapat sorotan serius dari kalangan ekonom. Dalam bahasan terkini DM berubah menjadi Dewan Kebijakan Ekonomi Makro (DKEM). Nantinya, tugas DKEM menetapkan kebijakan moneter. Walau sudah bersalin nama dari DM menjelma menjadi DKEM tetap tidak menurunkan tensi polemik tentang pentingnya lembaga baru itu.

Nama boleh berubah tetapi yang akan menakhodai lembaga baru itu tetap Menteri Keuangan (Menkeu) sebagaimana pembahasan sebelumnya. Setiap bulan sekurang-kurangnnya dua kali menggelar sidang atau sesuai dengan kebutuhan yang mendesak dengan pengambilan keputusan secara musyawarah untuk mufakat. Lalu bagaimana dengan independensi bank sentral yang selama ini menjadi hak khusus atau istimewa? Dalam pasal 9 revisi UU tentang BI menegaskan DKEM membantu pemerintah dan BI dalam merencanakan dan menetapkan kebijakan moneter.

Selanjutnya, DEKM memimpin, mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. Ruang gerak bank sentral tergantung keputusan DEKM. Selain fungsi dan tugas DEKM yang sudah tegas dan jelas juga telah ditetapkan sebanyak lima orang yang menjadi petinggi DEKM, yakni Menkeu selaku ketua, satu orang menteri yang membidangi perencanaan pembangunan nasional, Gubernur BI, Deputi Gubernur Senior BI, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dan, terbuka kemungkinan bagi pemerintah untuk menambah sejumlah menteri yang bertindak sebagai penasehat DEKM.

Lalu apa tanggapan dari Gubernur BI, Perry Warjiyo seputar polemik revisi UU tentang BI yang siap melucuti independensi bank sentral? Nakhoda BI itu memilih menghindar dari polemik dan lebih percaya pada pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang menegaskan “pemerintah tidak akan menggadaikan independensi BI” di depan koresponden asing pada awal September lalu. Hal itu diperkuat dari pernyataan Menkeu, Sri Mulyani Indrawati yang mengaku belum membahas secara seksama inisiatif DPR seputar revisi UU tentang BI. Karena posisi pemerintah oleh pihak BI yang dinilai jelas dan tegas sehingga merasa tak perlu terlibat polemik. Terpenting adalah kebijakan moneter harus tetap kredibel, efektif, dan independen.

Sejumlah ekonom secara gamblang menolak keras revisi UU tentang BI terutama terkait dengan pengembalian pengawasan perbankan kepada bank sentral yang saat ini menjadi tugas pihak OJK, dan kehadiran DEKM yang akan menghilangkan independensi BI. Simak saja pandangan dari ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani yang tegas menilai bahwa bank sentral harus independen sehingga tidak bisa dibawa dalam peta politik pemerintah. Pasalnya, pembahasan revisi UU tentang BI sudah masuk dalam ranah politik yang bisa mengganggu independensi bank sentral. Di negara manapun, sebagaimana diungkapkan ekonom senior itu, apabila bank sentral tidak independen itu sangat berbahaya.

Suara senada dilontarkan Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah yang mengkritisi bahwa pembentukan dewan moneter akan menggerus bank sentral dan berdampak negatif terhadap sektor keuangan, terutama di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Bahkan secara pribadi, Piter berharap, rencana pembentukan DEKM tidak perlu dikorek-korek lagi. Sudah bisa diprediksi apabila independensi bank sentral dihilangkan akan memberikan sinyal negatif pada pasar keuangan. Hal itu berpotensi mengganggu aliran investasi dan juga dapat mempengaruhi peringkat utang pemerintah.

Dengan demikian, munculnya polemik tajam atas revisi UU tentang BI terutama terkait pembentukan DEKM menjadi hal yang wajar. Sebab mereka yang kontra menilai sejauhmana urgensi dari pembentukan lembaga baru itu. Seharusnya, revisi UU tersebut memperkuat bagaimana independensi BI tidak terganggu. Posisi bank sentral sebagai lembaga independen dipertahankan untuk menjaga kepercayaan pasar baik domestik maupun internasional. Barangkali yang dibutuhkan bagaimana revisi UU tentang bank sentral itu dapat memberi ruang kepada pemerintah dan DPR hingga masyarakat, dalam meminta akuntabilitas BI terkait kebijakan moneter yang sudah diputuskan. Lebih tegas, ekonom senior Indef, Faisal Basri menyoroti bahwa yang harus diperbaiki adalah kinerja kementerian teknis bukan merevisi UU bank sentral. Lain yang gatal lain yang digaruk.
(ras)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.5178 seconds (0.1#10.140)