Akses Pendidikan bagi yang Tertinggal

Rabu, 16 September 2020 - 07:09 WIB
loading...
Akses Pendidikan bagi yang Tertinggal
Kimberly Tanos
A A A
Kimberly Tanos
Asisten Peneliti INDEF

MASA pandemi Covid-19 hampir seluruh kegiatan masyarakat terkena imbasnya, termasuk proses belajar-mengajar. Murid dan guru pun terpaksa untuk melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun demikian, kesenjangan digital, khususnya yang dikarenakan infrastruktur yang belum memadai menjadi hambatan utama dalam penerapannya. Hambatan terutama dihadapi oleh masyarakat di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Kesenjangan digital yang terjadi bertahun-tahun akan menghasilkan ketimpangan kesejahteraan di masa mendatang.

Kesenjangan digital tergambar dari akses digital di Indonesia belum merata, terutama bagi masyarakat di daerah 3T. Berdasarkan data dari Dikdas dan Kemendikbud, baru 31,9% persen daerah 3T yang mempunyai akses ke jaringan internet yang bisa digunakan dengan baik, sedangkan di daerah non-3T angka tersebut ada di 61,1%. Padahal, jaringan internet merupakan sarana krusial untuk mengakses materi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang tersedia secara daring.

Kesenjangan digital di era pandemi direspon oleh pemerintah dengan penyediaan local area network (LAN) bagi pembelajaran mahasiswa, sehingga mahasiswa di perguruan tinggi yang berada di radius beberapa ratus meter tidak perlu menggunakan kuota untuk mengunduh materi pembelajaran. Proyek ini akan dilakukan terlebih dahulu di Papua dan beberapa daerah lain pada tahun ini sebagai pilot project, sedangkan sisanya akan dilakukan setelah evaluasi hasil.

Dengan kata lain, untuk dapat mencakup seluruh 284 perguruan tinggi yang berada di daerah 3T, program penyediaan LAN ini masih berada di dalam angan-angan. Meskipun pemerintah sudah merencanakan pembangunan infrastruktur internet untuk daerah 3T, tetap perlu ada solusi jangka pendek yang lebih praktis agar murid-murid di daerah tersebut bisa kembali belajar dengan segera dan ketimpangan kualitas pendidikan tidak semakin dalam.

Urgensi Pendidikan
Pendidikan memiliki peran yang penting dalam berkembangnya aspek sosial dan ekonomi suatu bangsa. Khususnya bagi kaum marginal, sekolah merupakan satu-satunya kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan untuk naik kelas sosial sehingga kualitas hidupnya pun bisa meningkat. Oleh karena itu, disrupsi dalam pendidikan mempunyai dampak negatif yang lebih signifikan bagi murid-murid di daerah 3T yang cenderung berasal dari keluarga kurang mampu.

Bahkan saat sebelum pandemi, murid-murid di daerah 3T banyak yang belum mendapatkan pendidikan yang layak dikarenakan kurangnya jumlah tenaga pengajar dan kualifikasi yang berada di bawah standar. Setelah pandemi, murid-murid di daerah 3T semakin terpuruk. Wahana Visi Indonesia (2020) menerangkan bahwa akibat kurangnya fasilitas untuk belajar, hanya ada 68% anak di wilayah 3T yang memiliki akses ke belajar daring dan luring. Sedangkan untuk 32% lainnya, anak di wilayah 3T tidak memiliki akses untuk belajar sama sekali akibat kurangnya fasilitas pendukung dari sekolah.

Situasi ini sangat mengkhawatirkan karena siswa berisiko mengalami ketertinggalan pemahaman kognitif sehingga dapat mempengaruhi performa akademik secara umum. Selain itu, murid-murid juga dapat mengalami tekanan psikis. Anak-anak yang sekolahnya terhenti juga cenderung lebih sulit untuk kembali ke sekolah karena adanya tekanan untuk mencari nafkah untuk keluarga.

Solusi Non-daring
Meskipun ada murid-murid yang mempunyai gawai dan akses ke internet, biaya kuota tetap menjadi beban. Untuk anak yang masih berada di sekolah kebutuhan kuota untuk pendidikan satu bulannya sudah sebesar 10 GB yang harganya sekitar Rp35.000 per Agustus 2020. Untuk mahasiswa, pengeluaran tambahan untuk kuota internet angkanya akan lebih besar lagi, yaitu hingga mencapai Rp200.000 per bulan. Meskipun ada wacana bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah diperbolehkan untuk membeli kuota internet untuk murid, dana tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh siswa sehingga orang tua masih terbebani. Padahal, pendapatan orang tua di daerah 3T yang rata-rata bekerja sebagai nelayan atau buruh tani tidaklah besar, dan juga tidak sedikit yang pendapatannya terhenti akibat pandemi.

Oleh karena itu, sangatlah diperlukan solusi non-daring dalam PJJ, seperti pembelajaran via multimedia, sehingga pendidikan terjamin merata. Meskipun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah bekerja sama dengan TVRI dalam program acara televisi yang bertajuk Belajar dari Rumah sebagai alternatif pembelajaran bagi siswa dan guru yang kesulitan menggunakan platform teknologi atau yang berada di daerah-daerah yang tidak memiliki akses internet, survei evaluasi menunjukkan bahwa hanya sebanyak 52% responden di wilayah 3T menyatakan menonton program tersebut. Sementara itu, di wilayah non-3T, yang menyatakan menonton TVRI telah mencapai 78,6%. Perlu adanya sosialisasi dan bimbingan lebih untuk pendidik di daerah 3T untuk mengoptimalkan pemanfaatan program TVRI. Baiknya, ada juga sarana pelengkap program tersebut di wilayah-wilayah dengan akses internet terbatas dengan penyampaian materi belajar melalui radio komunitas.

Selain itu, ada baiknya pemerintah juga mendukung program pendistribusian materi secara langsung untuk masyarakat di daerah 3T yang tidak memiliki akses ke perangkat TV dan radio. Untuk saat ini, di daerah-daerah tertinggal seperti NTB dan NTT, kenyataannya masih sekitar 80% murid yang bergantung kepada media belajar offline. Karena itu, masyarakat bergantung kepada gerakan-gerakan sosial dari inisiatif masyarakat seperti Aha! Project yang didirikan untuk membagikan materi lembar kerja siswa di daerah 3T. Masih banyak komunitas-komunitas lainnya di daerah 3T yang masih mengumpulkan dukungan untuk dapat memfasilitasi PJJ luring. Pemerintah seharusnya dengan segera memberikan dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk organisasi-organisasi tersebut agar mereka bisa membantu lebih banyak pendidik dan peserta didik di wilayah masing-masing.

Pendidikan merupakan kunci untuk perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Ketika pemerintah dengan sigap memprioritaskan pendidikan yang merata dengan program-program yang mendukung PJJ di daerah 3T, pemerintah menunjukkan komitmennya untuk menyejahterakan bangsa.
(ras)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2540 seconds (0.1#10.140)