Miris, Satu dari Lima Pernikahan di Indonesia Berakhir dengan Perceraian
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tingkat perceraian di Indonesia cukup tinggi. Dari sekitar 2 juta pernikahan per tahun, 400.000 di antaranya berakhir di tengah jalan. Penyebabnya bermacam-macam, antara lain persoalan ekonomi, ketidakpahaman suami/istri atas peran dan tugasnya, dan perselingkuhan.
Hal ini diungkapkan Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama ( Kemenag ) Kamaruddin Amin saat menjadi pembicara Dialog Isu-Isu Kebimasislaman dengan Praktisi Media di Olympic Bigland Hotel Sentul, Kabupaten Bogor, Senin (21/9/2020). (Baca juga: Tangkal Radikalisme, Kemenag Tingkatkan Literasi Agama Takmir Masjid)
"Artinya sekitar seperlima, dari lima orang yang menikah, 1 di antaranya cerai," katanya.
Menurutnya, fenomena ini adalah persoalan besar yang harus ditangani bersama. Sebab, perceraian akan melahirkan kemiskinan baru dan persoalan-persoalan sosial baru. Korban perceraian rata-rata adalah wanita dan anak-anak. (Baca juga: Menag Positif Covid-19, Akses Masuk Kantor Kemenag Dibatasi)
"Angka perceraian harus ditekan kita harus mengambil langkah produktif untuk meminimalisir angka perceraian di Indonesia," katanya.
Kamaruddin menegaskan bahwa Kantor Urusan Agama (KUA) adalah lembaga yang paling diharapkan untuk dapat menekan angka perceraian di Indonesia. KUA ada di setiap kecamatan, jumlahnya sekitar 5.975 dengan 8.000 penghulu. Keberadaannya harus berkontribusi secara maksimal untuk memperkuat ketahanan keluarga. (Baca juga: PKS Sesalkan Kemenag Tetap Luncurkan Program Penceramah Bersertifikat)
"Kualitas mereka ini, para penghulu ini menentukan kualitas pelayanan Kemenag kepada masyarakat," ujarnya.
Kemenag sendiri, kata Kamaruddin Amin, memiliki program untuk menguatkan ketahanan keluarga, yakni dengan revitalisasi KUA dan meningkatkan kapasitas penghulu.
"Tahun ini akan merehab 1.700 KUA. Rehab berat dan ringan. Anggarannya dari kegiatan yang tidak bisa dilakukan, seperti perjalanan dinas dan meeting-meeting," katanya.
Revitalisasi KUA perlu dilakukan karena ke depan KUA bukan saja tempat mencatat nikah tapi memiliki peranan sangat penting dalam penguatan ketahanan keluarga.
Langkah selanjutnya adalah peningkatan kapasitas penghulu. Mereka tidak hanya bagus secara administrasi tapi juga punya pemahaman keagamaan yang baik serta mengikuti dinamika sosial. Para penghulu akan bertugas memberikan bimbingan pranikah, pascanikah, dan bimbingan keluarga.
"Mereka harus jadi rujukan persoalan masyarakat. Tidak hanya melayani pernikahan tapi juga sebagai konsultan agama" katanya.
Hal ini diungkapkan Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama ( Kemenag ) Kamaruddin Amin saat menjadi pembicara Dialog Isu-Isu Kebimasislaman dengan Praktisi Media di Olympic Bigland Hotel Sentul, Kabupaten Bogor, Senin (21/9/2020). (Baca juga: Tangkal Radikalisme, Kemenag Tingkatkan Literasi Agama Takmir Masjid)
"Artinya sekitar seperlima, dari lima orang yang menikah, 1 di antaranya cerai," katanya.
Menurutnya, fenomena ini adalah persoalan besar yang harus ditangani bersama. Sebab, perceraian akan melahirkan kemiskinan baru dan persoalan-persoalan sosial baru. Korban perceraian rata-rata adalah wanita dan anak-anak. (Baca juga: Menag Positif Covid-19, Akses Masuk Kantor Kemenag Dibatasi)
"Angka perceraian harus ditekan kita harus mengambil langkah produktif untuk meminimalisir angka perceraian di Indonesia," katanya.
Kamaruddin menegaskan bahwa Kantor Urusan Agama (KUA) adalah lembaga yang paling diharapkan untuk dapat menekan angka perceraian di Indonesia. KUA ada di setiap kecamatan, jumlahnya sekitar 5.975 dengan 8.000 penghulu. Keberadaannya harus berkontribusi secara maksimal untuk memperkuat ketahanan keluarga. (Baca juga: PKS Sesalkan Kemenag Tetap Luncurkan Program Penceramah Bersertifikat)
"Kualitas mereka ini, para penghulu ini menentukan kualitas pelayanan Kemenag kepada masyarakat," ujarnya.
Kemenag sendiri, kata Kamaruddin Amin, memiliki program untuk menguatkan ketahanan keluarga, yakni dengan revitalisasi KUA dan meningkatkan kapasitas penghulu.
"Tahun ini akan merehab 1.700 KUA. Rehab berat dan ringan. Anggarannya dari kegiatan yang tidak bisa dilakukan, seperti perjalanan dinas dan meeting-meeting," katanya.
Revitalisasi KUA perlu dilakukan karena ke depan KUA bukan saja tempat mencatat nikah tapi memiliki peranan sangat penting dalam penguatan ketahanan keluarga.
Langkah selanjutnya adalah peningkatan kapasitas penghulu. Mereka tidak hanya bagus secara administrasi tapi juga punya pemahaman keagamaan yang baik serta mengikuti dinamika sosial. Para penghulu akan bertugas memberikan bimbingan pranikah, pascanikah, dan bimbingan keluarga.
"Mereka harus jadi rujukan persoalan masyarakat. Tidak hanya melayani pernikahan tapi juga sebagai konsultan agama" katanya.
(nbs)